Dituntut 10 Tahun Terkait Kasus Korupsi Alih Fungsi Lahan, Ini Respons Eks Bupati Inhu Raja Thamsir
JPU menuntut agar mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Riau, Raja Thamsir Rachman, dihukum 10 tahun penjara.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut agar mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) Riau, Raja Thamsir Rachman, dihukum 10 tahun penjara.
Selain itu, Raja Thamsir juga dituntut untuk membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menyebut Raja Thamsir Rachman terbukti turut serta dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Raja Thamsir diyakini terbukti melakukan korupsi terkait alih fungsi lahan di Indragiri Hulu, Riau.
Merespons tuntutan 10 tahun itu, Raja Thamsir Rachman melalui kuasa hukumnya, Handika Honggowongso, mengatakan bahwa tuntutan tersebut terlalu berat.
"Saat ini usia RTR itu hampir 75 tahun, jadi itu tuntuan terasa berat sekali, harusnya JPU mengajukan tuntutan bebas terhadap RTR. Sebab actus reus berupa pemberian izin lokasi dan izin usaha kebun sawit ke grup usaha Duta Palma adalah sudah benar, hal itu sesuai dengan keterangan ahli dan saksi yang dihadirkan JPU sendiri di persidangan," kata Handika melalui keterangan tertulis, Selasa (7/2/2023).
Adapun saksi yang dimaksud adalah Mulya Pradata dari Planologi Kementerian kehutanan dan Lingkungan Hidup; Prof. Subarudin M. Wood dari Badan Riset dan Inovasi Nasional; Prof. Bambang Heru Saharjo dari IPB; serta Herban Heyandana, Direktur Planologi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
"Dan juga berdasar peraturan berlaku dinyatakan izin lokasi dan izin usaha kebun sawit itu tidak berlaku sebagai izin pemanfaatan kawasan hutan, merupakan syarat adminitrasi untuk mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan ke Menteri Kehutanan dan syarat administrasi permohonan HGU ke BPN," kata Handika.
"Jadi, untuk menerbitkan izin lokasi dan izin usaha kebun sawit tidak perlu ada dulu pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Sebelum ada pelepasan dari Menteri Kehutanan dan terbit HGU belum boleh melakukan kegiatan pembangunan dan penanaman sawit, dan dalam izin perkebunan yang diberikan disyaratkan supaya mematuhi aturan di bidang kehutanan atau pemberesan hak tanah terlebih dahulu," tambahnya.
Terlebih jika dilihat dari perspektif tata ruang, sambung Handika, bahwa lokasi perkebunan Duta Palma Grup di atas menurut tata ruang wilayah Provinsi Riau yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 1994 berada di kawasan pengembangan perkebunan, sedang menurut menteri kehutanan berada di kawasan hutan industri dan APL.
Baca juga: Kasus Surya Darmadi: Eks Petinggi Dinas Kehutanan Ungkap Pertemuan dengan Bupati Indragiri Hulu
Ia mengatakan, jika dihubungkan dengan Perppu Cipta Kerja, terlihat JPU melakukan pembangkangan atas perintah UU/Perppu Cipta Kerja.
Sebab, aktivitas pembangunan dan penanaman sawit termasuk pembangunan pabrik pengolah kelapa sawit oleh perusahan perusahaa tersebut dimulai tahun 2009, setelah Raja Thamsir Rachman tidak menjabat Bupati Indragiri Hulu karena mengundurkan diri tahun 2008.
Handika menyebut, keterlanjuran pembangunan kebun sawit oleh perusahaan Duta Palma Grup atas perintah Pasal 110A dan 120B Perppu Cipta Kerja jo peraturan pelaksanaan penyelesainnya tidak boleh dituntut secara pidana termasuk dengan tipikor.
Melainkan harus diproses secara adminitrasi disertai kewajiban membayar dana reboisasi dan provinsi sumber daya hutan serta denda administrasi kepada negara.
"Tuntutan tersebut merupakan bukti jika JPU tidak hanya melakukan disobidensce (pembangkangan) perintah Perppu Cipta Kerja yang telah mendepenalisasi keterlanjuran pembangunan kebun sawit di kawasan hutan, tetapi juga mendestroy proses penyelesaian keterlanjutan pembangunan kebun sawit seluas 3,4 juta hektar oleh ribuan perusahaan di kawasan hutan secara adminitrasi oleh Kementerian Kehutanan. Jadi tuntutan JPU tersebut merusak kepastian dan kemanfaatan hukum yang diatur dan dituju dalam Perppu Cipta Kerja," katanya.
Diketahui, atas perbuatannya, jaksa menyatakan bahwa Raja Thamsir terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sekadar informasi, mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman, didakwa bersama-sama dengan Pemilik PT Duta Palma Groups, Surya Darmadi alias Apeng, telah merugikan negara dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit.
Keduanya didakwa oleh tim jaksa penuntut umum telah merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 (Rp4 triliun) dan 7.885.857 dolar AS serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 (Rp73 triliun).
Jaksa membeberkan, Surya Darmadi diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 (Rp7 triliun) dan 7.885.857 dolar AS sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Baca juga: Sidang Surya Darmadi: Duta Palma Group Kantongi 3 HGU Kebun Kelapa Sawit di Indragiri Hulu
Penghitungan kerugian negara itu merupakan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.
Sedangkan kerugian perekonomian negara akibat korupsi Surya Darmadi, sambung jaksa, mengacu pada Laporan Lembaga Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 24 Agustus 2022.