Repdem: AHY Seharusnya Belajar Pada Kepemimpinan Presiden Jokowi yang Kaya Prestasi
Ketua Umum REPDEM, Wanto Sugito menanggapi peryataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum REPDEM, Wanto Sugito menanggapi peryataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) soal batalnya Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia U20.
Wanto mengatakan lebih baik AHY menyatakan malu hidup zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena 10 tahun berkuasa tunduk pada kepentingan asing.
Kata Wanto, AHY tidak memahami pentingnya penolakan terhadap Israel dalam memastikan bahwa bangsa Indonesia punya prinsip.
"Mana sikap AHY? Harus dipahami, SBY Menyerahkan Blok Minyak Terbesar Indonesia yaitu Blok Cepu ke Asing, yakni Exxon Mobil sebagai upah politik Amerika Serikat atas dukungannya terhadap SBY," kata Wanto kepada wartawan, Sabtu (1/4/2023).
"Berbeda ketika Ibu Megawati menjadi Presiden. AS saat itu marah ke Indonesia karena terlalu keras menolak aksi serangan terhadap Irak. Sikap Bu Mega terbukti benar, Timur Tengah menjadi berantakan. Hal-hal seperti ini yang harusnya membuat AHY malu," sambungnya.
Baca juga: Saat Indonesia Gagal Jadi Host Piala Dunia U20: Geger di Medsos dan Jadi Komoditas Politik
Wanto menambahkan, SBY terlalu nurut kepada tekanan asing, sehingga biaya masuk produk-produk pertanian termasuk beras menjadi nol persen.
“SBY mengubah model politik Indonesia sangat liberal demi ambisi menang Pemilu 300 persen. Tidak pernah ada rezim otoriter sekalipun mampu menaikkan 300 persen. Semua dengan kecurangan massif,” kata Wanto.
Pria yang akrab disapa Klutuk ini mengingatkan AHY agar jangan mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi yang keberhasilannya berlipat-lipat dari 10 tahun ketika berkuasa.
Baca juga: Piala Dunia U-20 Gagal Digelar di Indonesia, Disebut Rusak Kesempatan Anak Muda demi Politik Sesaat
“AHY juga harus malu pada bangsa dan negara, ketika Pemerintahan SBY melakukan kriminalisasi terhadap Antasari Ketua KPK,” kata Wanto.
Wanto mengaku khawatir publik akan menilai pernyataan AHY akibat minimnya pengalaman.
Di dunia militer pun, menurut Wanto, AHY pangkatnya baru memimpin 50 orang pasukan.
“Jadi belajarlah dulu sebagai pemimpin agar obyektif. Lalu saya juga mau tanya apa yang dilakukan 10 tahun SBY dalam mendamaikan konflik Palestina-Israel?? Padahal waktunya 10 tahun loh,” katanya.
Baca juga: Peluang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ragam Kegiatan Olahraga Terancam Imbas Batalnya Piala Dunia U20
Lagi-lagi, Wanto meminta AHY harus banyak belajar tentang sejarah lahirnya Indonesia, isi konstitusi dan peraturan pemerintah terkait hubungan Indonesia dengan Israel yang tertuang dalam permenlu Nomor 3 Tahun 2019.
Dengan menerima Israel di Indonesia, kata Wanto tentu melukai hati rakyat Palestina, dimana Palestina-lah yang memberi dukungan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia serta mengajak negara-neagra Timur Tengah untuk melakukan hal serupa.
“Orang minim pengetahuan akan data, sejarah dan peraturan pemerintah ya begini modelnya. Lagi pula, saya yakin sekali bahwa pembatalan tersebut tidak mungkin hanya karena faktor dua pemerintah daerah tersebut. Masa FIFA selemah itu sih? Yang seharusnya kita tekan bersama adalah alasan dibalik keputusan FIFA atas pembatalan itu,” tutup Wanto.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut perjuangan kemerdekaan Palestina seharusnya lewat jalur sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Hal itu diungkapkan oleh AHY untuk menanggapi pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. Pembatalan tersebut disinyalir karena penolakan Indonesia terhadap timnas Israel.
AHY menyatakan bahwa perjuangan dan solidaritas Indonesia untuk Palestina hendaknya diletakkan pada jalur diplomasi multilateral yang semestinya.
"Jangan campur adukkan. Forumnya tidak sama, kita punya banyak forum lainnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Ada namanya PBB, Perserikatan Bangsa-Bangsa, United Nations, yang setiap tahun menggelar Sidang Umum PBB atau UN’s General Assembly (GA). Kalau mau disampaikan di situ," ujar AHY dalam keterangannya, Jumat (31/3/2023).
AHY pun menyindir keberadaan Indonesia saat sidang umum PBB yang tidak pernah hadir.
Padahal, momentum itu bisa dipakai Indonesia untuk menyuarakan kemerdekaan Palestina.
"Tapi sudah berapa kali GA, sekalipun pemimpin kita tidak datang ke sana. Sekali lewat zoom ketika pandemi, selebihnya ya tidak datang. Padahal itu adalah forum yang baik untuk menyuarakan isu-isu dunia tadi, maupun ada forum-forum multilateral lainnya,” jelasnya.
AHY memahami sebetulnya sampai dengan hari ini, jelas posisi Indonesia ingin turut memperjuangkan
kemerdekaan Palestina.
"Yes, itu ada dalam undang-undang dasar kita. Saya ulangi, itu ada dalam semangat konstitusi kita, masalah kemerdekaan berbangsa dari segala penjajahan di dunia,” tukasnya.