Dilema Perjanjian Kerja antara UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, Ini Solusi Anwar Budiman
Anwar memberikan pemahaman tetang keberlakuan UU Cipta Kerja dan juga pemahaman tentang menciptakan hubungan industrial Pancasila
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Suka tidak suka, setuju tak setuju, Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang mendapat penolakan luas terutama dari para buruh, sudah menjadi hukum positif begitu diundangkan, sehingga harus ditaati oleh seluruh warga negara Indonesia.
Di sisi lain, sudah banyak perusahaan yang mempunyai Perjanjian Kerja Bersama dan PKB tersebut masih berlaku. "Isi PKB tersebut mengakomodir pasal-pasal yang ada di dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Padahal sekarang yang berlaku adalah UU No 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Di sinilah muncul dilema," kata pakar hukum ketenagakerjaan Dr Anwar Budiman di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Mampu Mengantisipasi Krisis Ekonomi Nasional
Anwar lalu mengenang saat dirinya menjadi narasumber pada acara bertajuk "Bimbingan Teknis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial" bagi Kepala Dinas Tenaga Kerja/Pejabat Hubungan Industrial Non-Mediator yang diselenggarakan Kementerian Ketenagakerjaan RI yang membidangi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Tangerang, Banten, belum lama ini.
Acara tersebut dihadiri oleh para Kepala Dinas Tenaga Kerja dan pejabat struktural lainnya dari beberapa daerah seperti Tangerang, Jakarta, Sukabumi, Bandung, Kalimantan, Riau, Sumatera, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya.
Di hadapan mereka, Anwar memberikan pemahaman tetang keberlakuan UU Cipta Kerja dan juga pemahaman tentang menciptakan hubungan industrial Pancasila, serta penyelesaian perselisihan yang humanis dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saat itu, kata Anwar, banyak pengusaha, pekerja, bahkan pejabat Dinas Tenaga Kerja yang bingung dengan keberlakuan UU Cipta Kerja. "Apakah UU Cipta Kerja ini bisa dipergunakan atau tetap PKB yang berlaku dalam suatu perusahaan yang mengacu pada UU Ketenagakerjaan?" tanya Anwar.
Baca juga: MK Diminta Nyatakan UU 6/2023 tentang Perppu menjadi UU Cipta Kerja Cacat Formil
Memang, kata Anwar, PKB yang dibuat saat ini mengacu pada UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana PKB merupakan "lex specialis" (aturan khusus) dari UU Ketenagakerjaan. "Sehingga banyak yang beranggapan bahwa PKB tidak bisa tergantikan oleh UU Cipta Kerja. Di sinilah ada kesalahan berpikir yang terjadi," cetus Anwar yang juga pakar hukum tata negara Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta.
Memang, tegas Anwar, PKB merupakan "lex specialis" dari UU No 13 Tahun 2003 sesuai asas yang berbunyi, "lex specialis derogat legi generalis", yakni peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan yang umum. "Di mana UU No 13/2003 merupakan peraturan umum, sedangkan PKB merupakan peraturan khusus yang dibuat dan telah disepakati oleh pengusaha dan serikat pekerja," terangnya.
Namun, lanjut Anwar, hukum juga mengenal asas lain, yaitu asas "lex posterior derogat legi priori" yang artinya peraturan yang baru mengesampingkan peraturan yang lama, sepanjang mengatur hal yang sama.
"Nah, UU Cipta Kerja telah mengubah sebagian ketentuan dalam pasal-pasal yang ada pada UU Ketenagakerjaan. Maka jelas di sini UU Cipta Kerja merupakan 'lex posterior' dari UU Ketenagakerjaan," paparnya.
Baca juga: MK Gelar Sidang Perdana Uji Formil Undang-Undang Nomor 6/2023 tentang Perppu menjadi UU Cipta Kerja
Jika memahami lebih dalam tentang "pacta sun servanda" yang ada dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Pardata (KUHPerdata) yang menyebutkan bahwa "semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
"Artinya, PKB yang disepakati oleh para pihak menjadi undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan kata lain, kedudukan PKB sama dengan undang-undang," urainya.
Dengan pemahaman tersebut, kata Anwar, maka asas "lex posterior derogat legi priori" berlaku. "Berdasarkan pemahaman tersebut, sudah sangat jelas UU Cipta Kerja mempunyai daya ikat yang lebih kuat dibandingkan dengan PKB yang ada saat ini. Artinya, UU Cipta Kerja juga merupakan 'lex posterior' dari PKB," tukas advokat yang sedang bersinar terang ini.
Lebih jauh Anwar menjelaskan, selain ketundukan warga negara terhadap UU Cipta Kerja, dalam membuat perjanjian kerja juga harus berasaskan gotong-royong untuk dapat terciptanya hubungan industrial Pancasila, karena tujuan utama dari perjanjian kerja adalah menciptakan kebahagiaan bersama.
"Pengusaha bahagia, pekerja bahagia, keluarga pekerja bahagia, lingkungan bahagia dan bermuara pada kebahagiaan negara," tandasnya.