Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Respons Putusan PN Jakarta Pusat, Ketua DPP Perindo: Pemilu Tidak Boleh Diundur

Perindo buka suara perihal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal putusan Pengadilan Negeri jakarta Pusat soal Pemilu.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Respons Putusan PN Jakarta Pusat, Ketua DPP Perindo: Pemilu Tidak Boleh Diundur
Istimewa
Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Yusuf Lakaseng merespons soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait Pemilu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Yusuf Lakaseng turut buka suara perihal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan memerintahkan penyelenggara pemilu untuk menunda Pemilu.

Menurutnya, putusan tersebut menyebabkan ketidakadilan baru, yakni berupa perintah menghentikan sisa tahapan Pemilu dan mengulang kembali proses verifikasi.

Yusuf menuturkan, jika proses verifikasi diulang, hal tersebut sangat merugikan partainya yang telah bersungguh-sungguh melaksanakan tahapan verifikasi.

"Kami Partai Perindo jelas adalah salah satu pihak yang sangat dirugikan, dalam proses verifikasi yang telah lewat Partai Perindo adalah partai yang dengan sungguh-sungguh bekerja memenuhi seluruh syarat verifikasi yang telah menghabiskan tenaga dan pembiayaan yang tidak sedikit," kata Yusuf kepada wartawan, Kamis (9/3/2023).

"Tidak ada isu miring dalam proses kelolosan Partai Perindo dalam verifikasi administrasi dan faktual untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Bukankah jika tahapan verifikasi diulang kembali itu adalah ketidak adilan pada kami di Partai Perindo," imbuhnya.

Baca juga: Pakar Tata Negara Minta KPU Tak Perlu Khawatirkan Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024, Ini Alasannya

Yusuf menambahkan, pemberhentian sisa tahapan Pemilu telah berkonsekuensi kontestasi elektoral itu tidak diselenggarakan tepat 5 tahun sekali.

Menurutnya, hal itu jelas-jelas melanggar UUD 1945 karena gelaran Pemilu 5 tahun sekali adalah perintah konstitusi UUD 1945.

Berita Rekomendasi

"Dalam hal ini kami menganggap hakim sangat serampangan, tidak berfikir secara menyeluruh, seperti hidup dalam ruang hampa yang tidak memikirkan konsekuensi ketatanegaraan yang bisa berdampak pada destabilisasi kondisi sosial dan politik," ujarnya.

Masalah baru juga akan timbul jika mengikuti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang merekomendasikan Pemilu di gelar 2025, yaitu terkait siapa yang akan menahkodai negeri ini. Seperti diketahui, masa jabatan Presiden Joko Widodo akan berakhir pada Oktober 2024.

Baca juga: PBB Akan Ajukan Verzet Jika Pengadilan Tinggi Kabulkan Gugatan PRIMA Tunda Pemilu 2024

"Apakah akan ada PLT Presiden? konstitusi tidak mengatur itu, itulah kebodohan para hakim yang tidak berfikir secara menyeluruh," ucapnya.

Dengan adanya polemik ini, Yusuf meminta harus dijadikan pembelajaran kepada semua pihak yang terkait untuk tidak bermain-main dalam menjalankan perannya masing-masing, terutama KPU untuk bekerja dengan integritas yang sepenuh-penuhnya.

"Mengajukan banding dan terus melanjutkan tahapan Pemilu adalah jalan yang harus di tempuh oleh KPU sambil kita berharap agar pengadilan banding memberikan hak kepesertaan pemilu 2024 kepada Partai Prima tanpa harus menunda jadwal penyelenggaraan pemilu 2024 untuk kestabilan jalannya demokrasi di Indonesia," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas