Mengulik Lagi Strategi dan Perlawanan Ferdy Sambo untuk Ringankan Hukumannya
Jelang sidang pledoi dan putusan, Kompolnas soroti strategi Ferdy Sambo untuk ringankan hukuman di antaranya gugatan PTDH hingga video hakim.
Penulis: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Ferdy Sambo bakal segera berakhir.
Minggu ini, Ferdy Sambo Cs bakal menjalani sidang dengan agenda pembelaan atau pledoi.
Setelah itu, sidang akan memasuki babak akhir yakni putusan dari majelis hakim.
Sepanjang sidang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), Kompolnas ternyata terus memantau dna menyoroti sejumlah strategi Ferdy Sambo demi meringankan hukumannya.
Tak hanya Kompolnas, teranyar Menko Polhukam Mahfud MD juga mengungkap ada upaya gerakan bawah tanah.
Seorang jenderal bintang satu bergrilia agar vonis Ferdy Sambo diringankan.
Berikut strategi Ferdy Sambo yang dirangkum Tribunnews.com dan disorot oleh Kompolnas.
Kompolnas: Sejak Awal Sidang Bergulir, Ferdy Sambo Sudah Siapkan Strategi Ringankan Hukumannya
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut ada gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk membuat terdakwa Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bebas atau paling tidak mendapat hukuman ringan.
Ferdy Sambo saat ini adalah terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengatakan sebenarnya Kompolnas telah melihat sedari awal sudah ada strategi yang disiapkan Ferdy Sambo.
Bahkan sejak perkara ini P21 atau lengkap dan diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan indikasi itu sudah terlihat.
"Sebenarnya dalam kasus ini, ada strategi yang disiapkan oleh Ferdy Sambo. Itu sudah terlihat dalam proses perjalanan hingga P21 hingga dilakukan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu terlihat," kata Yusuf dalam tayangan Kompas TV, Sabtu (21/1/2023).
Baca juga: Kejaksaan Agung Pastikan Tak Akan Revisi Tuntutan Ferdy Sambo Cs dalam Perkara Kematian Brigadir J
Menurut dia nantinya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara ini akan jadi penentu apakah skenario yang sedari awal disiapkan Sambo mampu diputus atau justru tetap berpihak pada eks Kadiv Propam Polri tersebut.
"Maka dalam hal ini apa yang akan diputuskan nanti oleh hakim tentu apakah skenario itu berpihak pada Sambo atau skenario berantakan diputuskan oleh hakim yang saat ini sudah dibacakan tuntutannya," ungkap Yusuf.
Kompolnas Sebut Pengajuan Gugatan PTDH hingga Video Hakim Jadi Bagian Upaya Perlawanan Ferdy Sambo
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim menyebut pihaknya sudah melihat adanya strategi-strategi yang dilakukan Ferdy Sambo agar lolos dari hukuman maksimal dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pasalnya kata dia, meski Ferdy Sambo secara terang-terangan mengakui perbuatannya, namun di sisi lain ada upaya perlawanan yang ia lakukan.
"Kami melihat ada strategi-strategi tentu telah telah menyampaikan ke Ketua Kompolnas bahwa Ferdy Sambo satu sisi dia mengakui perbuatan, tapi di sisi lain dia berusaha untuk melakukan perlawanan," kata Yusuf dalam tayangan Kompas TV, Sabtu (21/1/2023).
Upaya perlawanan dari Ferdy Sambo terlihat mulai dari adanya pengajuan gugatan ke PTUN atas pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap dirinya sebagai polisi.
Selain itu belakangan juga beredar video dan suara yang dinarasikan sebagai Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara curhat dengan seorang perempuan.
Yusuf mengatakan hal-hal semacam ini jadi bagian yang terus dipantau oleh Kompolnas.
"Itu terlihat sempat mengajukan gugatan PTUN atas pemberhentian tidak hormatnya, terus ada kaitannya dengan beredar video suara hakim. Itu kan bagian dari hal-hal yang terus kami pantau," ujarnya.
