Masa Depan dan Karier Polisi di Tangan Hakim, Ahli Psikologi Forensik Prediksi Vonis Richard Eliezer
Hakim bacakan vonis Richard Eliezer, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yang akan digelar Rabu (14/2/2023) mendatang.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan membacakan vonis Richard Eliezer, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yang akan digelar Rabu (14/2/2023) mendatang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) diketahui, menuntut Richard Eliezer dengan hukuman penjara selama 12 tahun.
Menurut Kejaksaan Agung, tuntutan tersebut telah mempertimbangkan status justice collaborator Richard Eliezer.
Terkait vonis besok, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyampaikan pendapatnya.
Reza meramal berapa kira-kira hukuman yang akan diberikan untuk Richard Eliezer.
Peneliti, ASA Indonesia Institute ini menjelaskan, pada sesi pertama persidangan, Eliezer langsung bersimpuh dan meminta maaf ke keluarga Yosua.
"Bahkan sebelum persidangan, Eliezer sudah mengakui perbuatannya," ujar Reza dalam keterangan yang diterima, Senin (14/2/2023).
Sampai di situ, tindak-tanduk Eliezer mirip dengan plea bargaining pada sistem Anglo Saxon.
"Artinya, tanpa menunggu proses sidang yang panjang, terdakwa buru-buru mengakui perbuatannya dan mengaku salah. Studi menyimpulkan, plea bargaining membuka ruang bagi peringanan sanksi secara nyata," kata Reza.
Saat menyampaikan nota pembelaan pribadi, Reza menilai isinya sangat bagus, terlebih dibandingkan pledoi pribadi Ferdy Sambo Sambo.
"Tapi riset menemukan, pledoi pribadi bukan sesuatu yang paling dinantikan hakim saat akan membuat putusan. Yang paling hakim tunggu adalah pledoi penasehat hukum terdakwa, disusul tuntutan jaksa. Jadi, pledoi pribadi Eliezer tampaknya tidak berdampak nyata bagi berat ringannya hukuman," kata Reza.
Selanjutnya rekomendasi status Justice Collaborator (JC) yang diberikan LPSK kepada Eliezer.
"Jika status disinonimkan dengan whistleblower, maka penelitian menemukan efek whistleblowing terhadap pemotongan hukuman," kata Reza.
Alhasil, hitung-hitungan di atas kertas, kira-kira Eliezer akan dihukum penjara berapa lama?
Baca juga: LPSK Harap Vonis Eliezer Besok Jadi Preseden Bagi Pelaku Kejahatan yang Bekerja Sama
"Hakim juga bisa menerapkan strategic model dalam putusan terhadap Eliezer. Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana menyelematkan karir Eliezer," katanya.
Menurutnya, saat menjabat Kapolri, Tito Karnavian sebenarnya sudah menetapkan batas hukuman pidana maksimal yang akan berlanjut dengan pemecatan personel Polri secara tidak hormat.
Yaitu, bagi Brotoseno jika dia dihukum di atas dua tahun penjara, dia akan dikeluarkan dari Polri.
"Nah, kalau itu dijadikan acuan, maka hukuman bagi Eliezer--jika dia divonis bersalah--maksimal dua tahun saja. Itulah batas hukuman jika hakim ingin menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri," kata Reza.
Daftar lengkap vonis 4 terdakwa di kasus pembunuhan Brigadir J
Berikut daftar vonis yang dijatuhkan hakim terhadap empat terdakwa, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal.
1. Ferdy Sambo
- Yang memberatkan: banyak
- Yang meringankan: tidak ada
Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan atau vonis hukuman pidana mati kepada terdakwa mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan ada banyak hal memberatkan yang menjadi pertimbangan sebelum menjatuhkan vonis terhadap Ferdy Sambo.
Sedangkan untuk hal yang meringankan, Hakim Wahyu menegaskan tidak ada hal meringankan dalam kasus ini.
Hakim Wahyu mengatakan hal itu dalam sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menimbang bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan," kata Hakim Wahyu.
Baca juga: Hakim Sebut Ricky Rizal Bisa Cegah Pembunuhan Brigadir J, Tapi Malah Dukung Rencana Sambo
Hal memberatkan pertama yakni Ferdy Sambo tega melakukan tindakan pidana ini terhadap ajudannya yang telah mengabdi padanya.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi kepadanya kurang lebih selama 3 tahun," jelas Hakim Wahyu.
Tidak hanya itu, perbuatan Ferdy Sambo juga menimbulkan duka yang mendalam pada keluarga Brigadir J.
"Perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka yang mendalam bagi keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat," tutur Hakim Wahyu.
Ferdy Sambo juga membuat masyarakat resah, karena kasus ini mendapatkan sorotan secara luas.
"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat," papar Hakim Wahyu.
Sebagai aparat penegak hukum yang memiliki posisi sebagai Kadiv Propam Polri saat itu, Ferdy Sambo juga tidak menunjukkan perbuatan yang dapat diteladani.
"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri, yaitu Kadiv Propam Polri," tegas Hakim Wahyu.
Perbuatan suami Putri Candrawathi ini juga telah mencoreng nama baik Institusi Polri yang mendapatkan sorotan secara internasional.
- Yang memberatkan: Istri petinggi Polri, berbelit- belit, memposisikan sebagai korban
- Yang meringankan: Tidak ada
Dalam putusannya majelis hakim menyatakan, Putri Candrawathi melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
"Menyatakan terdakwa Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP," kata majelis hakim Wahyu.
Diketahui, putusan ini lebih berat dibandingkan tuntutan dari jaksa yang menuntut Putri Candrawathi dengan pidana 8 tahun penjara.
Dalam menjatuhkan vonis 20 tahun kepada Putri, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan membeberkan beberapa poin yang menjadi pertimbangan, yakni hal yang memberatkan dan meringankan.
Dalam hal yang memberatkan, majelis hakim menilai pernyataan Putri Candrawathi telah mencoreng nama baik organisasi istri Polri.
"Terdakwa selaku istri seorang Kadiv Propam Polri sekaligus pengurus besar Bhayangkari sebagai Bendahara Umum seharusnya menjadi teladan dan contoh anggota Bhayangkari lainnya sebagai pendamping suami," kata anggota Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Alimin Ribut Sujono.
"Perbuatan terdakwa mencoreng nama baik organisasi para istri Bhayangkari," sambungnya.
Tak hanya itu, sikap Putri Candrawathi yang berbelit dalam persidangan juga menjadi pemberat majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
Putri juga disebut majelis hakim malah memposisikan diri selalu menjadi korban dalam perkara ini.
"Terdakwa berbelit- belit dan tidak berterus terang dalam persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan. Terdakwa tidak mengakui kesalahannya dan justru memposisikan dirinya sebagai korban," kata Hakim Alimin.
Atas perbuatan Putri Candrawathi ini, majelis hakim juga menyatakan banyak anggota polri atau personel polri yang turut terlibat. Sehingga, perbuatan Putri Candrawathi disebut telah merugikan beberapa pihak.
"Perbuatan terdakwa telah berdampak dan menimbulkan kerugian yang besar berbagai pihak baik materil maupun moril bahkan memutus masa depan banyak personel anggota kepolisian," kata Hakim Alimin.
Sementara, untuk hal meringankan, majelis hakim menyebut tidak menemukan adanya alasan tersebut dalam diri Putri Candrawathi.
3. Kuat Maruf
Yang memberatkan: Tidak sopan di persidangan, berbelit-belit
Yang meringankan: Punya tanggungan keluarga
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pidana terhadap terdakwa Kuat Maruf atas perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam sidang putusan yang dibacakan, pada Selasa (14/2/2023) itu Kuat Maruf divonis pidana penjara 15 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Maruf dengan pidana 15 thun penjara," kata ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso dalam amar putusannya.
Hakim Wahyu menyatakan perbuatan Kuat Maruf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Kuat Maruf bersalah melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer dari jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam amar putusannya, Hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dalam pertimbangan untuk menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa Kuat Maruf.
Hakim menilai Kuat tidak sopan di muka majelis selama persidangan. Serta kerap berbelit saat menyampaikan pengakuannya kepada para hakim.
"Terdakwa tidak sopan dalam persidangan. Berbelit-belit dalam persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan, terdakwa tidak mengakui salah dan memposisikan diri sebagai orang yang tidak tahu dalam perkara ini. Terdakwa tidak menyesali perbuatannya," urai hakim.
Sementara itu, hal yang meringankan pada diri terdakwa Kuat Maruf. "Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," lanjutnya.
Menanggapi hal itu, pengacara dari Kuat Maruf, Irwan Irawan merasa apa yang disampaikan hakim soal hal memberatkan itu mengada-ada.
Dia pun tidak terima mengapa kliennya disebut tidak sopan padahal selama jalannya persidangan selalu menjalankan etika persidangan dengan baik.
"Ini adalah hal yang mengada-ada, klien kami dianggap tidak sopan sepanjang mengikuti persidangan," heran Irwan.
Karena alasan itu, Irwan mengaku siap melakukan upaya banding atas vonis 15 tahun penjara terhadap kliennya.
4. Ricky Rizal
Yang memberatkan: Berbelit-belit, mencoreng citra Polri
Yang meringankan: Punya tanggungan keluarga
Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan vonis pidana 13 tahun penjara kepada terdakwa Ricky Rizal dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023), Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan bahwa Ricky Rizal terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan pembunuhan berencana.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ricky Rizal Wibowo melaukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana," kata Hakim Wahyu.
Hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang dianggap memberatkan hukuman Ricky.
Salah satunya, ajudan Ferdy Sambo itu dinilai berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan.
"Terdakwa sampai dengan pemeriksaan perkara ini selesai masih berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangannya di persidangan sehingga sangat menyulitkan jalannya persidangan," kata Majelis Hakim Ketua, Wahyu Imam Santoso, dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).
Tak hanya itu, perbuatan brigadir polisi kepala (bripka) itu juga dinilai mencoreng citra Polri.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik institusi kepolisian," ujar hakim.
Pada saat bersamaan, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang dinilai meringankan hukuman, di antaranya, Ricky masih mempunyai tanggungan menghidupi keluarga.
"Terdakwa diharapkan masih bisa memperbaiki perilakunya di kemudian hari," ujar hakim.
Kendati demikian, menurut hakim, tidak ditemukan adanya alasan pemaaf maupun pembenar yang dapat menghilangkan sifat melawan hukum perbuatan atau menghapuskan kesalahan Ricky.
Reaksi Ricky Rizal
Selepas persidangan agenda pembacaan putusan tersebut, Kuasa hukum Ricky Rizal, Erman Umar mempertanyakan penilaian majelis hakim terkait terdakwa yang menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak Yosua, tapi mengamini untuk membackup atau membantu.
Padahal menurut Erman, kliennya sama sekali tidak mengamini untuk membantu Ferdy Sambo terkait rencana menembak Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Kok dibilang menembak dia nggak mau, tapi membackup seolah mengiyakan. Nggak ada dia mengiyakan," kata Erman usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023).
"Dan juga kejadian backup itu apa?" tanya Erman.
Menurutnya, pertimbangan hukum yang disampaikan hakim terlalu dangkal karena mengambil fakta hukum yang berdasar, serta menyebut Ricky Rizal seolah sengaja bersekongkol dengan atasannya, Ferdy Sambo untuk membunuh Yosua.
"Jadi bukan seolah bersekongkol, sengaja, itu saya merasa sangat dangkal dari mana itu mengambil fakta hukum," ungkap dia.
"Tapi okelah kita hargai bagaimanapun hakim mempunyai kewenangan punya keyakinan sendiri, kita nggak bisa berbuat apa-apa," ucap Erman.
Berkenaan dengan itu dan atas permintaan Ricky Rizal, tim hukum terdakwa akan mengajukan banding atas putusan hakim. (*)