Korban Tewas yang Dibunuh Dukun Pengganda Uang Banjarnegara jadi 12 Orang, Ada yang Masih 25 Tahun
Update korban pembunuhan korban dukun pengganda uang Banjarnegara, TH (45) alias Mbah Slamet, di mana kini berjumlah 12 orang.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Whiesa Daniswara
Ia mengatakan, untuk penyebab kematian lantaran lemas karena racun, untuk jenis racunnya belum dijelaskan lebih lanjut.
"Usianya antara 25 hingga 50 tahun," paparnya Selasa (4/4/2023) sore, mengutip TribunJateng.com.
Sosok Mbah Slamet, Dukun Sadis Pengganda Uang, Bunuh 11 Orang, Residivis hingga Tertutup
TH (45) alias Mbah Slamet, pria berkedok dukun pengganda uang dari Banjarnegara, Jawa Tengah, telah menggegerkan masyarakat.
Mbah Slamet diduga membunuh sebanyak 12 orang, dan juga sebelumnya ditemukan sedikitnya 10 mayat yang terkubur di sebuah kebun Desa Balun, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Senin (3/4/2023).
Polres Banjarnegara pun mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Mbah Slamet terhadap satu di antara korbannya, yakni PO (53), warga Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Korban PO sebelumnya sempat hilang dan tak dapat dihubungi, hingga akhirnya ditemukan sudah menjadi mayat terkubur, lengkap dengan pakaiannya.
Lantas, siapakah sosok TH alias Mbah Slamet, dukun sadis yang membantai 11 orang korbannya?
Kepala Desa Balun, Mahbudiono, mengungkapkan pelaku dikenal tertutup dalam kesehariannya.
Baca juga: Sifat yang Ingin Mendapat Sesuatu Secara Instan Jadi Pemicu Orang Percaya Dukun Pengganda Uang
Bahkan, Mbah Slamet juga jarang bergaul dengan warga.
Dilansir TribunMuria.com, Mahbudiono mengatakan soal profesi atau pekerjaan yang dilakoni Mbah Slamet tidak jelas.
Namun, ia akhirnya mengetahui soal Mbah Slamet yang dikenal sebagai dukun pengganda uang saat ada seorang korban warga asal Pekalongan yang membeberkan hal tersebut.
"Sempat ada yang datang menemui saya, ia warga Palembang bilang ketemu Mbah Slamet ingin menemui keluarganya," jelasnya, Senin.
Sementara, soal ladang yang digunakan sebagai tempat penguburan korban, kata Mahbudiono, adalah milik orang tua Mbah Slamet.