Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terbukti Langgar Prinsip Integritas, KOPEL Indonesia: M Guntur Hamzah Harusnya Dipecat

KOPEL Indonesia, kata Herman memandang bahwa apa yang dilakukan oleh M Guntur Hamzah dengan sengaja mengubah putusan MK adalah kejahatan luar biasa

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Terbukti Langgar Prinsip Integritas, KOPEL Indonesia: M Guntur Hamzah Harusnya Dipecat
Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow
MKMK saat proses pembacaan putusan terkait sulap putusan MK di Gedung MK, Jakarta, Senin (20/3/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada hari Senin 20 Maret 2023, telah menyatakan M Guntur Hamzah terbukti melanggar kode etik dan asas integritas karena telah mengubah substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada hari Senin 20 Maret 2023, telah menyatakan M Guntur Hamzah terbukti melanggar kode etik dan asas integritas karena telah mengubah substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022.

Ketua KOPEL Indonesia, Herman menuturkan, keputusan MKMK ini telah menunjukkan adanya pelanggaran yang fatal oleh M Guntur Hamzah karena telah mengubah bukan saja kata dari putusan MK namun menyebabkan adanya perubahan substansial atas putusan MK.

"Hal Ini bisa disebut dengan kejahatan konstitusi. Tentu seorang M.Guntur Hamzah yang sudah bekerja sekian tahun sebagai Sekretaris Jenderal MK dan sebagai seorang Hakim MK paham betul apa makna setiap kata dalam putusan MK sehingga sangat rasional untuk menyimpulkan apa yang dilakukannya adalah kesengajaan. Bahkan patut diyakini adanya maksud tertentu yang mengandung unsur kejahatan," kata Herman, Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Sanksi Guntur Hamzah Sangat Subjektif, Pakar: Anggota MKMK Punya Romantisme Masa Lalu dengan MK

KOPEL Indonesia, kata Herman memandang bahwa apa yang dilakukan oleh M Guntur Hamzah dengan sengaja mengubah putusan MK adalah kejahatan luar biasa yang seharusnya diberi sanksi berat.

Menurutnya, sanksi yang diberikan MKMK dengan teguran tertulis adalah sanksi ringan yang tidak sepadan dengan pelanggaran yang dilakukannya.

Selain pelanggaran perubahan, M Guntur Hamzah telah merendahkan, mencoreng dan mempermainkan marwah lembaga MK yang dapat berakibat pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga ini.

"MKMK seharusnya memberikan sanksi yang setimpal, yaitu pemecatan sebagai Hakim Konstitusi dan bahkan seharusnya pada yang bersangkutan dinyatakan telah ada kecacatan moral," ujarnya.

Baca juga: MKMK Sebut Substansi Berubah Usai Sidang Adalah Hal Lazim, Pakar: Ada yang Janggal

BERITA REKOMENDASI

Oleh karenanya KOPEL Indonesia menilai bahwa keputusan MKMK ini tidak menunjukkan adanya penegakan kode etik yang dapat mencegah terjadinya perilaku yang serupa pada Hakim MK.

"Malah sanksi tersebut berpotensi memunculkan upaya-upaya yang serupa dimana putusan MK dapat diubah sendiri oleh Hakim atau pihak lain di MK," katanya.

Guntur Hamzah Ubah Substansi Putusan MK Terkait Pencopotan Aswanto

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam putusannya menyatakan hakim konstitusi Guntur Hamzah sebagai pelaku yang mengubah substansi putusan sidang ihwal pencopotan hakim Aswanto.

"Hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang di dalam Sapta Karsa Hutama. Ini bagian dari penerapan prinsip integritas," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat membaca putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (20/3/2023).


Atas hal ini MKMK pun menjatuhi Aswanto sanksi teguran tertulis.

"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," lanjut Palguna.

Baca juga: Zico Sebut Harusnya Presiden Beri Izin Polisi Periksa Hakim Konstitusi Imbas Putusan MKMK

Sebagai informasi Pasal 41 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 ada tiga sanksi pelanggaran yang dapat diberikan oleh MKMK terhadap pelaku.

Yakni teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian tidak dengan hormat.

Sebelum membaca putusan hari ini MKMK sudah mendalami berbagai informasi dari Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) pada Kesekjenan MK.

MKMK juga telah meminta keterangan awal dari panitera, Muhidin, serta penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.

MKMK pun sudah memanggil semua hakim konstitusi untuk dimintai keterangan terkait skandal ini, minus Enny Nurbaningsih.

Seperti diketahui, Enny berstatus sebagai anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi aktif yang permintaan keterangannya bersifat konfirmasi dari setiap pemeriksaan para pihak.

MKMK juga telah meminta keterangan dari mantan hakim konstitusi Aswanto. Aswanto masih berstatus sebagai hakim konstitusi ketika memutus perkara tersebut.

Namun ketika putusan dibacakan, ia sudah digantikan Guntur yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK.

Palguna menyebutkan setelah menyelisik berbagai dokumen tadi, MKMK yang terdiri dari 3 orang ini akan menggelar rapat permusyawaratan untuk membuat keputusan berikutnya.

Baca juga: MKMK Hanya Beri Teguran Tertulis kepada Hakim Guntur Hamzah, Zico: Sanksinya Tidak Memuaskan

Diketahui, Zico menemukan perubahan substansi putusan perkara nomor: 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU MK yang membahas pencopotan Hakim Aswanto.

Perubahan yang dimaksud yakni putusan yang dibacakan berbeda dengan salinan putusan.

Adapun substansi putusan yang dibacakan yakni:

"Dengan demikian pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."

Sementara dalam salinan putusan, kalimat yang yang tertulis yakni:

"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3(tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) UU MK..... dan seterusnya."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas