Kasus Korupsi Minyak Goreng Berlanjut ke Kasasi
Memori kasasi pun telah dikirim dan diterima oleh panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk nantinya diserahkan kepada Mahkamah Agung.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkara rasuah crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng memasuki babak kasasi.
Berdasarkan laman sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kasasi diajukan oleh pihak jaksa penuntut umum (JPU).
Jaksa mengajukan kasasi atas putusan lima terdakwa, yaitu: mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.
Memori kasasi pun telah dikirim dan diterima oleh panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk nantinya diserahkan kepada Mahkamah Agung.
"Jumat 31 Maret 2023. Penerimaan Memori Kasasi," demikian dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Minggu (2/4/2023).
Sementara pengajuan kasasi telah dilayangkan tepat dua pekan setelah putusan banding.
"Selasa, 21 Maret 2023. Permohonan Kasasi," sebagaimana tertera pada laman SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama.
Baca juga: Pengamat Sawit: Model Bisnis Beragam, Sulit Temukan Kartel Minyak Goreng
Dari hasil banding, tak ada satu pun amar putusan yang berubah selain tambahan beban biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp 2.000.
"Mengadili, menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 57/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Jkt.Pst tanggal 4 Januari 2023 yang dimintakan banding," kata Hakim Ketua Tjokarda Rai Suamba, dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pada pengadilan tingkat pertama, para terdakwa telah divonis berbeda-beda, mulai dari satu tahun hingga tiga tahun penjara.
Indrasari Wisnu Wardjana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjars.
Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan.
"Menjatuhkan pidana penjara terdakwa tiga tahun dan denda 100 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti pidana kurungan dua bulan," ujar Hakim Ketua, Liliek Prisbawono Adi di dalam persidangan, Rabu (4/1/2023).
Vonis tersebut diketahui lebih ringan dari tuntutan yang telah dilayangkan jaksa.
Dalam tuntutannya, jaksa telah menuntut Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Indrasari diyakini juga terbukti bersalah terkait ekspor minyak goreng.
"Menjatuhkan pidana penjara berupa tujuh tahun dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 1 miliar," kata jaksa penuntut umum ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (22/12/2022).
Kemudian Lin Che Wei dituntut hukuman delapan tahun penjara.
Lin Che Wei juga dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara ini memutuskan satu menyatakan Lin Che Wei terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," ujarnya.
Sementara tiga terdakwa lainnya yakni, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Togar juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp4,5 triliun paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Stanley juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp860 miliar.
Sedangkan terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 triliun paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kronologi
Sejak akhir tahun 2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran, maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO (Domestic Market Obligation) serta DPO (Domestic Price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
Namun dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekpor dari pemerintah.
Setelah dilaksanakan penyelidikan, Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 telah ditingkatkan ke tahap Penyidikan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di penyidikan, penyidik telah mengumpulkan bukti-bukti yang terdiri dari keterangan saksi (19 orang), alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, dan barang bukti berupa 596 dokumen.
Jaksa Agung mengatakan para tersangka melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE), dan dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut, akhirnya diterbitkan Persetujuan Ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat.
"Yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO), dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor)," kata Jaksa Agung.
Akibat perbuatan para tersangka, mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat).