Kuliah Umum di Lemhannas, Hasto: Terlalu Lama De-Soekarnoisasi Sehingga Kita Terlalu Inward Looking
Gubernur Lemhannas Andi Wijayanto membuka acara itu, dan peserta diikuti oleh ratusan siswa dari berbagai latar belakang militer maupun sipil.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
“Kekuatan pertahanan negara dibangun untuk menjaga perdamaian dan sebagai benteng bagi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa,” ujar Hasto.
Menurut Hasto, untuk bisa mewujudkan teori tersebut di dalam praktik pemerintahan Indonesia, harus dimulai dari perubahan mentalitas dan kepemimpinan nasional. Pada titik itulah Lemhannas memiliki posisi serta peran yang penting.
“Lemhannas menjadi ruang dan medium penting agar para pemimpin Indonesia berani membuat ide imajinasi untuk masa depan dan bangsa. Dan di Lemhannas ini sipil, militer dan kelompok fungsional atas dasar profesi juga blended,” ujar Hasto.
“Pemimpin Indonesia dari pusat sampai daerah harus paham geopolitik. Kesadaran geopolitik juga harus ditanamkan kepada rakyat Indonesia. Harus ditanamkan dalam pikiran rakyat Indonesia bahwa Indonesia adalah negara besar, yang segala tindakannya juga harus mencerminkan sebagai negara besar dan kuat,” tambah Hasto.
Ke depan, lanjutnya, pemahaman geopolitik harus jadi bagian utama perumusan kebijakan strategis pemerintahan. Misalnya, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, hingga Kementerian Keuangan, harus bisa berpadu dalam sebuah kebijakan yang memperhitungan geopolitik.
“Syarat utama mengatasi kelemahan selama ini adalah bangun self confidence, ciptakan hukum internasional, perkuat diplomasi pertahanan, perdagangan ekonomi, dan perkuat kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lalu harus diingat, tanpa kemampuan pemimpin intelektual dan visioner, kita tak punya masa depan,” tegas Hasto.
Hasto memberi salah satu contoh bagaimana pentingnya self confidence. Sering orang merasa tak bisa maju jika tak menguasai bahasa Inggris. Padahal Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, bisa maju tanpa perlu menguasai bahasa Inggris.
“China, Jepang, Korea maju bukan karena kuasai bahasa Inggris, tapi karena mentalitas juang mereka. Maka itu yang penting,” tekan Hasto.
Kepada Lemhannas, Hasto mengingatkan agar lembaga itu mampu mengingatkan serta mengaktualisasikan lagi pemikiran geopolitik para pendiri bangsa.
Sehingga nantinya para pemimpin yang dididik oleh lembaga itu mampu menjadi pemimpin Indonesia di masa depan yang memiliki kepercayaan diri yang kuat.
Hasto juga menekankan pentingnya pemimpin masa depan memiliki force projection, atau memanfaatkan semua potensi sumber daya yang ada untuk kepentingan nasional sesuai dengan tujuan bernegara.
Ia lalu menyumbangkan buku Mustika Rasa, satu-satunya mahakarya buku resep makanan asli Indonesia yang dibuat era Presiden Soekarno.
“Saya berikan ini untuk perpustakaan Lemhannas. Ini buku Mustika Rasa. Di buku ini dikumpulkan semua bahan makanan dan resep asli Indonesia. Ini bagian dari force projection di bidang pangan. Mari bangun hegemoni kita di bidang pangan dan bumbu-bumbuan karena ini adalah bagian dari kekuatan kita,” tandas Hasto.