DPR RI Resmi Kirimkan Draft RUU Kesehatan Pada Pemerintah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengirimkan draft RUU Kesehatan kepada pemerintah untuk dibahas bersama.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah resmi mengirimkan draft RUU Kesehatan kepada pemerintah untuk dibahas bersama.
Pengiriman draft itu setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna pada bulan Februari lalu.
Presiden telah menunjuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai koordinator wakil pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR.
Menteri lain yang ditunjuk termasuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya Menteri Kesehatan akan mengkoordinir penyusunan Daftar Isian Masukan (DIM) RUU.
Penyusunan ini akan dilakukan bersama dengan Menteri lain yang ditunjuk.
Ia pun mengatakan jika pemerintah akan menyelenggarakan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
Sehingga hak publik untuk didengar, hak publik agar masukannya dipertimbangkan dan hak publik untuk mendapatkan penjelasan dapat diakomodir dalam pembahas RUU ini.
Hal ini diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril (10/3).
Menurutnya partisipasi publik yang luas sangat diperlukan.
Mengingat RUU ini akan memicu reformasi di sektor kesehatan.
"Sehingga layanan kesehatan dapat diakses masyarakat dengan lebih mudah, murah dan akurat (#SehatLebihDekat, #SehatLebihTepat, #SehatLebihMurah)," ungkapnya pada website resmi Kemenkes dikutip Tribunnews, Sabtu (11/3/2023).
Syahril mengungkapkan, RUU ini diharapkan akan merubah kebijakan kesehatan.
Berfokus mencegah masyakarat jatuh sakit daripada mengobati.
Baca juga: PDSI Soal Urgensi RUU Kesehatan: Bisa Atasi Kekurangan dan Distribusi Dokter
“RUU ini juga diharapkan akan mengatasi problem klasik seperti kurangnya dokter umum dan dokter spesialis, pemerataan tenaga kesehatan yang masih sulit, gizi buruk serta layanan kesehatan yang tidak sesuai,” tutupnya.