Fakta Kasus Korupsi Tower BTS: Rugikan Negara Rp 8 Triliun hingga Menkominfo Diperiksa 3 Kali
Berikut fakta kasus korupsi menara BTS Bakti Kominfo yang rugikan negara hingga Rp 8 Triliun. Menkominfo, Jhonny G Plate diperiksa hari ini.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Jhonny G Plate kembali diperiksa oleh Kejaksaan Agung, Rabu (17/5/2023).
Johnny G Plate diperiksa ketiga kalinya sebagai saksi terkait kasus korupsi pembangunan tower base transceiver station (BTS).
Sebelumnya, Johnny G Plate telah diperiksa Kejaksaan Agung pada 14 Februari 2023 dan 15 Maret 2023.
"Hari ini Menkominfo diperiksa ketiga kalinya," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Rabu (17/5/2024) pagi.
Menurut pantauan Tribunnews.com, Jhonny G Plate tiba di Kejaksaan Agung sekira pukul 09.15 WIB.
Jhonny G Plate bakal diperiksa bersama beberapa saksi lainnya.
Baca juga: Kejagung Kembali Panggil Menkominfo Johnny G Plate soal Kasus BTS Bakti Kominfo
Berikut fakta kasus korupsi menara BTS Bakti Kominfo yang rugikan negara hingga Rp 8 Triliun:
- Rugikan Negara Rp 8 Triliun
Kerugian negara dalam kasus korupsi pembangunan tower BTS Kominfo ini mencapai Rp 8,3 triliun.
Nilai tersebut, merupakan hasil penghitungan Kejaksaan Agung bersama Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP).
Pernyataan tersebut, disampaikan Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh saat konferensi pers bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, di Kejagung, Senin (15/5/2023).
Sebelumnya, kerugian akibat kasus korupsi ini hanya ditaksir sebesar Rp 1 triliun.
"Berdasarkan bukti yang kami peroleh, kami menyimpulkan terdapat kerugian negara Rp 8.320.840.133.395," kata Ateh, Senin.
Total kerugian negara itu, disebut Ateh terdiri dari tiga hal yaitu biaya pendukung penyesuaian harga kajian, mark-up harga, dan pembiayaan tower BTS belum terbangun.
Rampungnya penghitungan kerugian negara itu pun menjadi pertanda bahwa penyidikan perkara ini telah selesai.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, perkara ini selanjutnya akan diserahkan ke jaksa penuntut umum.
- Lima Tersangka
Adapun dalam kasus ini sudah lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Salah satunya merupakan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif (AAL).
Sementara sisanya yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto.
Selain itu ada Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
Selain itu Kejagung juga telah mencegah 25 orang ke luar negeri dalam kasus ini.
- Adik Menkominfo Ikut Dikaitkan
Nama adik Menkominfo Johnny G Plate, Gregorius Alex Plate turut terseret dalam kasus ini.
Nama Gregorius pun masih disimpan oleh Kejagung terkait kasus dugaan korupsi yang merugikan negara Rp 8 triliun ini.
Sejauh ini, Gregorius Alex Plate belum bisa dikatakan bersih dari perkara rasuah ini.
"Saya belum bisa menyatakan dia clear di kasus ini," ujar Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo, Senin (24/4/2023).
Sebelumnya, Gregorius Alex Plate telah mengembalikan uang tunai setengah miliar rupiah kepada Kejaksaan Agung.
Baca juga: BREAKING NEWS: Menkominfo Johnny G Plate Hadiri Pemeriksaan Ketiga Terkait Korupsi Tower BTS
Uang tunai tersebut, merupakan nilai fasilitas yang diterima Gregorius Alex Plate dari BAKTI Kominfo untuk safari ke luar negeri.
Memang, Gregorius telah mengembalikan uang miliaran rupiah kepada Kejaksaan Agung.
Namun, tim penyidik belum menemukan keterkaitan uang tersebut dengan kasus rasuah ini.
"Yang jelas itu duit yang dia nikmati tapi tidak ada kaitannya dengan BTS," katanya.
- Duduk Perkara
Berikut duduk perkara kasus dugaan korupsi pembangunan tower BTS Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
Kasus tersebut, terendus dalam proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020-2022.
Pada tahun 2020, BAKTI Kominfo diberikan proyek untuk membangun Base Transceiver Station (BTS) 4G untuk mengakomodasi layanan internet.
Seharusnya proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di berbagai wilayah Indonesia.
Namun, para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
Kecurigaan pun terjadi ketika sampai batas pertanggungjawabannya, banyak proyek BTS tersebut tiba-tiba berakhir dan beberapa BTS tidak dapat digunakan oleh masyarakat.
Kasus ini terendus pada bulan Agustus 2022.
Gelar perkara kasus ini dilakukan oleh Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada 25 Oktober 2022.
Penyidik kemudian meningkatkan status penanganan perkara ini ke tahap penyidikan pada 13 November 2022.
Selanjutnya ditetapkan tiga tersangka, yaitu Dirut BAKTI Kominfo AAL.
Lalu, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia inisial GMS dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, YS.
Kemudian, ketiga tersangka tersebut langsung ditahan pada 4 Januari 2023.
- Permufakatan Jahat Dirut BAKTI di Tender BTS
Kejaksaan Agung menemukan adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan, permufakatan tersebut dilakukan dengan tersangka Mukti Ali sebagai direktur akun PT Huawei.
"Yang bersangkutan sebagai Account Director PT Huawei Tech Investment telah secara melawan hukum melakukan permufakatan jahat dengan Tersangka AAL."
"Mengkondisikan pelaksanaan pengadaan BTS 4G pada BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kuntadhi dalam keterangan resmi pada Selasa (24/1/2023) malam.
Akibat permufakatan itu, PT Huawei Tech Investmen ditetapkan sebagai pemenang tender proyek oleh BAKTI Kominfo.
"Ketika mengajukan penawaran harga, PT HWI ditetapkan sebagai pemenang," ujar Kuntadi.
Dalam perkara ini, Dirut BAKTI juga disebut berperan merekayasa pengadaan proyek pembangunan BTS di berbagai daerah terpencil di Indonesia.
Rekayasa itu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
Peran itu terbukti dari adanya kerja sama dengan tersangka lain, yaitu Yohan Suryanto.
Dari kerja sama tersebut, tim penyidik menemukan, kedua tersangka merekayasa kajian teknis dengan mencatut nama Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI).
"Bekerja sama dengan tersangka, si YS membuat seolah-olah kajian teknis dibuat oleh satu lembaga, HUDEV UI. Padahal itu dia pribadi," kata Kuntadi.
Anang juga diketahui melakukan pengondisian dengan menerbitkan Peraturan Dirut yang menguntungkan pihak tertentu.
"Termasuk dalam mengeluarkan Peraturan Dirut yang isinya menguntungkan pihak tertentu, memberikan batasan, sehingga tidak ada unsur persaingan yang sehat," ujarnya.
Peraturan Dirut itu, kata Kuntadhi, merupakan hasil kerja sama Anang dengan tersangka Galumbang Menak Simanjuntak sebagai suplier.
Kerja sama itu pada akhirnya memberikan keuntungan bagi PT Mora Telematika Indonesia.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ashri Fadilla/Malvyandie Haryadi/Abdi Ryanda Shakti)