Kapolri Disebut Tidak Ingin Kasus Ferdy Sambo Terulang Pada Kasus Teddy Minahasa
Terdakwa kasus peredaran narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa menyebutkan bahwa Kapolri tidak ingin kasus dirinya sama seperti kasus Ferdy Sambo
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus peredaran narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa menyebutkan bahwa Kapolri tidak ingin kasus dirinya sama seperti kasus Ferdy Sambo.
Adapun yang dimaksud Kapolri mendapatkan informasi yang keliru.
Pernyataan tersebut disampaikan Teddy Minahasa saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus peredaran narkoba di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/3/2023).
"Lalu sepulang saya dari rumah sakit. Saya jam tiga lewat diizinkan pulang langsung menuju ruang kerja Kapolri. Di sana menunggu lebih kurang satu jam setengah. Kira-kira jam lima sore saya diterima lalu diarahkan ke Propam untuk klarifikasi," kata Teddy di persidangan.
"Kapolri mengatakan 'Jenderal saya tidak ingin terulang seperti kasus Sambo saya mendapatkan informasi yang keliru' sehingga saya klarifikasi dulu di Propam Polri," jelasnya.
Teddy melanjutkan lalu dirinya menuju ruangan Kadiv Propam dan diarahkan ke ruang Biropaminal. Menjelang isya lalu ia diambil urine, cek darah dan rambut untuk kepentingan laboratorium.
"Setelah itu saya melakukan pemeriksaan atau klarifikasi sampai dengan setengah dua belas malam oleh Biropaminal. Dan disitu juga sudah ada penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya juga," jelasnya.
"Saat itu pula saya dinyatakan sebagai tersangka. Lalu di berita acara pemeriksaan sebagai tersangka saya menolak dengan alasan perlu klarifikasi dahulu," sambungnya.
Kemudian penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya memeriksa dirinya sebagai saksi. Lalu setelahnya itu dikatakan ia dipatsus.
Sebagai informasi, dalam kasus peredaran narkoba telah menyeret tujuh terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Ketujuh terdakwa itu ialah: Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa; Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa dalam perkara ini.
Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody dengan menyuruh orang kepercayaannya, Syamsul Maarif alias Arif.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Linda pun menyerahkan sabu tersebut ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Baca juga: Ayah Dody Prawiranegara Ungkap Pernah Ditelepon Teddy Minahasa, Diminta Bergabung dalam Skenario
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.