Bawaslu: Kalau Mau Tunda Pemilu Ubah UUD 1945
Rahmat Bagja mengatakan menunda pelaksanaan Pemilu hanya bisa dilakukan melalui mengubah undang-undang dasar (UUD) 1945.
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan menunda pelaksanaan Pemilu hanya bisa dilakukan melalui mengubah undang-undang dasar (UUD) 1945.
Bagja menegaskan penundaan pelaksanaan Pemilu tidak demokratis lantaran dalam UU disebut Pemilu digelar dalam lima tahun sekali.
"Kalau mau mengubah, ya itu di Undang-undang Dasar. Tidak melalui putusan pengadilan. Tentu tidak elok lah," kata Bagja saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Kendati demikian, dia meminta semua pihak agar menghormati putusan pengadilan.
"Namun, kita harus menghormati putusan pengadilan. Itu permasalahan penting yang jadi permasalahan bagi kita," ujar Bagja.
Seperti diketahui, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA).
PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Baca juga: Bawaslu Akui Dilematis Menghadapi Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.