Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akademisi Yakin Upaya Penundaan Pemilu Lewat Putusan PN Jakarta Pusat Dilakukan Secara Sistematis

Bayu menyatakan hingga kini pihaknya belum tahu siapa sosok atau dalang dari upaya penundaan pemilu tersebut.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Akademisi Yakin Upaya Penundaan Pemilu Lewat Putusan PN Jakarta Pusat Dilakukan Secara Sistematis
Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
Akademisi dari Universitas Trisakti Bayu Saputra Muslimin (kedua dari kanan) saat forum group discussion dengan mengambil tema 'Pemilu Ditunda siapa Dalangnya' yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Senin (20/3/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti Bayu Saputra Muslimin meyakini upaya penundaan pemilu yang belakangan ini membuat gaduh publik dilakukan secara sistematis.

Meski demikian, Bayu menyatakan hingga kini pihaknya belum tahu siapa sosok atau dalang dari upaya penundaan pemilu tersebut.

"Memang ada upaya-upaya kita tidak tahu oknumnya siapa tapi upaya-upaya ini secara sistematis ingin melakukan penundaan terhadap pemilu, itu jelas," kata Bayu dalam Forum Group Discussion dengan tema 'Pemilu Ditunda siapa Dalangnya' di Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Senin (20/3/2023).

Menurut Bayu, keterangan itu didasari karena upaya hukum yang ditempuh dalam melayangkan gugatan ini adalah sampai ke Pengadilan Negeri.

Baca juga: Mendagri Tito Ungkap Konsekuensi kalau Perppu Ditolak: Pemilu Bisa Ditunda

Dengan begitu, kata dia, maka kondisi tersebut sudah tidak dapat dikatakan sebagai keadaan yang wajar.

"Kalau kemarin hanya wacana bahwa ada isu perpanjangan jabatan presiden 3 periode kemudian terjadi pro kontra di hadapan publik itu hal yang wajar," kata dia

Berita Rekomendasi

"Tapi kalau sudah menggunakan instrumen pengadilan negeri ini berarti tidak main-main," tukas dia.

Lebih lanjut  Bayu mengatakan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim itu patut diduga telah melampaui apa yang menjadi gugatan dari penggugat atau disebut ultra petita.

Dirinya mendasari pada petitum atau tuntutan dari Partai Prima yang dilayangkan dan teregister dengan nomor perkara 757 di PN Jakarta Pusat.

"Di dalam petitum ini kami memperhatikan bahwa Partai Prima sebagai penggugat itu tidak meminta yang bersangkutan untuk menjadi peserta partai pemilu sebagaimana lazim nya gugatan-gugatan partai politik yang tidak diloloskan oleh KPU untuk menjadi peserta pemilu," kata dia.

Akan tetapi kata Bayu, dalam putusannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat malah menjatuhkan putusan untuk penundaan seluruh tahapan pemilu.

Padahal menurut dia, pengadilan negeri bukanlah tempat peradilan yang tepat untuk mengabulkan gugatan soal penundaan pemilu.

"Apa yang menjadi permasalahan di sini? Artinya hakim melihat petitum ini kemudian memutuskan penundaan seluruh tahapan pemilu hingga 2025," kata dia.

Dengan begitu, pria yang merupakan Ketua Bidang Kajian Hukum dan Kebijakan Publik IKA FH Trisakti itu menduga bahwa putusan yang dijatuhkan majelis hakim tersebut sudah diluar dari gugatan dari Partai Prima.

Bahkan lebih jauh, Bayu menyatakan, kalau Majelis Hakim PN Jakarta Pusat telah menjatuhkan putusannya tersendiri.

"Artinya majelis hakim membuat putusan tersendiri di sini, patut diduga majelis hakim telah melakukan dengan istilah ultra petita, artinya memutus putusan di luar dari pada tuntutan penuntut dalam hal ini Partai Prima," tukas dia.

Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima. PN Jakpus baru saja menghukum KPU sebagai tergugat untuk menunda Pemilu dalam putusannya.

Diketahui, Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.

Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas