Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota DPR Sebut Ferdy Sambo Layak Dihukum Maksimal

Anggota DPR mengatakan Ferdy Sambo layak dihukum maksimal dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Anggota DPR Sebut Ferdy Sambo Layak Dihukum Maksimal
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan Ferdy Sambo layak dihukum maksimal dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal itu disampaikan Didik menjelang pembacaan vonis dari majelis hakim terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu.

Didik menyebut salah satu aspek terpenting dalam putusan hakim adalah pertimbangan berdasar keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping kemanfaatan bagi para pihak yang bersangkutan.

"Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara," kata Didik kepada wartawan, Senin (13/2/2023).

Baca juga: Majelis Hakim: Sangat Tidak Masuk Akal Jika Almarhum Yosua Didalilkan Pelaku Kekerasan Seksual

Didik menjelaskan bahwa pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam pemeriksaan di persidangan.

"Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa atau fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil," ucapnya

BERITA REKOMENDASI

Ia menegaskan hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya bahwa peristiwa atau fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga tampak adanya hubungan hukum antara para pihak.

Menurutnya, dalam memutus sebuah perkara, hakim harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti pokok perkara dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal, adanya analisis secara yuridis terhadap segala aspek menyangkut semua fakta atau hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

Kemudian, petitum penggugat harus dipertimbangkan atau diadili satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya dan dapat dikabulkan atau tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.

"Putusan hakim merupakan puncak klimaks dari suatu perkara yang sedang diperiksa dan diadili oleh seorang hakim," jelasnya.

Didik menuturkan putusan hakim pada akhirnya harus mengandung mengenai peristiwanya, apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.


Selain itu adalah keputusan mengenai hukumnya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan dapat dipidana.

Selanjutnya, keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat dipidana.

Lebih lanjut, Didik mengungkapkan bahwa dalam menjatuhkan vonis hakim harus mempertimbangkan faktor yuridis, yaitu UU dan teori-teori yang berkaitan dengan kasus atau perkara dan faktor non yuridis, yaitu melihat dari lingkungan dan berdasarkan hati nurani dari hakim itu sendiri.

"Atas dasar itu, jika kita mencermati secara seksama perjalan kasus Sambo, mulai dari dinamika penyidikan, penyelidikan, proses persidangan serta fakta-fakta persidangan, serta segala dinamikanya hakim layak untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal kepada Sambo," tegasnya.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut seluruh terdakwa.

Otak dari rencana pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Sementara sang istri yakni Putri Candrawathi dituntut pidana 8 tahun penjara.

Kepada Ferdy Sambo, jaksa tidak menemukan adanya hal yang meringankan serta tidak adanya alasan pembenar dan pemaaf dalam diri mantan Kadiv Propam Polri itu.

"Bahwa dalam persidangan pada diri terdakwa Ferdy Sambo tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa dalam tuntutannya yang dibacakan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal itu, terdakwa Ferdy Sambo harus diwajibkan menjalani pertanggungjawaban pidananya atas kasus tersebut.

Sehingga menurut jaksa, tidak ada dasar dari penuntut umum untuk membebaskan Ferdy Sambo dari jerat hukum.

"Bahwa Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo SH, S.iK MH harus lah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," tukas jaksa.

Sementara kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, jaksa menuntut pidana 12 tahun penjara.

Selanjutnya untuk kedua terdakwa lainnya yakni Bripka RR dan Kuat Ma'ruf sama-sama dituntut delapan tahun penjara.

Jaksa menyatakan, seluruh terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama yang membuat nyawa seseorang meninggal dunia sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan-tuntutan itu kemudian disanggah oleh para terdakwa melalui sidang agenda pembacaan pleidoi.

Secara umum, pleidoi para terdakwa memuat bantahan-bantahan atas kesimpulan JPU yang tertuang di dalam materi tuntutan.

Mereka juga memohon agar Majelis Hakim membebaskannya dari tuntutan.

Terkait pleidoi itu, jaksa juga melayangkan bantahan dalam replik.

Secara garis besar, jaksa menolak pleidoi para terdakwa karena dianggap tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa dalam persidangan pada Jumat (27/1/2023).

Sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua atau Brigadir J itu sudah memasuki tahap pembacaan vonis oleh Majelis Hakim untuk para terdakwa. Adapun para terdakwa yakni eks Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo, PC istri Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer. Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (13/2/2023) besok akan membacakan putusan vonis terhadap para terdakwa. Apakah Ferdy Sambo akan menerima hukuman seumur hidup? TRIBUNNEWS
Sidang kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua atau Brigadir J itu sudah memasuki tahap pembacaan vonis oleh Majelis Hakim untuk para terdakwa. Adapun para terdakwa yakni eks Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo, PC istri Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer. Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (13/2/2023) besok akan membacakan putusan vonis terhadap para terdakwa. Apakah Ferdy Sambo akan menerima hukuman seumur hidup? TRIBUNNEWS (TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA)
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas