Koordinator Aktivis Sumsel-Jakarta Dukung Firli Bahuri Cs Tuntaskan Masa Jabatan 5 Tahun
Aktivis Sumsel-Jakarta mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator aktivis Sumsel-Jakarta Harda Belly mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun.
Menurut dia, MK sudah mempertimbangkan dari berbagai aspek sehingga pada akhirnya memutuskan memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK.
“Karena memang tidak adil kalau cuma 4 tahun sedangkan instansi independen lainnya 5 tahun jadi harus sama masa jabatannya,” ujar Harda Belly dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (27/5/2023).
Perpanjangan masa pimpinan KPK, kata dia, Firli Bahuri Cs bisa menjalankan tugas dengan lebih baik lagi sehingga korupsi bisa diberantas sampai ke akar-akarnya.
“Selamat melanjutkan tugas Bapak Firli dan pimpinan yang lain, semoga makin kuat menjalankan tugas untuk mengganyang koruptor di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Abraham Samad Nilai MK Istimewakan Gugatan Nurul Ghufron Soal Masa Jabatan Pimpinan KPK
Dia memberikan dukungan kepada Ketua KPK Firli Bahuri dalam upaya memberantas korupsi.
Menurut dia, sudah menjadi tugas KPK menangkap koruptor.
"Sudah menjadi resikonya pejuang antikorupsi, semua koruptor pasti tidak suka," kata dia.
Sebagai warga Sumatera Selatan, dia merasa bangga kepada Firli Bahuri.
“Beliau putra terbaik Sumsel, kami yang berasal dari daerah yang sama tentu terus mengawal suksesi kepemimpinannya," kata dia.
Belakangan ini, Firli Bahuri diserang isu miring kedekatan dengan seorang perempuan.
Baca juga: NasDem Sebut Putusan MK Berlaku Pada Pimpinan KPK Periode Berikutnya, Bukan Era Firli Cs
Dia menilai itu sebagai serangan para koruptor yang sudah cemas dan takut ditangkap.
"Sudah menjadi tugasnya KPK untuk menangkap koruptor.
“Sudah biasa, kalau orang sedang berada dipuncak pasti banyak yang tidak suka, ibaratnya semakin tinggi pohon maka semakin kencang anging menerpa,” tuturnya.
Namun, kata Harda, kalau turus melakukan fitnah yang merugikan maka harus dilawan menggunakan jalur hukum.
“Cara-cara kotor seperti itu sebenarnya sudah usang dan tidak mempan lagi untuk menjatuhkan Bapak Firli Bahuri,” tambahnya.
Baca juga: Fahri Hamzah: Putusan MK Soal Perpanjangan Masa Jabatan Untuk Sinergikan KPK Dalam Rumpun Eksekutif
Sebagaimana diketahui, dalam persidangan Kamis (25/5/2023), MK memutuskan untuk mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.
Gugatan itu teregister dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022.
"Mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman.
Salah satu poin gugatan yang dikabulkan, yaitu tentang masa jabatan Pimpinan KPK.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Karena itu, pasal tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan," katanya.
MK menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak 2 kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman. Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Selain itu dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".