Yasonna Laoly Tegaskan KUHP Baru Bukan untuk Loloskan Ferdy Sambo dari Hukuman Mati
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bicara soal KUHP baru dikaitkan dengan vonis terdakwa Ferdy Sambo.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan, disahkannnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru bukan untuk meloloskan vonis mati Ferdy Sambo.
Hal tersebut disampaikan Yasonna saat berkunjung ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (16/2/2023).
Sebagaimana diketahui, KUHP baru atau KUHP nasional telah disahkan oleh DPR RI pada 6 Desember 2022 lalu dan akan berlaku pada 2026.
Disahkannya KUHP baru dinilai bisa berpengaruh pada hukuman pidana mati Ferdy Sambo.
Dalam Pasal 100 KUHP baru dijelaskan, hakim bisa menjatuhkan vonis mati dengan masa percobaan 10 tahun.
Jika dalam 10 tahun terpidana berkelakuan baik dan menyesali perbuatannya, maka vonis mati diganti dengan penjara seumur hidup.
Baca juga: Kejagung Sebut Aturan Pidana Mati di KUHP Baru Tak Akan Berlaku Bagi Ferdy Sambo
Yasonna menegaskan, ketentuan hukuman mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup sudah dirancang jauh sebelum adanya kasus Ferdy Sambo.
"Waduh itu dibahas jauh sebelum ini."
"Jadi itu berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), pelaksanaan hukuman mati itu tidak absolut," kata Yasonna, dikutip dari tayangan Kompas TV, Jumat (17/2/2023).
Yasonna mengaku heran ada isu mengenai KUHP baru yang dinilai disahkan untuk menguntungkan Ferdy Sambo.
Ia pun menegaskan, KUHP nasional yang baru disahkan itu bukan untuk memberi ruang kepada Ferdy Sambo.
Menurutnya, pelaksanaan hukuman mati nantinya jadi bisa memberikan kesempatan terhadap terdakwa untuk mempertahankan hak hidupnya.
Baca juga: Soal Bisa atau Tidaknya KUHP Baru Jadi Juru Selamat Ferdy Sambo dari Vonis Mati, Ini Kata Para Tokoh
"Jadi bukan berarti ini untuk meloloskan, ini jauh dari Sambo sudah dibahas. Gila saja cara berpikirnya," tegasnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, juga membantah soal isu KUHP baru sengaja disahkan untuk meloloskan terdakwa Ferdy Sambo.
Mahfud membantah tudingan tersebut, melalui akun Twitter pribadinya @mohammadmahfudmd pada Kamis (16/2/2023).
Mahfud menuturkan, hukuman mati bisa diubah menjadi hukuman seumur hidup sudah dirancang jauh sebelum adanya kasus Ferdy Sambo.
Hal tersebut, ditegaskan Mahfud MD menanggapi video potongan tentang penjelasan hukuman mati di KUHP baru oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Video lama Wamenkumham tersebut, dikaitkan dengan vonis mati Ferdy Sambo.
Video itu, diberi keterangan 'ketika Sambo mau dihukum mati, mereka gerak cepat merevisi undang-undang hukuman mati proses kilat'.
"Ini seperti fitnah kepada Mendagri dan Wamenkum-HAM."
"Nyatanya draf isi RKUHP bahwa hukuman mati bisa diubah seumur hidup sudah disepakati bertahun-tahun sebelum ada kasus Sambo," tulis Mahfud dalam akun Twitter pribadinya.
Mahfud juga mengatakan, ketika peraturan baru akan diterapkan dalam sebuah vonis, maka harus dicantumkan dalam amar putusan majelis hakim.
"Lagi pula RKUHP baru berlaku 3 tahun lagi. Dan menurut RKUHP itu perubahan hukuman harus ada dalam vonis hakim. Di vonis tidak ada kok."
Kejagung Sebut KUHP Baru Tak Berlaku di Kasus Ferdy Sambo
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyebutkan aturan pidana terkait masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati di KUHP baru tidak akan berlaku bagi Ferdy Sambo.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana menyatakan, penegak hukum terikat terhadap hukum yang masih berlaku saat ini.
"Kita ini penegak hukum itu terikat pada hukum positif yang berlaku saat ini," ujar Fadil, Kamis (16/2/2023)..
Meski demikian, Fadil menyatakan, Ferdy Sambo memiliki kesempatan untik banding hingga grasi untuk memprotes hukuman mati yang diketok oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.
"Terdakwa mempunyai hak untuk melakukan banding, kasasi, bahkan sampai PK dan grasi."
"Ini suatu upaya hukum yang disediakan oleh UU, itu terdakwa boleh menggunakan," kata Fadil.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Igman Ibrahim)
Simak artikel lainnya terkait Kasus Brigadir J