Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejumlah Akademisi Eksaminasi Putusan Ferdy Sambo, Ini yang Disoroti

Para eksaminator berpandangan bahwa unsur dalam dakwaan itu harus ada dan jelas dalam persidangan.

Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Sejumlah Akademisi Eksaminasi Putusan Ferdy Sambo, Ini yang Disoroti
WARTAKOTA/YULIANTO
Terdakwa Ferdy Sambo memasuki ruang untuk menjalani sidang vonis terkait kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah akademisi melakukan eksaminasi atas putusan Ferdy Sambo.

Para eksaminator tersebut, antara lain, Prof Marcus Priyo Gunarto, Prof Eddy OS. Hiariej, Prof Amir Ilyas, Prof Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun dan Agustinus Pohan.  

Para eksaminator berpandangan bahwa unsur dalam dakwaan itu harus ada dan jelas dalam persidangan.

Harus ada dua alat bukti yang sah dan ditambah keyakinan hakim, hakim tidak harus ada keraguan dalam menjatuhkan putusan.

Masalahnya, terdapat dua versi motif dari penasehat hukum dan jaksa yang berbeda, yang kemudian sama-sama ditolak hakim majelis hakim.

Sehingga pertimbangan hukum tersebut kurang lengkap. Jadi dalam hal ini, terkesan, terjadi bias yang terungkap di persidangan.

Berita Rekomendasi

Mahrus Ali, Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), menilai, salah satu yang menarik, menurut Mahrus, apakah perbuatan Ferdy Sambo masuk dalam kategori pembunuhan berencana atau tidak.

Sebab, hakim dianggap hanya menggunakan keterangan satu saksi yaitu Richard Eliezer yang bertentangan dengan saksi lain di persidangan.

"Karena dijatuhkan pidana mati maka pertimbangan harus lengkap,” ujar Mahrus, pada Jumat (9/6/2023), yang juga Editor dari buku berjudul Pidana Mati Berdasarkan Asumsi, Kajian Putusan Perkara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.  

Poin lain yang menjadi sorotan, berkaitan dengan tes psikogi yang dilakukan penyidik, namun hasilnya justru dimentahkan melalui tes poligraf yang menganggap seluruh saksi yang menjalani tes berbohong, kecuali Richard Eliezer.

Ada juga mengenai peluru yang bersarang di tubuh alm Brigadir Joshua yang berjumlah tujuh peluru.Tercatat ada lima peluru identik dengan senjata Eliezer, sementara sisa dua peluru dianggap milik Sambo.

Baca juga: Isi Lengkap Surat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Rayakan Ulang Tahun sang Anak

"Padahal ahli balistik mengatakan dua peluru tersebut serpihannya sangat kecil. Dari situ majelis menganggap Sambo ikut menembak walaupun bertentangan dengan bukti ilmiah," ucap Mahrus.

Lalu mengenai turut serta, rata-rata menganggap tidak tepat unsur turut serta, tapi menganjurkan. Namun, sebenarnya pasal tentang penganjuran tidak masuk surat dakwaan.

Sehingga, muncul kesan, bahwa hakim terjebak dengan pandangan dia karena sejak awal hakim mengklaim, sehingga ditemukan dalam satu kasus pelaku sekaligus pelaku turut serta.

Poin selanjutnya mengenai Obstruction of Justice, menurut Mahrus, Prof. Eddy OS Hieraj mengatakan perkara tersebut ditujukan bukan pada pelaku kejahatan, tetapi pada orang lain yang membantu menghalangi saksi dalam perkara aquo. Sehingga tidak tepat Ferdy Sambo dikenakan pasal tersebut.

Sementara untuk putusan Putri, setidaknya ada dua isu hukum yaitu mengenai turut serta dan pembunuhan berencana. Untuk poin pertama hasil eksaminasi mengatakan tidak mungkin terjadi turut serta pada delik selesai yang telah selesai.

Alasannya turut serta terjadi pada fase sebelum kejahatan terjadi dan ketika kejahatan terjadi, sehingga tidak mungkin pada saat kejahatan telah selesai dilakukan.

Sementara dalam eksaminasi ini banyak fakta hukum yang dijadikan pertimbangan hakim ketika mengatakan Putri ikut terlibat pembunuhan itu sama sekali tidak ada kaitan dengan Sambo.

Apalagi, niat Ferdy Sambo itu munculnya di Jakarta, bukan Magelang, tetapi fakta hukum yang diduga dimasukkan oleh hakim adalah fakta di Magelang, sehingga itu tidak masuk.

"Kedua banyak fakta hukum yang mengatakan Putri turut serta itu setelah korban meninggal,” terangnya.

Disampaikan Mahrus, para eksaminator, menilai,  perbuatan Putri lebih tepat dikatakan sebagai membantu orang lain melakukan kejahatan seperti tertera dalam Pasal 56 KUHP. Jadi tidak tepat Putri dinyatakan bersalah melakukan turut serta pembunuhan berencana.  

Menurut Mahrus, harusnya Pasal 56 ayat (1) KUHP, dimana terdapat dua delik, sebelum kejahatan kedua setelah kejahatan. Ia menambahkan, eksaminasi yang dilakukan,   murni basisnya adalah dokumen resmi putusan pengadilan dan berkas-berkas yang lain.

"Ini murni kajian akademik, saya murni pendapat sebagai akademisi saya sebagai Guru Besar Hukum Pidana,” tegasnya.

Disampaikan Mahrus, eksaminasi ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan doktrin doktrin hukum.

Kata Mahrus, eksaminasi penting dilakukan karena bermanfaat baik secara teoritis untuk pengembangan khasanah keilmuan hukum pidana maupun praktik kemudian dijadikan sebagai bahan ajar bagi dosen dan mahasiswa pada mata kuliah eksaminasi publik.  

Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda, yang juga merupakan eksaminator, menyampaikan, salah satu yang krusial, berkaitan dengan posisi Putri, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal, dimana mereka sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari pembunuhan berencana, namun kemudian majelis beranggapan sebaliknya.

“Mereka dianggap sebagai bagian pembunuhan berencana. Padahal tidak ada,” terang Chairul, pada Jumat, (9/6/2023).

Baca juga: IPW Bandingkan Vonis Teddy Minahasa dengan Ferdy Sambo: Cerminan Peradilan Indonesia yang Tidak Adil

Selain itu mengenai peran Sambo, eksaminator beranggapan suasana tenang dalam pembunuhan berencana itu sebenarnya ada pada diri Eliezer.  Chairul Huda mengatakan, majelis hakim tidak mampu melakukan konstruksi secara jelas seperti apa perbuatan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pembunuhan itu.

"Ini harus dikritisi, dianggap turut serta ini bersama-sama, ada pergeseran makna turut serta yang diartikan bersama-sama. Sehingga kami menilai putusan ini diibaratkan sekadar untuk memenuhi keinginan netizen. Karena begitu kuatnya tekanan netizen dalam kasus ini,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas