KGSB: Bimbingan Konseling Bantu Gali Potensi Anak Berkebutuhan Khusus
Ruth Andriani, mengatakan pihaknya berupaya memfasilitasi tenaga pendidik dan orangtua meningkatkan pemahaman terkait anak berkebutuhan khusus (ABK).
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Founder Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB), Ruth Andriani, mengatakan pihaknya berupaya memfasilitasi tenaga pendidik dan orangtua meningkatkan pemahaman terkait anak berkebutuhan khusus (ABK).
Peran orangtua yang positif berpengaruh terhadap penyelenggaraan sekolah inklusi.
Dirinya mengatakan ABK bersama keluarga turut membutuhkan pendampingan konseling.
"Selain anak berkebutuhan khusus, keluarga dari anak berkebutuhan khusus juga membutuhkan pendampingan konseling yang tepat agar dapat mendukung anaknya secara maksimal," ucap Ruth melalui keterangan tertulis, Kamis (7/3/2023).
Hal tersebut diungkapkan oleh Ruth dalam Webinar Konseling Bagi Keluarga dan Anak Berkebutuhan Khusus.
Layanan konseling, kata Ruth, dapat menggali bakat serta kemampuan yang dimiliki ABK.
Menurut Ruth, ABK juga memiliki kelebihan yang positif dan potensial.
Baca juga: Peduli Kesehatan Mental, Coba Layanan Konseling Psikolog Gratis Ini
"Karena layanan bimbingan konseling bagi ABK bertujuan agar anak dapat mencapai penyesuaian dan perkembangan yang optimal sesuai dengan kemampuannya, bakat, dan nilai-nilai yang dimilikinya. Mengingat setiap anak memiliki kelebihan dan keunikan tersendiri," ujar Ruth.
Sementara itu, Founder Rumah Guru BK, Ana Susanti M.Pd. CEP, CHt mengatakan kendala sekolah reguler yang baru menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah mengidentifikasi ABK yang terdapat di sekolah mereka.
Identifikasi ABK menjadi sebuah cara untuk mengetahui kondisi kelainan atau penyimpangan seorang anak, yakni seperti kelainan fisik, intelektual, sosial, emosional dan atau sensoris neurologis dengan membandingkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang seusianya.
Salah satu asesmen yang dapat diterapkan adalah asesmen yang menggali potensi ABK.
“Dari hasil menemukenali ABK tadi kita dapat membuat data untuk menghimpun informasi penting. Hal ini sangat dibutuhkan untuk dapat mengenali potensi dari masing-masing ABK, sehingga kita dapat menentukan metode pengajaran yang tepat," jelas Ana.
Tantangan yang kerap dihadapi oleh ABK dan keluarganya adalah sering terjadi pandangan yang keliru tentang ABK dan mitos-mitos yang melingkupi ABK.
Hal ini terjadi karena kurangnya literasi dan kesadaran masyarakat mengenai disabilitas.
Kondisi ini diperburuk dengan perlakuan diskriminasi terhadap ABK dengan tidak menyediakan kesempatan yang layak dan perlakuan adil.
Menurut data statistik yang dipublikasikan Kemenko PMK pada Juni 2022, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun adalah 3,3 persen.
Sedangkan jumlah penduduk pada usia tersebut (2021) adalah 66,6 juta jiwa. Dengan demikian jumlah anak usia 5-19 tahun penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa.
Kemudian, data Kemendikburistek per Agustus 2021 menunjukkan jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak.
Dengan data tersebut, presentase anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal baru sejumlah 12.26%.