Kesaksian Prabowo Soal Keberanian Jokowi Lawan Tekanan, Termasuk Saat WHO Minta Lockdown
Pada saat kasus Covid-19 melonjak tajam, Jokowi diminta untuk me-lockdown Indonesia. Namun Jokowi memilih untuk tidak melakukan lockdown
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto melontarkan pujiannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas keberhasilannya menghadapi Covid-19.
Prabowo bahkan bersaksi atas keberanian Jokowi dalam mengambil keputusan penting pada saat itu.
Jokowi berani mengambil keputusan saat banyak pihak menekannya, bahkan WHO sekalipun.
Sebagaimana diketahui, pada saat kasus Covid-19 melonjak tajam, Jokowi diminta untuk me-lockdown Indonesia.
Namun Jokowi memilih untuk tidak melakukan lockdown.
Ia justru membuat sistem buka-tutup pengaturan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) per wilayah.
Peraturan tersebut berhasil membawa Indonesia lolos dari bencana kefatalan akibat Covid-19.
Baca juga: Fahri Hamzah: IPK Indonesia Turun Bukan Tanggung Jawab KPK, Tapi Jokowi
"Setelah saya gabung dengan pemerintah yang dipimpin oleh Pak Joko Widodo saya menjadi saksi."
"Saya melihat betapa beliau bekerja keras untuk cita-cita yang sama dengan cita-cita kita (Gerindra)."
"Karena itulah saya mendukung beliau dan saya membela beliau sampai berhasil."
"Saya yakin pemerintahan beliau akan berhasil dan sudah memberi bukti."
"Kita harus berani mengatakan yang benar itu benar dan yang tidak benar itu tidak benar.
"Waktu Covid-19 mulai meletus (melonjak tajam) seluruh dunia panik. Saya juga saksi presiden kita ditekan oleh WHO, dan oleh tetangga-tetangga kita untuk lockdown total," jelas Prabowo dikutip dari tayangan Kompas Tv, Senin (6/2/2023).
Baca juga: Presiden Jokowi Tekankan Pentingnya Kebebasan Pers yang Bertanggung Jawab
Jokowi Ingat Perjuangan Melawan Covid-19
Sebelumnya, Jokowi sempat mengenang perjuangan pada saat Indonesia melawan Covid-19.
Ia dan petinggi pemerintahan pada saat itu sempat kewalahan menghadapi pandemi ini.
Pasalnya, belum ada kasus seperti ini yang membuat geger dunia.
Hal tersebut disampaikan Jokowi pada saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Tahun 2023, di Jakarta, Kamis (26/1/2023) dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, setkab.go.id.
"Kita ingat awal-awal dari WHO disampaikan, saya kan bertanya pada mereka (menyarankan untuk) 'Presiden tidak usah pakai masker awal-awal, yang pakai masker hanya yang batuk-batuk, yang kena saja', (tapi) tidak ada seminggu, semua harus pakai masker. Ternyata mereka bingung, kita juga bingung."
"Begitu sampai pada puncaknya, semua negara cari APD."
"APD semuanya cari, kita juga cari kemana-mana, tapi ternyata kita sendiri juga bisa berproduksi dan dikirim ke negara lain. Saking memang posisinya (pada saat itu), posisi semuanya bingung," jelas Jokowi.
Baca juga: Saat Jokowi Singgung Kasus Indosurya dan Minta OJK Awasi Lebih Detail Industri Jasa Keuangan
Bahkan Jokowi mengaku, pada saat itu pihaknya ditekan oleh keadaan dan orang di sekelilingnya yang meminta lockdown.
"Jadi, ini sebagai pengalaman ternyata kalau kita pengin semua kita ini bekerja, memang harus ditekan dulu."
"Ditekan oleh persoalan, ditekan oleh problem, ditekan oleh tantangan."
"Pada saat memutuskan lockdown atau enggak lockdown, rapat menteri 80 persen (mengatakan) 'Pak, lockdown', karena semua negara memang melakukan itu, (tekanan) dari DPR, dari partai semuanya (meminta) lockdown."
"Coba saat itu, misalnya kita putuskan lockdown. Hitungan saya dalam dua atau tiga minggu, rakyat kecil nggak bisa mencari nafkah, semuanya ditutup, negara tidak bisa memberikan bantuan kepada rakyat. Apa yang terjadi? Rakyat pasti rusuh."
"(Lalu) saya semedi tiga hari untuk memutuskan apa ini, apa kita harus lockdown atau tidak, karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini."
"Dan pada ditekan dari sisi pandemi, pada saat yang sama ditekan juga dari sisi ekonomi," jelas Jokowi.
Baca juga: Dorong Ekosistem Pers Berkeadilan, Jokowi Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Sehingga munculah PPKM yang dianggap sebagai solusi dari kerumitan keadaan pada saat Covid-19 merebak di Indonesia.
"Melakukan manajemen gas dan rem itu juga bukan sesuatu yang mudah."
"Begitu hitungan salah sedikit, ekonomi akan jatuh. Tetapi begitu gasnya terlalu kencang juga, pandeminya juga bisa naik."
"Itulah yang kita lakukan menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi yang semuanya menekan manajemen negara, tidak mudah," jelas Jokowi.
Hingga akhirnya Indonesia berhasil menangani kelonjakan kasus Covid-19 dan pemerintah mencabut PPKM di akhir tahun 2022.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)