Kepala Basarnas Buka Suara Usai Jadi Tersangka: Uang yang Diterima Anak Buah hingga Janji Kooperatif
Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi buka suara terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas yang membuatnya jadi tersangka
Penulis: Daryono
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi buka suara terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas yang membuatnya kini berstatus sebagai tersangka.
Diketahui, KPK menetapkan Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka bersama empat tersangka lain yakni Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Terkait kasus yang membelitnya itu, berikut sejumlah pengakuan Marsdya Henri Alfiandi:
Soal uang yang diterima anak buahnya
Henri Alfiandi mengaku uang yang diterima anak buahnya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto, tidak dipergunakan untuk kepentingan pribadinya.
Uang yang berasal dari swasta itu digunakan untuk kebutuhan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu (kebutuhan kantor),” kata Henri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/7/2023).
Baca juga: Soal Korupsi Kepala Basarnas, Ahli Imbau KPK Bersama TNI Bentuk Tim Penyidik & Peradilan Koneksitas
Henri menyebut memiliki catatan secara rinci penggunaan uang tersebut.
Meski demikian, Henri enggan membeberkannya.
Saat ditanya lebih lanjut apakah uang yang diduga suap itu dipakau untuk keperluan operasional tim search dan rescue (SAR) di lapangan, Henri juga tidak mau menjawab.
“Nanti detailnya ya. Sementara itu dahulu,” kata Henri Alfiandi.
Janji kooperatif
Terkait kasus hukum yang menjeratnya, Henri Alfiandi menyatakan bakal bersikap kooperatif.
Dalam kasus ini, KPK telah menyerahkan penahanan Henri kepada Puspom TNI.
Sedangkan, pengusutan kasusnya akan ditangani tim gabungan penyidik KPK dan Puspom TNI.
"Saya akan mengikuti proses hukum yang berlaku di lingkungan TNI untuk masalah ini," kata Henri kepada wartawan, Kamis (27/7/2023).
Baca juga: Bahas Penanganan Kasus Kepala Basarnas, KPK akan Temui Panglima TNI Pekan Depan
Sebut penanganan kasusnya semestinya di peradilan militer
Soal penetapan status tersangka terhadapnya, Henri Alfiandi menyebut penetapan status tersangka oleh KPK itu seharusnya mengikuti mekanisme yang berlaku, lantaran dirinya masih berstatus militer aktif karena belum resmi pensiun.
"Penetapan saya sebagai tersangka semestinya melalui mekanisme hukum yang berlaku. Dalam hal ini saya masih militer aktif," kata Henri.
Untuk diketahui, Henri terjerat kasus dugaan suap dalam sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Dalam konstruksi perkara disebutkan, sejak tahun 2021 Basarnas melaksanakan beberapa tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE Basarnas dan dapat diakses oleh umum.
Di tahun 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan.
Di antaranya pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar; pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar; dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Supaya dapat dimenangkan dalam tiga proyek tersebut, Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil melakukan pendekatan secara personal dengan menemui langsung Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya bernama Afri Budi.
"Dalam pertemuan ini, diduga terjadi 'deal' pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
"Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," sambungnya.
Alex menjelaskan hasil pertemuan dan kesepakatan yang dicapai yaitu Henri siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan Mulsunadi dan Marilya sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
Sementara perusahaan Roni Aidil menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024).
Mengenai desain dan pola pengondisian pemenang tender di internal Basarnas sebagaimana perintah Henri di antaranya:
a. Mulsunadi, Marilya dan Roni Aidil melakukan kontak langsung dengan PPK satker terkait.
b. Nilai penawaran yang dimasukkan hampir semuanya mendekati nilai HPS.
Alex mengungkap bahwa kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai "dana komando/dako" untuk Henri melalui Afri Budi sebagai berikut:
a. Atas persetujuan Mulsunadi selaku Komisaris Utama PT MGCS kemudian memerintahkan Marilya untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap.
b. Sedangkan Roni Aidil menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, kata Alex, perusahaan Mulsunadi, Marilya dan Roni Aidil dinyatakan sebagai pemenang tender.
"Dari informasi dan data yang diperoleh tim KPK, diduga HA bersama dan melalui ABC diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek," kata Alex.
"Dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI," tambahnya.
Marilya, Roni Aidil dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.
(Tribunnews.com/Daryono/Danang Triatmojo) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)