AKBP Dody Prawiranegara Tak Menyangka Jerih Payahnya di Polri Berujung Duduk di Kursi Pesakitan
AKBP Dody Prawiranegara dituntut hukuman pidana penjara 20 tahun dan denda Rp2 miliar dalam kasus peredaran narkoba yang melibatkan Teddy Minahasa.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Kapolres Bukittinggi yang juga terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu, AKBP Dody Prawiranegara mengatakan tak pernah terpikir dan terbesit sedikitpun bahwa pengorbanan dan prestasinya yang telah dibangun di institusi Polri berujung duduk di kursi pesakitan.
Dody mengaku rapuh setelah duduk sebagai terdakwa.
Juga dia tak lagi tangguh menjalani berbagai rintangan.
Hal ini disampaikan Dody saat membacakan nota pembelaan alias pleidoi pribadinya dalam sidang kasus peredaran narkotika jenis sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (5/4/2023).
"Tidak pernah terbesit, terpikirkan dalam pikiran ini bahwa dengan segala loyalitas, totalitas dan pengorbanan saya terhadap penugasan ini berujung pada sesuatu yang amat sangat berat yang harus saya jalani yaitu persidangan ini duduk sebagai terdakwa," ungkap Dody.
Baca juga: Pleidoi AKBP Dody Prawiranegara Diberi Judul Prestasi Berujung Petaka karena Perintah Teddy Minahasa
Ia mengira saat ditugaskan sebagai Kapolres Kepulauan Mentawai, hal itu merupakan ujian terakhir dalam menjalani karir kepolisian.
Namun tak disangka, ia kembali pindah dan menjabat Kapolres Bukittinggi.
Saat mengemban tugas itu, Dody memandang jabatan ini merupakan titik cerah dari karirnya.
Tapi ternyata upayanya membangun Polres Bukittinggi hingga mendapat sejumlah penghargaan justru ditutup dengan pusaran kasus penjualan sabu dari barang sitaan.
"Selanjutnya saya sebagai Kapolres Bukittinggi yang tadinya saya pikir sebagai titik cerah membangun karya yang lebih baik, tempat di mana saya mencintai kota itu, mendapatkan penghargaan, bahkan merintis tipologi Polres Bukittinggi menjadi Polresta Bukittinggi. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa apakah saya rela merusak karir dan pengabdian terbaik yang sudah saya berikan dengan cara menjual narkoba sitaan," kata Dody.
Sebagai informasi, AKBP Dody Prawiranegara dituntut hukuman pidana penjara 20 tahun dan denda Rp2 miliar dalam kasus peredaran narkoba yang juga melibatkan kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa.
Jaksa menyatakan Dody terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan perbuatan Dody telah memenuhi empat unsur pidana berdasarkan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Narkotika.
Pertama, Dody dianggap terbukti memenuhi unsur setiap orang karena mampu menjawab seluruh pertanyaan Majelis Hakim dan JPU dengan baik. Sehingga tak ada alasan pembenar dan alasan pemaaf atas perbuatan yang dilakukan Dody.
Kedua, Dody dianggap memenuhi unsur tanpa hak atau melawan hukum. Pemenuhan unsur tersebut karena adanya fakta bahwa Dody menukar dan memperjual-belikan sabu bukan untuk pembuktian perkara, pelatihan, layanan kesehatan, dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan Pasal 7 dan 91 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ketiga, perbuatan Dody dianggap memenuhi unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.
Terpenuhinya unsur tersebut berangkat dari fakta persidangan bahwa Dody telah menukar, menerima, menyerahkan, dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu 5 kilogram.
Keempat, perbuatan Dody yang dilakukan bersama-sama terdakwa lainnya, yaitu Irjen Pol Teddy Minahasa, Linda Pujiastuti, dan Syamsul Maarif alias Arif membuatnya memenuhi unsur mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan.
"Menuntut menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dody Prawiranegara selama 20 tahun," kata jaksa.