Indonesia Perlu Waspadai Serangan Komplotan Hacker Volt Typhoon
Pusat Keamanan Siber Kanada bersama aliansi intelijen tengah fokus dengan ancaman siber yang diduga disponsori negara-negara yang berafiliasi dengan
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Keamanan Siber Kanada bersama aliansi intelijen tengah fokus dengan ancaman siber yang diduga disponsori negara-negara yang berafiliasi dengan Republik Rakyat Tiongkok.
Aliansi intelijen ‘Five Eyes’ yang dimotori para ahli dari 5 negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru, telah memberikan peringatan ke publik pentingnya peningkatan kewaspadaan Kanada dalam menjaga keamanan siber negaranya.
Merespons hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan kepada negara-negara dunia termasuk Indonesia, untuk mewaspadai ancaman serangan siber ini.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan komplotan hacker bernama Volt Typhoon jadi salah satu ancaman siber yang nyata bagi negara-negara di dunia.
“Dari berbagai informasi di media massa menyebutkan hampir semua pemerintah dan ahli siber mulai cemas dengan barisan hacker tersebut,” kata AB Solissa kepada wartawan, Jumat (9/6/2023).
Ia mengatakan kelompok hacker ini bukan cuma mengumpulkan data ilegal, tapi juga kerap menjalankan kegiatan sabotase.
“Tidak hanya melakukan aksi pengumpulan data ilegal, kelompok ini juga diduga kuat menjalankan kegiatan sabotase,” kata dia.
Kecemasan terhadap serangan hacker asal China ini, lanjut AB Solissa, juga membuat pemerintah AS langsung merespons tulisan di blog Microsoft soal Volt Typhoon.
Microsoft menyatakan Volt Typhoon tengah mengkaji pengembangan kapabilitas untuk mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat dan Asia dalam waktu krisis.
AB Solissa menyebut ahli dari Dell Technologies, Marc Burnard mengkategorikan kelompok Volt Typhoon ke dalam 'siluet perunggu' atau kelompok yang diposisikan untuk melaksanakan gangguan atau spionase, seperti pencurian informasi terkait militer.
“Burnard memang saat ini menempatkan Volt Typhoon di kategori ‘siluet perunggu’, yaitu kelompok yang diposisikan untuk melaksanakan gangguan, tetapi pada umumnya melakukan aksi spionase,” tutur AB Solissa.
Ia menuturkan bahwa operasi Volt Typhoon dicirikan oleh teknik yang disebut sebagai 'living off the land'. Teknik ini melibatkan eksploitasi alat jaringan yang ada dan kredensial valid untuk menghindari deteksi. Pendekatan ini berbeda dari serangan malware tradisional yang menghasilkan file baru pada sistem yang ditargetkan.
Baca juga: Viral Dugaan Kebocoran Data yang Disebar Hacker Bjorka, Ini Kata Polri
Dalam postingan blog baru-baru ini Microsoft mengungkap bahwa kampanye Volt Typhoon bertujuan untuk mengembangkan kemampuan yang dapat mengganggu infrastruktur komunikasi penting antara Amerika Serikat dan kawasan Asia selama krisis di masa mendatang.
Atas hal itu CENTRIS meminta negara dunia termasuk Indonesia untuk mewaspadai secara bersama potensi serangan siber dari kelompok hacker Volt Typhoon.
“Ini harus dan patut diwaspadai bersama oleh negara-negara dunia khususnya Indonesia. Bisa jadi perang siber dunia akan terjadi jika hacker yang katanya dari China ini dibiarkan,” pungkas AB Solissa.