5 Poin Tanggapan Denny Indrayana Soal Kasus 'Bocoran MK' Naik Penyidikan: Mohon Doa Rakyat Indonesia
Dalam keterangannya, Denny Indrayana mengungkapkan 5 poin terkait kasusnya yang naik ke tahap pendidikan. Berikut selengkapnya.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menaikkan status perkara berita bohong tentang putusan MK Denny Indrayana ke tahap penyidikan.
Hal itu diungkapkan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Dia mengatakan, perkara tersebut tengah ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
"Sudah ditangani oleh Pak Dirsiber, sudah tahap penyidikan masih berproses," ujar Agus kepada wartawan, Senin (26/6/2023).
Apa tanggapan Denny Indrayana?
Dalam keterangannya, Denny Indrayana mengungkapkan 5 poin terkait kasusnya yang naik ke tahap pendidikan. Berikut selengkapnya.
1. Meskipun belum ada tersangkanya, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim berpendapat sudah ada tindak pidananya. Bagi kita, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian.
2. Seharusnya, normalnya, proses hukum adalah jalan menghadirkan ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat.
Namun, itu baru bisa terjadi jika penegakan hukum dilakukan dengan profesional, bermoral, dan berintegritas. Pertanyaannya, apakah penegakan hukum kita sudah memenuhi syarat-syarat ideal tersebut?
Apakah praktik mafia hukum, yang menjadikan hukum sebagai komoditas barang dagangan, dimana suap kepada oknum penegak hukum adalah praktik lazim, sudah berhasil dihilangkan?
Apakah penegakan hukum kita sudah benar-benar bebas dari intervensi kekuatan kekuasaan, selain godaan sogokan uang? Maaf saya jawab dengan bahasa terang: sayangnya, penegakan hukum kita tidak jarang masih menjadi barang dagangan, jauh dari keadilan.
Tanyakanlah kepada kami rakyat kecil, yang banyak menjadi korban mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang, mafia narkoba, dan segala bentuk mafia lainnya.
3. Nawaitu saya memberikan warning agar MK tidak memutus berlakunya sistem proporsional tertutup, alhamdulillah telah terkabul.
Apakah saya menghadirkan keonaran? apakah tidak dilihat sebaliknya, kita justru telah mencegah terjadinya potensi kekacauan.
Kalau sistem tertutup yang diputuskan, bisa muncul potensi deadlock, bahkan penundaan pemilu, karena putusan MK ditentang oleh 8 (delapan) partai di DPR. Sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, yang muncul dari parlemen.
Baca juga: Puluhan Aktivis-Pegiat Anti Korupsi Dampingi Denny Indrayana, Termasuk Febri Diansyah & Usman Hamid
Kita semua, bukan hanya saya tentunya, bersama-sama dengan media yang memberitakan luas (memviralkan) komentar saya di socmed, terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.
4. Jikalaupun advokasi publik untuk menegakkan sistem pemilu proprsional terbuka tersebut kemudian dikriminalkan, tentu saya harus memandangnya sebagai bagian dari risiko perjuangan.
Dalam suatu sistem penegakan hukum yang sedang tidak baik-baik saja, perjuangan melawan kedzaliman, menegakkan keadilan, tidak jarang justru membawa risiko yang tidak kecil, termasuk dikriminalkan.
Untuk itu, saya meminta doa dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia yang bersamasama merindukan hukum yang lebih adil, Indonesia yang lebih sejahtera.
Saya menerima banyak pesan moral dan dukungan, termasuk ucapan terima kasih atas hasil akhir putusan MK. Kepada semua perhatian dan dukungan demikian, saya ucapkan banyak terima kasih.
5. Terakhir, saya mendapatkan banyak dukungan dari rekan-rekan sejawat advokat dari berbagai latar belakang pengalaman kerja seperti mantan komisioner KPK, aktivis antikorupsi, Forum Pengacara Konstitusi, LBH Muhammadiyah, pengacara publik, serta elemen lain, yang ingin bergabung mendampingi saya berjuang bersama. Lagi, kepada semuanya saya merasa terhormat dan berterima kasih.
Kronologi
Diberitakan sebelumnya, Denny dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait informasi yang disebarkannya mengenai putusan MK terkait sistem pileg.
Laporan tersebut teregister dalam Laporan Polisi (LP) bernomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 31 Mei 2023. Pelapor kasus ini berinisial AWW.
Sementara itu, terlapornya adalah pemilik/pengguna/penguasa akun Twitter @dennyindrayana dan pemilik/pengguna/penguasa akun Instagram @dennyindrayana99.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangannya pada 2 Juni 2023.
Sandi mengatakan, pada 31 Mei 2023 lalu, pelapor mengaku melihat unggahan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99.
Kedua akun tersebut mengunggah tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, antargolongan (SARA). Kemudian, berita bohong (hoax), serta penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.
"Dengan tindak pidana, yakni ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoax), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP," kata Sandi.
Cuitan Denny
Denny Indrayana melalui unggahan di media sosialnya, mengklaim bahwa mendapat informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Dalam kicauannya pada 28 Mei 2023, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya. Meski tidak menjawab dengan gamblang, ia memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," tulis Denny Indrayana.
Sementara itu, MK melalui Juru Bicara dan Ketuanya telah membantah terjadi kebocoran informasi terkait putusan perkara.
Pasalnya, perkara yang dimaksud saat itu belum sampai pada tahap pembahasan keputusan.
Untuk diketahui, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).