Partai Buruh Tolak Permenaker 5 Tahun 2023 yang Bolehkan Perusahaan Bayar Upah 75 Persen
Aturan yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75 persen itu melanggar ketentuan Undang-Undang
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh menyoroti Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023.
Ketentuan itu mengatur tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan pihaknya menolak Permenaker No. 5 Tahun 2023 tersebut.
Menurutnya, aturan yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75 persen itu melanggar ketentuan Undang-Undang.
Bahkan Said Iqbal mengatakan, apabila nilai penyesuaian upah ini di bawah upah minimum merupakan tindak pidana kejahatan.
“Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden. Di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya,” kata Said Iqbal lewat keterangannya di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Baca juga: Said Iqbal Dorong Perempuan Kelas Pekerja Masuk Kontestasi Politik Indonesia
“Padahal sudah jelas, tidak ada kebijakan Menteri. Hanya ada kebijakan Presiden. Tetapi Menaker membuat Peraturan Menteri yang melanggar kebijakan Presiden,” tegasnya.
Menurut Said Iqbal, keadaan tertentu yang menjadi syarat di dalam Permenaker ini tidak jelas dan rentan disalahgunakan perusahaan untuk membayar upah buruh dengan murah.
Selain itu, kebijakan ini diskriminatif dan bahkan membunuh perusahaan di dalam negeri.
“Perusahaan orientasi ekspor dibolehkan membayar upah hanya 75 persen, tetapi perusahaan domestik tidak boleh. Ini diskriminatif. Apakah Menaker bermaksud mau mematikan perusahaan dalam negeri,” Kata Said Iqbal.
Belum lagi, lanjut dia, perusahaan orientasi ekspor juga diperbolehkan menyesuaikan waktu kerja.
Pengurangan jam kerja, seringkali juga akan digunakan perusahaan untuk tidak membayar upah buruh.
“Misal, ada perusahaan orientasi pasar dalam negeri, perusahaan kecil, sebut saja tekstil. Bayar upah 100 persen. Tetapi ada perusahaan besar, raksasa, orientasi ekspor, misal memproduksi Uniqlo, dia boleh bayar upah hanya 75 persen.”
“Jam kerja yang domestik 40 jam seminggu, di sini hanya 30 jam dan upahnya hanya 75 persen. Bikin rusak Negara,” papar Said Iqbal.
Terkait dengan hal itu, Said Iqbal menyerukan para buruh melakukan mogok kerja jika upahnya dikurangi.
Sementara untuk menyikapi terbitnya Permaner No 5 Tahun 2023 tersebut, Said Iqbal menegaskan pihaknya akan mendemo Kantor Menteri Ketenagakerjaan dan mengajukan gugatan ke PTUN.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.