1. Ferdy Sambo Gugat Presiden dan Kapolri
Ferdy Sambo melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Gugatan ini ditujukan pada Presiden Jokowi dan Kapolri
Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis mengatakan gugatan ini sebenarnya adalah upaya konstitusional sebagai warga negara.
Namun, melihat reaksi publik terhadap upaya ini, Ferdy Sambo akhirnya mencabut gugatannya.
2. Ferdy Sambo Cabut Gugatan
Pencabutan gugatan dengan terlapor Presiden Jokowi dan Kapolri ini dilakukan setelah mendengar masukan dari berbagai pihak.
Informasi ini disampaikan Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis melalui rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (3012/2022).
Adapun alasan dicabutnya gugatan adalah karena Ferdy Sambo mencintai institusi Polri.
"Sebagai bentuk kecintaan terhadap institusi Polri, Ferdy Sambo mencabut gugatan PTUN."
"Hari ini, Jumat 30 Desember 2022 selaku kuasa hukum dari Bapak Ferdy Sambo menyampaikan bahwa setelah mempertimbangkan kembali serta mendengar masukan dari berbagai pihak, maka secara resmi klien kami memutuskan untuk mencabut gugatan di PTUN."
"Pak Ferdy Sambo beserta keluarga juga dengan rendah hati menerima dan memahami reaksi publik perihal upaya hukum pada tanggal 29 Desember 2022 kemarin," kata Arman Hanis.
"Pencabutan gugatan sangat dipengaruhi faktor kecintaan terhadap institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan klien kami Pak Ferdy Sambo telah membuktikan rekam jejak yang cakap, dan berintegritas selama 28 tahun hingga sebelum menghadapi proses hukum yang saat ini sedang berlangsung."
"Bapak Ferdy Sambo sangat menyesali perbuatan yang berdampak pada konsekuensi hukum yang saat ini sedang berjalan, serta menjadi prioritas utama klien kami untuk segera menyelesaikannya."
"Hal ini agar nantinya keputusan hukum yang dijatuhkan dapat membawa rasa keadilan bagi korban dan seluruh terdakwa."
"Gugatan di PTUN yang kami ajukan adalah upaya konstitusional yang sebenarnya disediakan oleh Negara."
"Namun, dengan segala pertimbangan dan kebesaran hati, Kami putuskan tidak menggunakan hak tersebut dan mencabut gugatan ini," lanjut Arman Hanis.
3. Video Viral Diduga Hakim Wahyu Imam Santoso
Diketahui, beredar video diduga Hakim Wahyu, Ketua Majelis Hakim kasus pembunuhan Brigadir J sedang curhat dengan seorang wanita di media sosial.
Dalam video itu, diduga Hakim Wahyu cerita soal kasus yang ditanganinya dengan terdakwa Ferdy Sambo kepada seorang wanita.
Video diunggah oleh akun TikTok @pencerahkasus.
Terlihat ada seorang pria diduga Hakim Wahyu memakai baju batik lengan panjang hitam, celana abu-abu dan sepatu hitam sedang duduk di sofa warna putih gading.
Tampak, diduga Hakim Wahyu sedang menerima telepon.
Setelah selesai berbincang melalui telepon, pria yang diduga Hakim Wahyu itu langsung melanjutkan diskusi dengan seorang wanita yang ada di dekatnya.
Namun, belum diketahui siapa wanita yang jadi teman diskusi diduga Hakim Wahyu tersebut.
"Bukan, masalahnya dia enggak masuk akal banget dia nembak pakai pistol Josua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja."
"Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan,” kata pria yang diduga Hakim Wahyu dikutip dari video pada Selasa (3/1/2023).
Kemudian, wanita yang menemani pria diduga Hakim Wahyu itu langsung menimpali curhatan soal perkara pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo.
“Betul, ah Mas Wahyu bilang gitu. Saya tidak butuh pengakuan. Betul, betul,” kata wanita misterius itu.
Lalu, pria yang diduga Hakim Wahyu itu melanjutkan obrolannya bahwa majelis hakim yang menangani perkara tersebut tak butuh pengakuan dari Ferdy Sambo.
