Proyek Fiktif Proposal SCF Dirut Waskita Karya Dipakai untuk Entertain Relasi Bisnis dan Bagi-bagi
Pengajuan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank Dirut PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono ternyata untuk proyek-proyek fiktif.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus proyek fiktif dalam penggunaan fasilitas pembiayaan perbankan dari beberapa bank di Waskita Karya dan anak usaha, PT Waskita Beton Precast.
Dalam perkara tersebut, Destiawan berperan menyetujui pengajuan pengajuan fasilitas pembiayaan perbankan alias supply chain financing (SCF).
"Dia menyetujui pengajuan SCF," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejagung Kuntadi, Rabu (3/5/2023).
Pengajuan SCF seharusnya digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek. Namun hasil penyidikan Kejagung menunjukkan, proyek-proyek tersebut fiktif.
"SCF tidak digunakan untuk pembiayaan proyek, tapi untuk kegiatan macam-macam yang fiktif," kata Kuntadi.
Beberapa di antara kegiatan yang dimaksud, terdapat entertainment. Istilah tersebut lazim diartikan sebagai kegiatan menjamu atau menyenangkan relasi bisnis.
"Untuk entertain, untuk bagi-bagi, macam-macam. Pokoknya keluar dari itu (proyek)," ujarnya.
Selain kegiatan-kegiatan menyimpang semacam itu, pencairan dana juga dilakukan untuk membiayai utang-piutang perusahaan.
Palsukan Dokumen
Destiawan juga diduga berperan memalsukan dokumen-dokumen untuk mendukung pencairan tersebut.
"Peranan tersangka DES dalam perkara ini yaitu secara melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing dengan menggunakan dokumen pendukung palsu, untuk digunakan sebagai pembayaran hutang-hutang perusahaan," kata Kepala Psat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Sabtu (29/4/2023).
Akibat perbuatannya, Destiawan ditetapkan tersangka dan ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung sejak 28 April 2023.
Baca juga: Ini Dugaan Kasus Korupsi yang Menjerat Dirut PT Waskita Karya
Dalam perkara ini tim penyidik juga telah menetapkan empat orang lain sebagai tersangka.
Mereka adalah Direktur Operasional II PT Waskita Karya, Bambang Rianto; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko periode Juli 2020 sampai Juli 2022 Waskita Karya, Taufik Hendra Kusuma; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko periode Mei 2018 sampai Juni 2020 Waskita Karya, Haris Gunawan; dan Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya, Nizam Mustafa.
Baca juga: Kejaksaan Agung Geledah Kantor Waskita Karya Terkait Kasus Proyek Tol Japek
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Geledah Kantor Waskita
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengakui telah menggeledah kantor Waskita Karya terkait dugaan korupsi tersebut pada pekan sebelum perayaan Idul Fitri, tepatnya Selasa (11/4/2023).
"Ada geledah Waskita," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung Kuntadi kepada Tribunnews.com, Minggu (16/4/2023).
Dari penggeledahan itu, tim penyidik menemukan dan menyita sejumlah dokumen terkait pembangunan Jalan Tol Japek.
Namun tak dirinci di ruang mana saja dokumen tersebut diambil.
Baca juga: Empat Eks Pejabat Waskita Beton Precast Didakwa Rugikan Negara Rp 2,5 Triliun
"Ya di kantornya. Kita cari dokumen," kata Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo kepada Tribunnews.com pada Minggu (16/4/2023).
dalam perkara ini, Waskita Karya memang berperan sebagai satu di antara beberapa pelaksana proyek Tol Jakarta-Cikampek.
Namun belum dipastikan apakah terdapat indikasi perbuatan pidana pada Waskita Karya, baik korporasi atau perorangan.
"Kita lagi dalami karena itu kan melibatkan beberapa instansi ya. Tapi yang melaksanakan proyek Japek, antara lain Waskita," ujar Prabowo.
Selain Waskita, dua BUMN lain juga terkait dalam pembangunan Tol Japek yaitu Jasa Marga dan Kraktau Steel.
Akan tetapi, tim penyidik belum melakukan penggeledahan di keduanya, sebab masih memeriksa saksi-saksi yang terkait.
"Belum ada geledah. Yang pasti kalau kita periksa ada hal-hal yang perlu kita klarifikasi," katanya.
Untuk informasi, kasus korupsi proyek Tol Japek ini mulai naik ke penyidikan pada Senin (13/3/20230).
Proyek ini disebut-sebut memiliki nilai fantastis, mencapai belasan triliun.
"Tol Japek ini nilai kontraknya kurang lebih 13 triliun (rupiah). Penyidik sudah meningkatkan perkara ini ke proses penyidikan umum," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Senin (13/3/20230).
Pernyataan Manajemen
Manajemen PT Waskita Karya menyatakan telah menyerahkan seluruh proses hukum yang berlaku pada pihak berwenang.
"Manajemen Perseroan menghormati segala proses penyidikan yang sedang dilakukan dan berkomitmen untuk kooperatif serta menyerahkan segala proses hukumnya kepada pihak berwenang," ujar Corporate Secretary Waskita Karya, dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Perseroan akan tetap menjalankan seluruh program dan strategi sesuai dengan target.
"Dalam menjalankan proses bisnisnya, Waskita Karya selalu berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)," ucapnya, Sabtu (29/4/2023).
