Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Setara Institute Kritik MK Soal Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK

Ia menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah keluar jalur dengan memutus memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Setara Institute Kritik MK Soal Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
Ismail Hasani. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hasani turut mengkritik putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK RI dari empat tahun menjadi lima tahun.

Ia menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah keluar jalur dengan memutus memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.

Sebab hal itu sejatinya merupakan ranah pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah.

Ismail Hasani, menyebut sejak awal pemeriksaan permohonan Wakil Ketua Nurul Ghufron yang akhirnya dikabulkan MK, sudah dipaksakan.

Sebab jika merujuk pada kasus-kasus sebelumnya, soal batasan usia, batasan syarat menduduki jabatan, dikategorikan oleh MK sebagai opened legal policy atau kebijakan hukum terbuka.

"Artinya kewenangan pengaturan ada pada organ pembentuk UU yakni DPR dan Presiden. Jadi isu usia calon dan masa jabatan pimpinan KPK bukanlah isu konstitusional melainkan kebijakan hukum terbuka. Hanya saja MK tidak konsisten dalam memperlakukan norma-norma sejenis ini," kata Ismail dalam keterangannya, Jumat (26/5/2023).

Ia juga menjelaskan, apa yang disampaikan oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono dengan mengacu pada pertimbangan putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat, adalah tafsir juru bicara bukan bunyi putusan. Oleh karena itu bisa diabaikan.

Berita Rekomendasi

"Betul bahwa putusan MK final dan mengikat dan berlaku saat diucapkan, tetapi obyek uji materi di MK adalah norma abstrak dan tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret, seperti yang diminta Nurul Gufron. Apalagi sifat putusan ini adalah putusan yang sifatnya non-self executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini," jelasnya.

Ia melanjutkan, jika putusan MK No.112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, maka MK tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif. Namun juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru.

"Keppres 129/P Tahun 2019 tentang pengangkatan KPK tetap sah hingga masa akhir jabatan pimpinan KPK berakhir di 2023. Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU," jelasnya.

Ia memandang, Presiden Jokowi sebaiknya mengabaikan putusan MK ini untuk kepentingan penguatan KPK, meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.

"Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk UU segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut. Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas