Banding Ditolak, Mantan Kepala BPN DKI Divonis 3,5 Tahun Penjara
Jaya dinyatakan hakim terlibat kasus patgulipat tanah di daerah Cakung, Jakarta Timur, sehingga merugikan pemilik tanah senilai Rp600 miliar.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya (63).
Atas putusan itu, Jaya tetap dihukum 3,5 tahun penjara.
Jaya dinyatakan hakim terlibat kasus patgulipat tanah di daerah Cakung, Jakarta Timur, sehingga merugikan pemilik tanah senilai Rp600 miliar.
Baca juga: Terjadi Bentrokan Warga Soal Sengketa Lahan di Mamuju, Satu Orang Tewas, Dua Lainnya Luka-luka
Hal itu tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang diketuai hakim Nelson Pasaribu.
"Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta pada 30 September 2019 bertempat di Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Nomor 13/PBT/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 yang isinya tentang pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya 38 Hak Guna Bangunan (HGB)," ucap majelis tinggi PT DKI Jakarta yang dilansir dari situsnya, Senin (27/2/2023).
Bermodal SK Nomor 13/PBT/BPN.31/IX/2019 itu, Abdul Halim mengajukan sertifikasi hak milik di atas lahan PT Selve Veriate ke Kantor Pertanahan Jakarta Timur.
Jaya kemudian mengarahkan bawahannya sedemikian rupa sehingga hak tanah itu beralih kepada Abdul Halim.
"Terdakwa membuat dan menandatangani SK tersebut seolah-olah ada permintaan dari saksi Sofyan Djalil (eks Menteri Agraria/BPN, Red) melalui chat/pesan khusus sedangkan hal tersebut tidak benar sama sekali adanya permintaan/perintah dari saksi Sofyan Djalil tersebut," ujar majelis.
Perbuatan Jaya dinilai bertentangan dengan hukum yang berlaku atau dapat dikatakan adalah tidak sah.
Akan tetapi dengan surat keputusan tersebut digunakan Jaya untuk membatalkan 38 HGB PT Salve Veritate dan selanjutnya oleh Abdul Hakim digunakan untuk permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lokasi tanah menjadi atas namanya sendiri.
Baca juga: Kunjungi Blora, Menteri Hadi Tjahjanto Janji Rampungkan Sengketa Lahan Seluas 81,35 Hektare
"Sehingga akibatnya PT Salve Veritate mengalami kerugian yang ditaksir sebesar kurang lebih Rp600.000.000.000," tutur majelis.
Jaya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum. Jaksa menuntut Jaya selama lima tahun penjara.
Pada 15 Desember 2022, PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara kepada Jaya karena terbukti melakukan tindak pidana membuat surat palsu.
Jaksa dan Jaya tidak terima dan sama-sama mengajukan banding. Apa kata PT Jakarta?
"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 15 Desember 2022 Nomor 545/Pid.B/2022/PN.Jkt.Pst., yang dimintakan banding tersebut," ujar anggota majelis Mulyanto dan Chrisno Rampalodji.
Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. Sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan.
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian dan dianggap tidak menjalankan sistem pemerintahan yang baik.
Baca juga: KPK Tetapkan Eks Kakanwil BPN Riau M Syahrir Tersangka TPPU
Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, sudah berusia lanjut, dan sudah mengabdi selama 38 tahun di kantor pertanahan.
Kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan Jaya ini, merupakan buntut dari sengketa lahan di Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur pada 2019-2020 lalu.
Jaya dianggap melanggar Pasal 263 KUHP karena membuat surat palsu yang menimbulkan kerugian.
Jaya dinilai telah melakukan pembuatan surat palsu atau memalsukan surat yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal.
Perbuatan itu dilakukan dengan maksud menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian.
Surat palsu itu berkaitan dengan surat pembatalan 20 SHM atas nama Benny Simon Tabalujan, serta 38 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Salve Veritate.
Pembatalan itu dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 pada 2019 lalu.
Pascapembatalan tersebut, Jaya lantas menerbitkan SHM atas nama Abdul Halim di atas hak SHGB tersebut.
Baca juga: Menteri ATR/BPN Pastikan Masalah Ganti Rugi Lahan Tol Demak-Semarang Rampung Pekan Ini
Saat dihadirkan pada persidangan Jumat (28/10/2023), Abdul Halim yang kini berstatus tersangka dugaan pemalsuan dokumen dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Bareskrim Polri, mengaku telah menjual tanah sengketa tersebut kepada pihak PT Temas Tbk dengan harga Rp200 miliar.