Profil Benny Mamoto yang Awasi Sidang Etik Bharada E, Jabat Ketua Harian Kompolnas
Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, akan menjadi pengawas eksternal sidang etik Bharada E, Rabu (22/2/2023). Simak profilnya.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Suci BangunDS

TRIBUNNEWS.com - Simak profil Benny Mamoto, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), yang mengawasi jalannya Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Richard Eliezer (Bharada E), Rabu (22/2/2023).
Tak sendirian, Benny Mamoto ditemani Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menjadi pengawas eksternal sidang etik Bharada E.
"Sidang ini juga dihadiri oleh Anggota Kompolnas Pak Benny Mamoto dan Ibu Poengky," ungkap Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, Rabu.
Sidang ini digelar untuk menentukan nasib Bharada E di Polri, pasca-vonis satu tahun enam bulan penjara terkait kasus pembunuhan Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Diketahui, sidang etik Bharada E hari ini digelar secara tertutup.
Selain diawasi Kompolnas, ada delapan saksi yang dihadirkan dalam sidang etik Bharada E.
Baca juga: Bharada E Jalani Sidang Etik, Polri Harap Hari ini Sudah Ada Keputusan
Terkait hasilnya, Ramadhan mengatakan akan disampaikan begitu sidang etik selesai digelar.
"Kita akan sampaikan hasilnya nanti dan Insyaallah mudah-mudahan sore ini atau tergantung pelaksanaannya, tapi mudah-mudahan hari ini sudah ada keputusan," terangnya.
Lantas, seperti apa profil Benny Mamoto?
Profil Benny Mamoto

Dikutip dari TribunnewsWiki.com, pria yang bernama lengkap Benny Josua Mamoto ini lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada 7 Juni 1957.
Ia merupakan pensiunan Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua, Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol).
Benny Mamoto adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol), saat masih bernama AKABRI, tahun 1977.
Tak hanya itu, ia juga lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana tahun 1993.
Setelahnya, pada 2002, Benny Mamoto meraih gelar S2 Kajian Ilmu Kepolisian dari Universitas Indonesia (UI).
Ia kemudian meraih gelar S3 dari UI dengan ilmu yang sama.
Karier Benny Mamoto di kepolisian termasuk cemerlang.
Pada 2005, ia pernah dipercaya untuk memimpin operasi pembebasan sandera di Filipina oleh kelompok Abu Sayyaf, dilansir TribunJateng.com.
Benny diketahui pernah menjadi penyidik Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Baca juga: Berbaju Dinas Lengkap, Nasib Bharada E Ditentukan Tiga Perwira Berpangkat Kombes
Selama menjadi penyidik Densus 88, ia kerap terlibat dalam operasi penggerebekan dan penyidikan terduga teroris.
Dilansir TribunManado.com, Benny pernah menyelidiki kasus bom di KBRI Paris hingga kasus teror di Pakistan.
Benny diketahui pernah menjabat sebagai Kepala Unit I/Keamanan Negara Separatis, Dit I Bareskrim Polri, Wakil Direktur II/Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, hingga Wakil Sekretaris NCB-Interpol Indonesia.
Ia juga pernah berkarier di lingkungan pemerintahan dengan menjabat sebagai Direktur Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2009.
Tiga tahun setelahnya, ia menjabat sebagai Deputi Pemberantasan Narkotika BNN.
Jabatan itu menjadi jabatan terakhir Benny sebelum akhirnya pensiun pada 2013.
Selama berkarier di kepolisian, Benny meraih beberapa tanda jasa, di antaranya adalah:
- Satya Lencana Kesetiaan 8 tahun;
- Satya Lencana Kesetiaan 16 tahun;
- Satya Lencana Kesetiaan 24 tahun;
- Bintang Bhayangkara Nararya;
- Bintang Bhayangkara Nararya (prestasi).
Pada 2015, Benny Mamoto menjajal peruntungan di dunia politik.
Ia maju dalam Pemilihan Gubernur 2015 Sulawesi Utara bersama David Bobihoe dengan diusung Golkar, namun berujung gagal.
Baca juga: Delapan Orang Saksi Dihadirkan dalam Sidang Etik Bharada E
Benny juga pernah maju Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lewat partai NasDem.
Tetapi, upaya terjun ke dunia politik tersebut lagi-lagi menemui kegagalan.
Tahun 2020, Benny ditunjuk sebagai Ketua Harian Kompolnas berdasarkan rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Pernah Di-bully Terkait Kasus Brigadir J

Saat awal kasus pembunuhan Brigadir J muncul pada Juli 2022, Benny Mamoto menilai tak ada kejanggalan dalam tewasnya ajudan Ferdy Sambo itu.
Hal ini disampaikan Benny setelah ia mendengar pernyataan dari tim penyidik Polres Jakarta Selatan dan melihat bukti serta foto-foto yang ada.
Kala itu, ia juga menyebut Brigadir J tewas ditembak karena telah melecehkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Ketika skenario pembunuhan Brigadir J terbongkar, Benny Mamoto di-bully.
Ia bahkan diminta mundur dari Kompolnas.
Salah satu desakan yang meminta Benny mundur, datang dari anggota DPR RI, Desmond Mahesa.
Saat hadir menjadi bintang tamu dalam acara Rosi di KompasTV pada Agustus 2022, Benny menyampaikan penyesalannya.
Ia mengaku telah menjadi korban skenario Ferdy Sambo.
"Lain lagi kalau saya men-create skenario, punya tujuan tertentu. Lha saya kan korban."
"Saya korban, sekarang saya dipaksa untuk mundur untuk mengikuti kemauan orang," katanya kala itu, dikutip dari Surya.co.id.
Baca juga: Kompolnas Yakin Bharada E Aman jika Kembali ke Polri: Solidaritas Brimob Sangat Tinggi
Benny pun meminta maaf atas pernyataannya soal kasus Brigadir J yang membuat gaduh publik.
Ia menegaskan, dirinya tak ada niat untuk membohongi masyarakat.
Bahkan, Benny merasa dirinya telah dipermalukan akibat termakan skenario Ferdy Sambo.
"Ini berbeda kalau saya punya niat, berarti saya bekerja sama. Tetapi, dengan kegaduhan ini tidak ada salahnya saya minta maaf meskipun saya jadi korban, saya dipermalukan."
"Kalau kegaduhan ini dianggap gara-gara saya. Oke, terima kasih, saya mohon maaf. Saya memaklumi kemarahan itu, tapi itu bukan niat saya," tegasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Danang Triatmojo, TribunnewsWiki.com/Rakli Almughni, TribunManado.com/Arthur Rompis, Surya.co.id)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.