"Saya enggak butuh pengakuan. Kita bisa menilai sendiri. Silakan saja saya bilang mau buat kaya gitu."
"Kemarin tuh sebenernya mulut saya sudah gatel, tapi saya diemin aja,” lanjut pria diduga Hakim Wahyu disambut tertawa wanita tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membenarkan video Wahyu Imam Santoso, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan wanita yang beredar di media sosial.
Sebab, Wahyu sudah diklarifikasi terkait video yang menjadi sorotan publik itu.
Dalam video yang beredar, pria diduga Hakim Wahyu sedang bahas kasus Ferdy Sambo dengan seorang wanita misterius.
Begitu diklarifikasi, Hakim Wahyu menyebut apa yang disampaikan kepada wanita misterius itu hanya normatif terkait ancaman hukuman kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Silakan dibaca release itu. Bahwa video ini hanyalah potongan atau editan yang ternyata setelah kami klarifikasi kepada beliau, telah tidak secara utuh menampilkan pernyataan,” kata Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto pada Jumat (6/1/2023).
Dalam pernyataan sebenarnya, kata Djuyamto, Hakim Wahyu hanya berbicara secara normatif yaitu terkait ancaman pidana pada pembunuhan berencana adalah pidana mati, seumur hidup maupun 20 tahun penjara.
“Narasi ataupun caption dalam tayangan video TikTok tersebut yang menyebutkan adanya pembocoran atau pengaturan putusan adalah sangat menyesatkan, karena persidangan perkara dimaksud masih tahap pembuktian. Sehingga, majelis hakim sama sekali belum membahas soal putusan,” ujarnya.
Diketahui, video diduga Hakim Wahyu sedang berobat ke dokter itu diunggah oleh akun instagram wanita bernama @dewinta231.
Namun, akun instagram itu saat ini terkunci.
Kemudian, akun TikTok @pencerahkasus juga mengunggah video diduga Hakim Wahyu lagi curhat kasus Ferdy Sambo ke wanita misterius.
Mahfud MD Sebut Ada Gerakan Bawah Tanah Ingin Vonis Ferdy Sambo Ringan
Seorang jenderal polisi bintang satu disebut-sebut menginginkan vonis ringan pada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo.
Hal itu dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Pihaknya mengatakan Brigadir Jenderal (Brigjen) tersebut diduga melakukan 'gerakan bawah tanah'.
Bahkan, diduga menginginkan Ferdy Sambo bebas dari jerat hukum.
Kini sosok Brigjen yang dikatakan Mahfud MD tersebut menjadi pertanyaan.
Mahfud MD menyebut Brigjen tersebut ingin mengintervensi putusan atau vonis terdakwa Ferdy Sambo.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Ferdy Sambo itu agar dengan huruf, tapi ada juga yang minta dengan angka."
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Ferdy Sambo dibebaskan dan ada yang ingin Sambo dihukum," kata Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Tuntutan 12 Tahun Bharada E Trending di Twitter, Mahfud MD: Kawal Terus
Namun, Mahfud MD menjamin Kejaksaan Agung tetap independen dan tak akan terpengaruh akan adanya intervensi dan gerakan-gerakan semacam itu.
Menurut Mahfud, hal itu sangat mungkin terjadi, terlebih pada kasus Ferdy Sambo yang banyak menarik perhatian orang.
Informasi soal Brigjen yang Dimaksud
Mahfud MD mengatakan Brigjen itu mendekati sejumlah pihak untuk diduga melakukan intervensi vonis, dan tujuannya agar Sambo dibebaskan.
Ia pun meminta pihak yang mengetahui siapa sosok aparat hukum berpangkat Brigjen yang dimaksud, agar memberi informasi pada dirinya.
"Saya bilang Brigjennya siapa, suruh sebut ke saya, nanti di sini saya punya Mayjen banyak kok."
"Kalau ada yang bilang dia seorang Mayjen yang mau menekan pengadilan atau Kejaksaan, di sini saya punya Letjen, jadi pokoknya (Kejaksaan) independen," jelas Mahfud.
Ferdy Sambo Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Sidang tuntutan dilakukan di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup," kata JPU dalam persidangan.
