Mengenal Raden Ayu Lasminingrat, Tokoh Intelektual Sunda yang Jadi Google Doodle Hari Ini
Inilah sosok Raden Ayu Lasminingrat seorang penulis dan cendekiawan asal Sunda yang dikenang melalui Google Doodle hari ini.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Google Doodle hari ini mengenang sosok Raden Ayu Lasminingrat.
Hari ini, Rabu 29 Maret 2023 adalah hari ulang tahun ke-169 penulis dan cendekiawan asal Sunda, Lasminingrat.
Lantas, siapa Raden Ayu Lasminingrat?
Raden Ayu Lasminingrat lahir pada 29 Maret 1854 di Garut, Jawa Barat.
Mengutip budaya.jogjaprov.go.id, Lasminingrat terlahir dengan nama Soehara.
Ia merupakan putri seorang Ulama/Kyai, Penghulu Limbangan dan Sastrawan Sunda, Raden Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria.
Baca juga: Google Doodle Rayakan Ulang Tahun Lasminingrat yang ke-169, Penulis Sunda di Masa Hindia Belanda
Lasmi juga merupakan istri kedua dari Rd. Adipati Aria Wiratanudatar VII, Bupati Garut.
Lasminingrat wafat pada 10 April 1948 dalam usia 105 tahun.
Jenazahnya dimakamkan di belakang Mesjid Agung Garut, berdampingan dengan makam suaminya.
Lasminingrat memiliki kecerdasan luar biasa.
Ia mendapat Pendidikan di sekolah Belanda di daerah Sumedang.
Selama di Sumedang, Lasminingrat diasuh oleh teman Belanda ayahnya, Levyson Norman.
Karena didikan Norman, Lasminingrat tercatat sebagai perempuan pribumi satu-satunya yang mahir dalam menulis dan berbahasa Belanda pada masanya.
Perjuangan Lasminingrat diawali dari dunia kepenulisan.
Salah satunya buah tangannya dengan menerbitkan buku Carita Erman yang merupakan terjemahan dari Christoph von Schmid, kemudian Warnasari atawa roepa-roepa dongeng.
Kedua karyanya tersebut telah menjadi salah satu buku pelajaran bukan saja di Garut, tetapi tersebar hingga daerah luar jawa yang diterjemahkan dalam Bahasa Melayu.
Setelah menikah dengan Bupati, perhatian Lasminingrat beralih ke bidang Pendidikan khususnya Pendidikan untuk perempuan.
Pada bidang pendidikan itu ia wujudkan dengan mendirikan Sekolah Kautamaan Puteri pada tahun 1911 setelah berhasil mendukung usaha Dewi Sartika mendirikan Sakola Kautamaan Putri.
Tidak banyak orang mengetahui atau mengenal Lasminingrat, yang disebut oleh “Sang Pemula” sebagai pribadi perempuan yang berada di luar zamannya.
Padahal sebutan itu sendiri mempunyai arti kekaguman yang mendalam terhadap seorang perempuan yang tampil lain dari perempuan pada umumnya.
Karya Raden Ayu Lasminingrat
Pada usia ke 32 tahun dalam kesibukannya sebagai isteri ke dua Bupati, ia berhasil menyadurkan banyak cerita karya Grimm yang popular di Eropa.
Tujuan penyadurannya itu tidak lain agar kaumnya dapat membaca karya-karya penulis Eropa tersebut dan mengambil hikmahnya oleh kaum perempuan Sunda.
Kumpulan sadurannya itu kemudian diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1875 oleh percetakan milik pemerintah, Landsdrukkerji dengan judul Tjarita Erman.
Pada tahun berikutnya atau tahun 1876 terbit karyanya yang kedua yang diberi judul Warnasari atawa Roepa-roepa Dongengpun terbit.
Kemudian di tahun 1875, saat Lasminingrat berkarya, tokoh Wanita seperti R.A. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Rahman El-Yunusiyah, yang telah diangkat oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan Nasional dapat dikatakan semua belum lahir.
Kartini lahir tahun 1879, El-Yunusiyah lahir tahun 1900, dan Dewi Sartika lahir tahun 1884.
Akan tetapi Lasmingrat tidak pernah kedengaran.
Namanya tidak pernah disebut baik dalam sejarah pergerakan kaum perempuan atau Wanita, maupun dalam sejarah Nasional Indonesia.
Namanya tenggelam dibawah nama ketiga tokoh tersebut, bahkan kalah tenar dengan tokoh Wanita-wanita lainnya yang muncul setelah ketiga tokoh tadi.
Namun ternyata karyanya tidak ikut tenggelam, baik yang berupa tulisannya yang masih banyak ditemukan sebagai buku bacaan di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar di Jawa Barat.
Disamping itu, jejak Lasminingrat masih dapat dilihat dari sekolah hasil perjuangannya, yang kini masih berdiri di salah satu sudut kota Garut.
Baca juga: Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api, Berikut Tokoh-tokoh Penting Bandung Lautan Api
Bangunan sekolah itu oleh pemerintah provinsi telah ditetapkan sebagai salah satu bangunan yang dilindungi atau dengan kata lain termasuk kategori Bangunan Cagar Budaya (BCB) di kota Garut.
Dikutip dari Google, Lasminingrat mendirikan Sekolaha Keutamaan Istri di tahun 1907.
Lingkungan terbuka dan area belajar mempromosikan pemberdayaan perempuan, membaca, dan menulis.
Sekolah ini berkembang menjadi 200 siswa dan 5 kelas, dan diakui oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911.
Seiring berjalannya waktu, sekolah ini terus berkembang dan pada tahun 1934 diperluas ke kota-kota lain seperti Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.
(Tribunnews.com/Yurika)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.