AJI Indonesia Desak Pemerintah Hentikan Pengadaan Alat Sadap Pegasus
berdasarkan laporan dari Forbidden Stories dan Amnesty International, mengungkap terjadinya penyalahgunaan alat penyadap yang dinamai pegasus ini.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
"Oleh karena itu penting ada tim khusus yang seharusnya ini dibentuk oleh negara untuk menyelidiki, menginvestigasi, dan mengungkap sejauh apa sebenarnya selama ini pengadaan alat-alat pengintaian ini. Seberapa banyak budget yang digunakan, alat-alat ini digunakan di lembaga mana saja. Siapa atau pihak mana yang sudah ditargetkan oleh alat ini dan siapa yang mengawasi alat ini," sambungnya.
"Itu semua harus menjadi temuan dr tim, supaya ini bisa menjadi kajian yg serius ke depannya utk pembuatan kebijakan yg transparan."
Ketiga, Ika melanjutkan, pihaknya menuntut adanya peningkatan transparansi dan juga keamanan digital dari perusahaan-perusahaan mobile selular.
"Ini penting karena dengan melihat praktik canggihnya alat pengintaian seperti ini, karena dia tidak membutuhkan ada perantara khusus yang mudah diketahui secara kasat mata. Artinya ada tanggung jawab dari perusahaan-perusahaan telekomunikasi, produsen telepon selular untuk meningkatkan keamanan digitalnya dengan dia melihat tren teknologi penyadapan yang baru," jelas Ika.
Baca juga: Alat Sadap Pegasus Disebut Salah Sasaran Mengintai Masyarakat Sipil hingga Ancam Kerja Jurnalis
Terakhir, kata Ika, AJI Indonesia menuntut adanya perlindungan terhadap jurnalis dan berbagai kelompok kritis lainnya.
"Menuntut adanya mekanisme perlindungan secara holistik terhadap human right defender, terhadap juga jurnalis, supaya dia atau kelompok-kelompok ini tidak menjadi kelompok yg ditarget dengan berbagai alat-alat pengintaian dan juga pengawasan di ruang digital," tegas Ika Ningtyas selaku Sekjen AJI Indonesia.
Diberitakan sebelumnya, Sekjen AJI Indonesia Ika Ningtyas mengatakan, penyalahgunaan alat penyadap pegasus memberikan konsekuensi dan ancaman besar terhadap demokrasi di Indonesia.
"Itu tidak sekadar mengintai, tidak sekadar memata-matai kelompok kritis yang ditargetkan. Tapi itu memberikan konsekuensi yang cukup besar terhadap demokrasi kita," tegas Ika.
Lebih lanjut, Ika menyontohkan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, beberapa tahun silam.
"Dia (Jamal) ditarget dengan alat ini, dan akhirnya pada kematian Jamal," kata Ika.
"Kemudian salah satu jurnalis di Maroko, dia juga menjadi target dari alat ini, karena dia cukup kritis untuk mengungkal kasus-kasus korupsi dan juga kejahatan lainnya yang disponsori negara dan ujungnya dia dijebloskan ke penjara," sambungnya.
Ika menegaskan, dari contoh tersebut dapat diartikan bahwa pengintaian dan penyadapan ini berdampak serius terhadap kerja-kerja para jurnalis, khususnya berbagai kelompok kritis.
Bahkan, ia mengungkapkan, alat sadap ini bukan hanya mengancam keselamatan dari jurnalis itu sendiri. Tapi juga memberikan konsekuensi terhadap keluarga, kolega, ataupun teman kolega jurnalis yang ditargetkan untuk disadap.
"Nah ketika alat inu menyadap kita, konsekuensinya bukan pada kita pribadi, tapi pada keluarga, anak-anak kita juga akan terancam. Yang kedua, narasumber kita, pada dokumen-dokumen, sumber-sumber yang sudah kita dapatkan untuk mengungkap berbagai kejahatan itu. Kepada kolega kita, kepada teman-teman kolega pekerjaan kita ya di media ataupun teman-teman di organisasi dan sebagainya. Dampaknya sampai pada masyarakat juga," ungkapnya.