"Waskita terus berkomitmen agar proses bisnis dijalankan sesuai dengan prinsip profesionalisme serta integritas yang tinggi," lanjutnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020.
Setelah menjalani pemeriksaan, Destiawan langsung dijebloskan ke jeruji besi.
"Adapun 1 orang tersangka tersebut yaitu DES selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk periode Juli 2020 sampai sekarang," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Sabtu (29/4/2023).
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) menduga, Destiawan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu.
Hal tersebut untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan, yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka.
Berdasarkan perhitungan BPKP, dugaan kerugian keuangan atas kasus ini sebesar Rp2.546.645.987.644.
"Akibat perbuatannya, tersangka Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," imbuhnya.
Harta Destiawan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetorkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Destiawan diketahui memiliki total kekayaan sebesar Rp 26.979.819.022 (Rp 26,9 miliar).
LHKPN tersebut disampaikan pada 25 Februari 2022 untuk laporan periodik 2021.
Harta Destiawan terdiri dari 10 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Surabaya, Jakarta Timur, dan Bekasi.
Nilai totalnya sebesar Rp13.643.812.000 (Rp13,6 miliar).
Untuk kendaraan, Destiawan tercatat memiliki tiga mobil.
Yakni, Morris Minor Minibus tahun 1964 senilai Rp150 juta, Peugeot 3008 A/t Allure FL tahun 2021 senilai Rp720 juta, dan Toyota Camry 2.5 L Hybrid tahun 2016 senilai Rp300 juta.
Dia juga tercatat memiliki dua sepeda motor, yakni Honda Vario tahun 2010 senilai Rp2,3 juta dan Yamaha Mio senilai Rp11 juta.
Total nilai lima kendaraannya adalah Rp1.183.300.000 (Rp1,1 miliar).
Destiawan juga memiliki harta bergerak mencapai Rp600 ribu, surat berharga Rp10.709.738.320 (Rp10 miliar), serta kas dan setara kas Rp2.789.236.195 (Rp2,7 miliar).
Namun, Destiawan juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 1.346.867.493 (Rp1,3 miliar).
Sebagaimana diketahui, Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk Destiawan Soewardjono sebagai tersangka dugaan korupsi proyek fiktif senilai lebih dari Rp2,5 triliun.
Penetapan tersangka terhadap Destiawan dilakukan pada Kamis (27/8/2023).
Sehari setelahnya, atau Jumat (28/4/2023), penyidik memanggilnya untuk dilakukan pemeriksaan.
Usai diperiksa, Destiawan dijebloskan ke dalam penjara untuk mempercepat proses penyidikan.
"Tersangka DES dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung sejak 28 April 2023-17 Mei 2023," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, Sabtu (29/4/2023).
Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) menduga Destiawan memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan tersangka.
Berdasarkan perhitungan BPKP, dugaan kerugian keuangan atas kasus ini sebesar Rp2.546.645.987.644.
"Akibat perbuatannya, tersangka Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," imbuhnya.
Sebelumnya, Kejagung telah menjerat delapan tersangka dalam kasus ini.
Kedelapan tersangka itu yakni, Direktur Pemasaran PT Waskita Beton Precast Tbk periode 2016-2020, Agus Wantoro; General Manager Pemasaran PT Waskita Beton Precast Tbk periode 2016-Agustus 2020, Agus Prihatmono; Mantan Direktur Utama PT Waskita Beton Precast, Jarot Subana; dan Staf Ahli Pemasaran (expert) PT Waskita Beton Precast, Benny Prastowo.
Kemudian, pensiunan Karyawan PT Waskita Beton Precast Tbk, Anugrianto; pensiunan Karyawan BUMN PT Waskita Beton Precast, KJH; Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical, Hasnaeni; dan Direktur Utama PT Arka Jaya Mandiri (AJM) berinisial HA.
Dalam kasus ini penyidik juga telah menyita sejumlah aset, mulai dari uang, hingga tanah dan bangunan.
Diberhentikan dari Kursi Dirut
Sehubungan dengan penetapan status tersangka atas dirinya, PT Waskita Karya Tbk memberhentikan sementara Destiawan Soewardjono dari kursi dirut per 29 April 2023.
Keputusan tersebut mengacu pada Surat Nomor 13/RHS/WK/DK/2023 perihal Pemberitahuan Pemberhentian Sementara Direktur Utama serta Penunjukan Direksi Pengganti Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk oleh Dewan Komisaris Perseroan.
"Pemberhentian sementara Sdr. Destiawan Soewardjono efektif per tanggal 29 April 2023," tulis keterangan perseroan, Selasa (2/5/2023).
Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Destiawan Soewardjono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020.
Lebih lanjut, sehubungan dengan pemberhentian ini, merujuk Anggaran Dasar Perseroan Pasal 11 Ayat 20, Dewan Komisaris Perseroan telah menunjuk Direktur HCM, Pengembangan Sistem dan Legal PT Waskita Karya (Persero) Tbk Mursyid sebagai Pelaksana Tugas (Plt).
Mursyid ditunjuk untuk menggantikan tugas, wewenang dan tanggung jawab Direktur Utama perseroan berdasarkan surat tersebut di atas.
"Selanjutnya, pemberhentian sementara tersebut akan ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku. Demikian kami sampaikan, atas perhatian yang diberikan kami ucapkan terima kasih," sebut perseroan.
Laporan reporter Ashri Fadilla/Yanuar Riezqi Yovanda