Pengesahan Perppu Cipta Kerja, Kado Pahit di Peringatan Hari Hutan Internasional
Pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja kado pahit di Peringatan Hari Hutan Internasional, yang bertepatan jatuh pada 21 Maret.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi masyarakat sipil peduli lingkungan Satya Bumi mengatakan, pengesahan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Cipta Kerja merupakan kado pahit di Peringatan Hari Hutan Internasional, yang bertepatan jatuh pada 21 Maret.
Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien mengatakan, substansi UU Cipta Kerja jelas-jelas condong pada kepentingan investasi, namun mengabaikan aspek lingkungan dan hak asasi manusia (HAM).
Perppu Cipta melanggengkan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang mengancam lingkungan hidup, terutama hutan.
Andi menuturkan, sejumlah pasal yang berbahaya bagi hutan antara lain; Perppu Cipta Kerja mengadopsi UU Ciptaker yang mengubah Pasal 18 UU Kehutanan yang menghapus ketentuan batas minimal luas kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk mengoptimalkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat (yang sebelumnya diatur dalam UU Kehutanan).
"Sebelum dipangkas melalui UU Cipta Kerja, luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal seluas 30 persen dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional sebagaimana diatur dalam UU Kehutanan. UU Cipta Kerja menghapus ketentuan itu," kata Andi, melalui keterangan pers tertulis, Selasa (21/3/2023).
Selanjutnya, kata Andi, ada pasal ‘pemutihan’ atas keterlanjuran kegiatan usaha yang berada di kawasan hutan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 110A UU Cipta Kerja juga dipertahankan.
Aturan terbaru tak memberi sanksi pidana bagi pelaku usaha di kawasan hutan yang tak memiliki izin.
Baca juga: 35 Link Twibbon Hari Hutan Sedunia 2023, Beserta Cara Membuatnya dan Cocok Dibagikan di Media Sosial
Perppu Ciptaker memberi waktu kepada mereka untuk menyelesaikan persyaratan administrasi dengan batas waktu sampai dengan 2 November 2023
Ironisnya, perubahan iklim jadi salah satu konsideran dalam penerbitan Perpu Cipta Kerja. Padahal, substansi Perppu memuat pasal-pasal yang berbahaya bagi lingkungan hidup.
"Tentu hal ini merupakan pengelabuan dalam memaksakan kegentingan. Langkah pemerintah menjawab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Perppu Cipta Kerja merupakan siasat negara mengakali putusan mahkamah, yang kemudian juga disahkan oleh DPR," ungkapnya.
Ini melanjutkan pembangkangan yang dilakukan sebelumnya dengan mengeluarkan UU 13/2022 tentang Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan untuk menutupi kesalahan dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja.
"Pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang sukses melengkapi daruratnya perlindungan lingkungan hidup dan HAM," ujar Andi.
Lebih lanjut, Satya Bumi menyesalkan langkah DPR RI yang nekat mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti-Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja menjadi UU, meski mendapat penolakan masif dari masyarakat.
Andi menjelaskan, dengan pengesahan Perppu Cipta Kerja menunjukkan bahwa DPR gagal mewakili kepentingan rakyat.
"DPR mengabaikan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dengan mengesahkan Perpu tersebut," tuturnya.
Baca juga: Hari Hutan Sedunia 21 Maret 2023: Sejarah, Tema hingga Twibbon
Menurutnya, DPR RI semestinya membatalkan peraturan sapu jagat yang bertentangan dengan perintah putusan Mahkamah Konstitusi itu.
MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dalam sidang pembacaan putusan 25 November 2021.
Dalam putusannya, MK memerintahkan kepada pemerintah untuk memperbaiki UU tersebut dalam waktu dua tahun dengan melibatkan publik.
Bukannya menjalankan perintah MK, pemerintah justru menerbitkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Perpu ini diterbitkan untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan konstitusional oleh MK.
Perppu tersebut hanya cara pemerintah untuk mengakali keputusan MK. Sejumlah syarat penerbitan Perpu juga tak terpenuhi, misalnya kegentingan yang memaksa.
Sebagai informasi, Perppu Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa, 21 Maret 2023.