Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PPP Pertanyakan Parameter Cak Imin yang Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus dari Pemerintahan

Arwani menjelaskan nantinya harus adan evaluasi terlebih dahulu apakah yang tak efektif jabatan gubernurnya atau justru pelaksana tugas gubernur itu

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in PPP Pertanyakan Parameter Cak Imin yang Usulkan Jabatan Gubernur Dihapus dari Pemerintahan
dok Tribunnews.com
Sekjen DPP PPP Arwani Thomafi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mempertanyakan parameter Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang meminta jabatan Gubernur dihapus.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP, Arwani Thomafi mengatakan Cak Imin harus punya parameter mengenai alasan jabatan gubernur harus dihapus yang dinilainya tidak efektif.

"Nah sekarang parameter tidak efektif itu siapa yang harus, standarnya seperti apa. Lah kalau nanti muncul banyak yang tidak efektif, apa harus dibubarkan semua? Ya kan, pertanyaannya itu," ujar Arwani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Arwani menjelaskan nantinya harus adanya evaluasi terlebih dahulu apakah yang tak efektif jabatan gubernurnya atau justru pelaksana tugas gubernur tersebut.

"Dievaluasi dulu, dilihat dulu yang tidak efektif itu jabatan Gubernurnya atau orangnya atau pelaksanaannya dan sebagainya. Jangan lalu setiap seperti seolah-olah tidak efektif lalu dibubarkan, ya kan. Kalau parameternya tidak efektif," tukasnya.

Baca juga: Profil M Arwani Thomafi, Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Bertugas di Komisi I DPR RI

Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menginginkan adanya perubahan sistem politik di Indonesia. Nantinya, Cak Imin ingin jabatan gubernur dihilangkan dari struktur pemerintahan.

Berita Rekomendasi

Cak Imin mengungkapkan kelemahan politik era reformasi yang kini semakin pragmatis.

Ia menuturkan bahwa politik terus berkompetisi tiada henti selama 24 jam.

"Salah satu kelemahan era reformasi yang paling mendesak diatasi adalah politik yang pragmatis, kompetisi yang tidak ada henti. Kelihatannya damai tapi kompetisinya tidak pernah berhenti 24 jam. Ini sistem yang melelahkan," kata Cak Imin dalam acara sarasehan nasional satu abad Nahdlatul Ulama (NU) di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (30/1/2023).

Dijelaskan Cak Imin, kondisi ini membuat pemilu kini semakin membutuhkan uang.

Dia bilang, uang akan menentukan perilaku pemilih dan kemenangan dalam Pemilu.

"Dimana pemilu yang pragmatis bahwa uang yang menentukan banyak hal dalam perilaku pemilu yang itu artinya masa depan kader-kader NU juga agak madesu, masa depan suram," jelasnya.

Cak Imin menambahkan bahwa hal ini berdampak besar terhadap aktivis-aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang ingin mendapatkan jabatan publik.

Sebab mayoritasnya, mereka tak memiliki uang untuk bersaing dalam kontestasi politik.

"Karena aktivis-aktivis NU yang selama ini bisa murah sampai bisa duduk jabatan-jabatan publik sekarang berhadapan dengan lapangan yang sangat pragmatis. Jadi kader kader yang mau nyaleg ini sudah membuat kita stress duluan karena  modalnya cekak, popularitasnya juga rendah," ungkapnya.

Dia pun mencontohkan kadernya Cucun Ahmad Syamsurijal yang kini harus berupaya meningkatkan elektabilitas demi bersaing dengan orang yang memiliki banyak uang.

"Kemarin pak haji Cucun baru jadi doktor bidang politik ekonomi dan ekonomi politik di UNPAD. Salah satu tujuannya apa? selain doktor ini, tujuannya meningkatkan elektoral. Elektabilitas sangking mahalnya bersaing itu loh. Nah ini sistem politik reformasi yang harus kita evaluasi total," jelasnya.

Cak Imin pun mengusulkan pemilihan langsung yang digelar hanya pemilihan presiden, bupati dan Walikota. Sementara itu, pemilihan gubernur nantinya tidak diperlukan lagi.

Bahkan, kata dia, Cak Imin mendukung jabatan Gubernur untuk dihilangkan dari struktural di pemerintahan. Sebab, jabatan itu disebut tidak lagi fungsional.

"Makanya PKB sih mengusulkan Pilkada hanya pemilihan langsung hanya Pilpres dan Pilbup dan Pilkota. Pemilihan gubernur tidak lagi karena melelahkan. Kalau perlu nanti Gubernur pun nggak ada lagi karena tidak terlalu fungsional dalam jejaring pemerintahan. Banyak sekali evaluasi," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas