Pengamat: Indonesia Bisa 'Babak Belur' Jika Kewenangan Kejaksaan Usut Korupsi Dicabut
Ia pun memaparkan dalam kondisi darurat tidak semua hal yang sifatnya teori penegakan hukum bisa diterapkan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menilai Indonesia akan babak belur bila kewenangan kejaksaan mengusut korupsi dicabut.
Sebab, dalam kondisi marak korupsi maka tidak dapat mengandalkan kepolisian saja.
Ray menilai penindakan korupsi yang merugikan negara dilakukan kejaksaan dan kepolisian.
“KPK inikan lembaga extra ordinary yang pada waktunya nanti akan selesai. KPK tidak akan ada selamanya,” tutur Ray Rangkuti, Senin (19/6/2023).
Ray menuturkan bila hal tersebut terjadi dan kewenangan kejaksaan mengusut korupsi dicabut maka hanya tinggal menyisakan kepolisian saja.
“Pertanyaannya, apa iya persoalan korupsi hanya akan ditangani polisi saja?" tanya dia.
Ia pun memaparkan dalam kondisi darurat tidak semua hal yang sifatnya teori penegakan hukum bisa diterapkan.
“Korupsi saat ini merajalela, sementara kita tidak bisa hanya mengandalkan kepolisian sebagai satu-satunya lembaga yang menangani tindak pidana korupsi. Akan sulit kalau hanya polisi,” papar Ray.
“Ada hal-hal di kondisi sekarang, yang tidak bisa hanya didasarkan teori saja,” kata Ray Rangkuti.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung dan Persatuan Jaksa Seluruh Indonesia (Persaja) memamerkan sejumlah prestasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi saat menyampaikan pandangan sebagai pihak terkait di Mahkamah Konstitusi.
Kejaksaan menjadi pihak terkait dalam gugatan uji materil Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkait kewenangan menyidik perkara korupsi.
Beberapa di antara yang dipamerkan, yaitu jumlah perkara korupsi yang ditangani sepanjang tahun 2022.
Total ada 1.689 perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan dalam kurun waktu setahun.
"Jauh lebih banyak dari KPK dan Kepolisian yang melakukan penyidikan masing-masing sebanyak 120 dan 138 perkara," ujar kuasa hukuk Kejaksaan dan Persaja, Ichsan Zikry di hadapan Hakim Konstitusi pada Rabu (7/6/2023).
Selain itu, Kejaksaan juga memamerkan total kerugian negara yang berhasil dipulihkan dan disetor ke negara.
Dari 1.689 perkara korupsi yang ditangani, ada Rp 26,4 triliun kerugian negara yang telah disetor Kejaksaan kepada negara.
"Jauh lebih besar darinilai kerugian perkara yang ditangani oleh KPK dan Polri yang berjumlah kurang lebih Rp 3,5 triliun," katanya.
Oleh sebab itu, penanganan korupsi dinilai bakal merugi banyak jika kewenangan penyidikan korupsi dihapus bagi Kejaksaan.
"Dapat dibayangkan berapa banyak kerugian keuangan negara yang gagal diselamatkan dan potensi dugaan tindak pidana korupsi yang tidak dilakukan penindakan," ujarnya.
Gugat kewenangan kejaksaan
Sebagai informasi, Mahkamah Agung tengah menangani gugatan perkara nomor 28/PUU-XXI/2023, diajukan oleh Yasin M Djamaludin sebagai pihak pemohon.
Yasin sendiri merupakan penasihat hukum Plt Bupati Mimika Johannes Rettob, terdakwa kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Papua.
Pasal yang digugat oleh Yasin Djamaludin ke MK ini berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan untuk menangni kasus korupsi.
Dalam petitum gugatannya, Yasin meminta agar Hakim Konstitusi membatalkan Pasal 30 Ayat (1) Huruf D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Kemudian ada Pasal 39 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi yang diminta untuk dibatalkan.
Selain itu, Yasin juga meminta agar Hakim Konstitusi menghapus frasa "atau Kejaksaan" dalam Pasal 44 dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal-pasal tersebut dianggap sang penggugat bertentangan dengan konstitusi dasar Republik Indonesia.
"Bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," katanya dalam permohonan yang teregister di MK.
Sebagaimana diketahui, pasal-pasal yang digugat itu merupakan dasar hukum kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan, khususnya dalam bidang tindak pidana korupsi.
Satu di antaranya, Pasal 30 Ayat (1) Huruf D yang berbunyi:
Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Kemudian dalam Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi termaktub bahwa:
Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik Kepolisian atau Kejaksaan.