Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MAKPI Nilai RUU Kesehatan Tidak Wujudkan Harmonisasi Peraturan

Ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Riant Nugroho menilai penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan tidak mudah.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in MAKPI Nilai RUU Kesehatan Tidak Wujudkan Harmonisasi Peraturan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah tenaga medis dan kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi medis dan kesehatan (PB IDI, PPNI, IBI, PDGI, dan IAI) di Indonesia melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023). Aksi tersebut menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law RUU Kesehatan yang tengah dibahas Pemerintah dan DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Riant Nugroho menilai penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan tidak mudah.

Menurut Riant, semestinya diperlukan kehati-hatian dan tingkat ketelitian yang lebih tinggi.

"Ini yang merupakan penyakit mental yang disampaikan Prof Koentjaraningrat pada tahun ’70 yang menjadi problem dalam pembangunan kita. Khusus undang-undang kesehatan, sudah tidak sepatutnya cara-cara ini digunakan lagi,” ujar Riant dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).

Riant menjelaskan bahwa pendekatan dalam penyusunan undang-undang yang bersifat multidimensi bahkan ultradimensi ini tidak bisa dilakukan hanya dengan cara formal seperti voting dan dialog yang melibatkan banyak orang saja.

Ada sejumlah hal yang, menurut Riant, perlu dipenuhi seperti memetakan siapa saja yang sebenarnya harus dilibatkan.

“Pertama, melibatkan mereka yang berkemampuan, bukan mereka yang berkekuasaan. Siapa yang berkemampuan? Ya mereka yang seharusnya terlibat dalam proses tersebut,” jelasnya.

Berita Rekomendasi

Dalam konteks melibatkan pertembakauan, misalnya, kata Riant maka perlu menghadirkan sejumlah pihak yang benar-benar relevan.

Mulai dari tenaga kesehatan, ahli bahasa Indonesia, ahli hukum, ahli kebijakan, ahli tanaman, antropolog yang membidangi pertanian tembakau dan lain sebagainya.

Hal-hal inilah yang menurut Riant belum terpenuhi dalam proses penggodokan RUU Kesehatan yang didesain secara omnibus law ini.

Dirinya menyoroti kisruh akibat penggolongan tembakau yang disamakan dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika sebagaimana tercantum dalam Pasal 154 di RUU Kesehatan ini.

"Ini kan berarti ada ruang-ruang baru yang harus kita buka, supaya kita tidak menjadi orang-orang yang menistakan karunia Tuhan," ujarnya.

Riant juga mengomentari pemerintah yang bersikukuh untuk menggabungkan 10 undang-undang ke dalam satu kebijakan berjudul Rancangan Undang-Undang Kesehatan.

Menurutnya, ada kebijakan tertentu yang memang sebaiknya tidak dipaksakan untuk dibuat secara omnibus law.

Harmonisasi aturan harus diawali dengan harmonisasi gagasan, konsep, dan variabel-variabel yang ada.

Baca juga: Serikat Pekerja Minta DPR Hapus Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan

"Kerangka berpikir dalam pembentukan omnibus law pun haruslah metodologis dan sistematis dan bukan akademis. Saya berani menyimpulkan bahwa tidak dilakukan harmonisasi sejak gagasan, makanya pasal-pasalnya tidak harmonis. Mungkin yang dilakukan harmonisasi kemauan," pungkas Riant.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas