Soal Status Richard Eliezer di Polri, LPSK: Sepenuhnya Kami Serahkan ke Institusi Kepolisian
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Polri.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Richard Eliezer yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kini telah divonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun banyak yang menilai bahwa hukuman pidana ringan itu akan membawanya 'kembali bergabung dengan institusi Polri'.
Lalu bagaimana tanggapan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait isu ini?
Baca juga: Richard Eliezer Dinilai Tidak akan PTDH dan Berpotensi Besar Kembali Ke Polri
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Polri.
Karena itu merupakan wewenang Polri sebagai tempat Eliezer berdinas.
"Soal Eliezer apakah diterima kembali di Kepolisian atau tidak, kami sepenuhnya menyerahkan hal itu kepada institusi kepolisian ya," kata Edwin, dalam tayangan Kompas TV, Senin (20/2/2023).
Menurutnya, tentu Polri memiliki mekanisme khusus dalam memutuskan hal ini melalui sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang akan digelar dalam waktu dekat.
"Karena tentu ada mekanisme etik disiplin nanti yang akan memutuskan apakah Eliezer akan tetap sebagai anggota Polri ataukah berakhir," jelas Edwin.
Baca juga: Selalu Temani Selama Persidangan, Anggota LPSK Ini Blak-blakan soal Sifat Asli Richard Eliezer
Kendati demikian, menurut pandangannya pribadi, kejujuran Richard mungkin saja menjadi pertimbangan khusus terkait masa depan pemuda itu di Korps Bhayangkara.
Karena ia berani membongkar kasus yang 'diotaki' oleh mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo yang sebelumnya berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) yakni 'Jenderal bintang dua'.
"Tetapi memang di luar soal itu, sebagai pendapat pribadi, mungkin dipertimbangkan atas situasi di mana Eliezer ini mendapatkan dukungan itu, karena kejujurannya. Karena dia berpangkat rendah, berhadapan dengan pelaku yang pangkatnya lebih tinggi dibanding dia (yakni Ferdy Sambo)," papar Edwin.
Jika mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 17 Tahun 2011 yang direvisi menjadi Perkap Nomor 7 Tahun 2022, sanksi berat Pemberhentian Tidak Dengn Hormat (PTDH) dapat diberlakukan pada personel Polri yang mendapatkan hukuman pidana tahanan 5 tahun dan divonis 3 tahun yang sudah berketetapan hukum (inkrah).
Penasihat Ahli Kapolri Irjen Purnawirawan Aryanto Sutadi mengatakan bahwa Richard berpeluanh besar kembali bergabung ke Korps Bhayangkara.
Karena vonis yang dijatuhkan padanya hanya 1 tahun 6 bulan penjara, putusan yang ia anggap kategori cukup ringan.
"Kalau menurut saya ya, sangay besar sekali peluangnya bisa kembali. Hkumannya kan cuma 1 tahun 6 bulan, berarti dia tidak termasuk kategori yang paling berat," kata Aryanto, dalam tayangan Kompas TV.
Ia pun menilai Richard Eliezer tidak akan terkena PTDH dalam sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang akan digelar dalam waktu dekat.
Baca juga: Richard Eliezer Berpeluang Gabung LPSK, Dimintai Kontribusinya untuk Tangani Kasus Serupa
"Tidak kena PTDH," jelas Aryanto.
Aryanto kemudian menjelaskan bahwa jika dilihat dari kode etik, maka penjatuhan PTDH dilakukan pada polisi yang 'sudah tidak layak untuk dipertahankan di institusi tersebut'.
"Sekarang kalau kita berpikir pada aturan, kode etik, kode etik itu menjatuhkan PTDH itu kepada polisi yang memang sudah tidak pantas untuk dipertahankan di lingkungan kepolisian," tegas Aryanto.
Penasihat Hukum terdakwa Richard Eliezer, Ronny Talapessy sebelumnya mengatakan kliennya berharap dapat kembali berdinas di Korps Brimob Polri, setelah selesai menjalani masa hukumannya di penjara.
Untuk diketahui, Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan atau vonis paling ringan terhadap Richard dibandingkan dengan 4 terdakwa lainnya dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 15 Februari lalu, Richard divonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
"Adalah harapan dari Richard Eliezer untuk kembali berdinas menjadi Brimob," kata Ronny, dalam tayangan Kompas TV.
Menurutnya, Richard merasa bangga jika bisa bergabung kembali nantinya di tempat berdinasnya sebelum terlibat kasus pembunuhan berencana yang 'diotaki' mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
"Itu adalah kebanggaan Richard Eliezer," jelas Ronny.
Dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu ini, terdakwa Richard Eliezer divonis pidana sangat ringan yakni 1 tahun 6 bulan penjara.
Baca juga: Tetap Beri Perlindungan Terhadap Bharada E, LPSK: Akan Ada Petugas LPSK Dekat Sel Richard
"Menjatuhkan terhadap terdakwa pidana 1 tahun 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, dalam sidang vonis yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Sedangkan pada 14 Februari lalu, Hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis 13 tahun penjara terhadap terdakwa Ricky Rizal.
Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan JPU yakni 8 tahun penjara.
Sebelumnya pada hari yang sama, Majelis Hakim pun menjatuhkan vonis pidana 15 tahun penjara terhadap Kuat Ma'ruf.
Hakim Wahyu juga menjatuhkan vonis pidana mati terhadap aktor intelektual kasus ini yakni Ferdy Sambo pada 13 Februari lalu.
Vonis ini tentunya melebihi tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Ferdy Sambo yakni pidana penjara seumur hidup.
Terkait vonis ini, keluarga Brigadir J pun menyambut baik putusan Majelis Hakim.
Dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023), terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang duplik.
Kemudian pada Jumat (27/1/2023) lalu, terdakwa Ferdy Sambo telah menjalani sidang replik yang berisi penolakan JPU terhadap pledoi dirinya.
Lalu pada Senin (30/1/2023), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang replik yang berisi jawaban dari JPU terhadap permintaan terdakwa Richard untuk bebas dari segala tuntutan.
Pada hari yang sama pula, terdakwa Putri Candrawathi pun menjalani sidang replik.
Sementara itu dalam sidang lanjutan yang digelar pada 17 Januari lalu, JPU menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.
Baca juga: Soal Nasib Richard Eliezer Sebagai Anggota Polri, Ini Respons Pengacara
Ferdy Sambo pun telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada 24 Januari lalu.
Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.
Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.
Baik Putri Candrawathi maupun Richard Eliezer telah menyampaikan pledoi pada 25 Januari lalu.
Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara, keduanya juga telah menyampaikan pledoi pada 24 Januari lalu.
Lima terdakwa pun menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Brigadir J saat persidangan berlangsung.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.
Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.