Ferdy Sambo dikatakan JPU telah melakukan pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Brigadir J.
Mendengar hal tersebut Ferdy Sambo langsung tertunduk.
Dua Strategi Perlawanan Ferdy Sambo Versi Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip
Awalnya saya melihat FS (Ferdy Sambo) ini terkesan tidak akan melakukan perlawanan ekstra.
Ala kadarnya saja.
Tapi kemudian secara sistematis dia kembangkan dua strategi perlawanan utama.
Pertama, atribusi ekternal.
Yaitu menyalahkan Yosua sebagai biang kerok yang sesungguhnya, yang kemudian dibalas FS dengan melakukan (dakwaan) pembunuhan berencana.
Kedua, ironi viktimisasi.
Yakni, FS dan PC geser posisi mereka bahwa mereka sejatinya adalah korban, korban yang melakukan pembelaan diri.
Heroik, ya.
Tapi seiring perjalanan waktu, FS tampaknya sadar bahwa dua strategi di atas akan patah dengan sendirinya karena klaim tentang pemerkosaan tidak akan pernah menjadi fakta hukum.
Justru sebaliknya dua strategi di atas malah seolah memasok alasan kepada hakim untuk memberatkan hukuman sekiranya FS nanti divonis bersalah.
Mutakhir dikembangkan strategi ketiga.
Yaitu diffusion of responsibility.
Artinya, FS menolak bertanggung jawab sendirian karena toh ada Eliezer di situ.
Sebaliknya, FS seakan siap bertanggung jawab asalkan Eliezer juga dikenakan tanggung jawab yang setara. Tiji tibeh.
Mati bareng.
Ini strategi yang "lebih baik" karena Eliezer masih ada sehingga memungkinkan bagi dilakukannya pengujian di ruang sidang.
Berlanjut sekarang FS juga berperkara di PTUN. Kelak, saya perkirakan, FS juga akan mengajukan banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Sepintas, lewat semua itu, FS terkesan sebagai sosok yang gigih.
Tapi FS semestinya waspada bahkan khawatir bahwa total attacking football yang kini dia mainkan justru bisa berdampak kontraproduktif.
Pertama, hakim akan memahami serangkaian manuver FS itu sebagai cerminan seorang terdakwa yang tidak menyesali perbuatannya.
Ini, sekali lagi, menyediakan justifikasi bagi hakim untuk memperberat sanksi pidana jika FS divonis bersalah.
Kedua, manuver hukum FS dapat menginspirasi para mantan bawahannya yang tersangkut obstruction of justice.
Konkretnya, bisa saja mereka nantinya mengajukan gugatan ganti rugi kepada FS.
Ganti rugi karena FS dianggap telah merusak bahkan menghancurkan karir mereka selaku personel polisi. Jadi, inilah cara para mantan anak buah FS menghukum langsung bekas atasan mereka.
Bayangkan, betapa besarnya ganti rugi yang harus FS gelontorkan apabila gugatan perdata dari sekian banyak eks bawahannya itu dikabulkan hakim.
Baca juga: Tanggapi Kesimpulan Jaksa, Reza Indragiri: Ferdy Sambo, Laporkan Perselingkuhan Istri Anda ke Polisi
Sisi lain, saya teringat perkataan tokoh psikologi Alfred Adler.
Bahwa di balik perilaku yang tampak superperkasa justru ada kerapuhan luar biasa.
Jadi, saya mencoba berempati.
Tidak tertutup kemungkinan, walau terlihat pantang menyerah dengan melakukan perlawanan total, FS ini sedang sangat tertekan batinnya.
Dengan asumsi seperti itu, saya ingin mewanti-wanti teman-teman di Kepolisian agar menjaga FS sebaik-baiknya. Jangan sampai dia melakukan tindakan fatal terhadap dirinya sendiri.
Jangan lupa, berdasarkan penelitian prevalensi orang yang mengakhiri hidup sendiri atau bunuh diri secara persentase di kepolisian lebih tinggi dibanding masyarakat umum. (tribun network/thf/Tribunnews.com)