Politikus Golkar Respons PDIP Agar Koalisi Besar KIB-KIR Segera Deklarasi: Kita Ikuti Ketua Umum
Ketua DPP Partai Golkar Fahd El Fouz merespons soal pernyataan politikus PDIP Aria Bima yang meminta agar Koalisi Besar segera dideklarasikan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar, Fahd El Fouz, merespons soal pernyataan politikus PDIP Aria Bima yang meminta agar Koalisi Besar antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Indonesia Raya (KIR) segera dideklarasikan.
Fahd yang membidangi ormas-ormas sayap Partai Golkar, mengatakan urusan Pilpres semua mengacu pada keputusan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.
"Kita ikuti perintah ketua umum saja. Kalau ketum Golkar ingin (deklarasi) Koalisi Besar ya kita (ormas-ormas) ini ikut," kata Fahd saat ditemui d DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Dia mengatakan Airlangga menjadi penentu soal langkah Pilpres sesuai dengan keputusan musyawarah nasional yang juga memutuskan Airlangga sebagai Capres.
"Tanahnya Pilpres juga hasil Munas diserahkan ke ketua umum," katanya.
Politikus PDIP Aria Bima mengaku geram partainya disebut ngotot mengajukan kadernya untuk menjadi calon presiden (capres) dari koalisi besar oleh partai Golkar. Bahkan, partai berlambang banteng itu menantang koalisi besar segera deklarasi tanpa PDIP.
Baca juga: Kata Pengamat Soal PDIP Gabung Koalisi Besar: Enggak Bakal Mau
Adapun kegeraman Aria Bima dalam menanggapi pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid. Menurut Aria Bima, sejatinya partainya bisa saja mengusung capres-cawapres sendiri tanpa berkoalisi.
"Saya tidak ngerti, PDI ini 20 persen thresholdnya lolos. Bukan ngotot mengotot, kita ini bisa nyalonkan. Jadi saya menghargai untuk koalisi besar mau nyalonkan segera saja nyalonkan, deklarasi, jangan banyak ngomong," ujar Aria Bima saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Aria bima menegaskan bahwa kerja sama koalisi itu bersifat dinamis. Menurutnya, keputusan final koalisi antara partai politik ada saat pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Oktober 2023 mendatang.
Baca juga: Pengamat Sebut Penentu Kursi Capres Koalisi Besar ada Pada Jokowi dan Megawati sebagai King Maker
Sebelum itu, kata dia, semua koalisi masih bersifat dinamis. Termasuk, wacana pembentukan koalisi besar yang dinilainya juga bisa saja tak berujung terhadap deklarasi bersama.
"Apakah koalisi besar akan berujung pada deklarasi bareng-bareng? dinamis ya kan. Capresnya apakah Prabowo, Wapresnya Pak Airlangga, apa Muhaimin, apa Erick Thohir kan dinamis," jelasnya.
Tak hanya itu, Aria Bima pun tak meyakini dengan terbentuknya koalisi perubahan. Sebab, partai NasDem, PKS dan Demokrat tak kunjung deklarasi mendukung Anies Baswedan menjadi capres.
"Wong yang namanya NasDem, PKS dan Demokrat saja sampai hari ini belum ada dekalrasi, pengusungan partai per partai iya, tapi kan dekalrasi tiga partai untuk mengusung Anies sampai hari imi nggak jadi-jadi, kenapa? Itu yang saya katakan ini sesuatu yang dinamis. Ini sesuatu yang terus berubah," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Nurdin Halid menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) boleh bergabung dalam Koalisi Besar jika tidak mematok calon presiden (capres).
Baca juga: PPP Sebut Tidak Mungkin Dorong PDIP Gabung Koalisi Besar, Ini Alasannya
Hal itu disampaikan Nurdin Halid dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (12/4/2023) dengan tema “PDIP Ditinggalkan Atau...?”.
Menurut Nurdin, demokrasi di Indonesia dibangun di atas multipartai, oleh sebab itu, ia sepakat jika dikatakan bahwa kita tidak mengenal koalisi.
“Saya setuju bahwa kita tidak mengenal koalisi, kita adalah presidensial, bukan parlementer. Tapi presidensial rasa parlementer, itu yang terjadi.”
Ia kemudian menyebut bahwa ada kerja sama yang bisa dilakukan oleh partai politik di Indonesia, baik sebelum maupun sesudah pemilihan presiden.
Saat Budiman Tanuredjo, pembawa acara Satu Meja The Forum, menanyakan, apakah PDIP tidak bisa masuk (dalam kerja sama) jika ingin bergabung? Nurdin menyebut PDIP bisa bergabung, tapi dengan catatan.
“Boleh saja (bergabung), tapi catatan harus ada ruang dong, harus ada ruang negosiasi, kalau dipatok, itu sulit.”
“Kalau teman-teman dari PDIP mau bergabung dengan koalisi besar ini, tidak mematok bahwa capresnya harus dari PDIP, itu bisa, bisa dimusyawarahkan, kita kan demokrasi pancasila, musyawarah mufakat,” urainya menegaskan.
Nantinya, jika sudah ada musyawarah yang dilakukan, tetapi tidak tercapai kesepakatan, lanjut Nurdin, setidaknya sudah tercipta persatuan.
"Kalau sudah ada musyawarah tapi tidak ada mufakat, tetapi kemudian tercipta persatuan, tidak ada polarisasi, tidak ada kebencian, tidak ada dendam.”
“Kita tidak pernah mengatakan bahwa koalisi besar ini anti-PDIP, tidak. Asal PDIP masuk kemudian tidak mematok bahwa wajib capres dari PDIP, koalisi besar ini menerima,” ucapnya.