Pimpinan: Puspom TNI Tak Tolak Kepala Basarnas Henri Alfiandi Jadi Tersangka KPK
Dalam gelar perkara perwakilan Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan dua prajurit TNI aktif itu ditetapkan sebagai tersangka.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memastikan jika pihaknya melibatkan Puspom TNI dalam gelar perkara pasca operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang diduga turut melibatkan dua prajurit TNI aktif.
Dalam gelar perkara perwakilan Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan dua prajurit TNI aktif itu ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Singgung OTT Basarnas, Panglima TNI Beri Pesan kepada Kabasarnas Baru: Jangan Lepas dari Induk
Dua anggota TNI yang dimaksud itu yakni, Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dalam ekspose dipaparkan sejumlah bukti atau temuan awal telah terjadinya tindak pidana suap sehingga disepakati adanya penetapan tersangka tehadap lima orang.
Selain Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto, tiga dari lima orang tersebut merupakan pihak swasta.
Yakni, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Berita Rekomendasi"Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya," kata Alex dalam keterangan resminya, Sabtu (29/7/2023).
Dalam ekspose, sambung Alex, juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI.
KPK hanya menangani kasus yang melibatkan pihak swasta.
Alex mengklaim KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto yang diduga sebagai pelaku.
Baca juga: Panglima TNI Ingatkan Para Jajarannya Terkait Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas: Perlu Jadi Evaluasi
"Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," sebut Alex.
"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," sambungnya.
Menurut Alex, secara substansi atau materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan lima orang tersebut sebagai tersangka.
Sebab, sejak awal sudah ditemukan bukti kuat perbuatan dugaan rasuah yang dilakukan lima tersebut.
"Dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP dijelaskan pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam kegiatan tangkap tangan KPK sudah mendapatkan setidaknya 2 alat bukti yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronis berupa rekaman penyadapan/percakapan. Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.
"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka," tambah Alex.
Baca juga: Novel Baswedan Kritik Sikap Firli Bahuri Hadapi Kasus OTT Basarnas: Tidak Bertanggungjawab
Ironinya pernyataan Alex kali ini berbeda dengan saat jumpa pers beberapa waktu lalu.
Di mana saat itu, Alex menyebut KPK telah menetapkan anggota TNI aktif, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Secara pribadi selaku pimpinan KPK, Alex mengaku tak menyalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat OTT Basarnas.
Kalaupun ada kekhilafan artinya hal itu berasal dari pimpinan.
"Saya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik maupun Jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex.
Hal tak jauh berbeda disampaikan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Ditegaskan Firli, seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan OTT, penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.
"Di mana pengertian tertangkap tangan menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya. Setelah dilakukan tangkap tangan, maka terhadap peristiwa dugaan tindak pidana tersebut harus sudah dapat ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi serta status hukum para pihak terkait dalam waktu 1 (satu) kali 24 (dua puluh empat) jam," kata Firli dalam keterangan terpisah.
Memahami para pihak itu di antaranya terdapat oknum TNI yang juga memiliki mekanisme peradilan militer, kata Firli, maka
KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal dalam proses gelar perkara pada kegiatan tangkap tangan di Basarnas ini.
Baca juga: Lini Masa OTT di Basarnas dan Jerat Kabasarnas jadi Tersangka, Berujung Mundurnya Dirdik KPK
"KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait," tandas Firli.
"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," imbuhnya.
Dikatakan Firli, kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK.
Pasal itu berbunyi "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindakpidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum" Jo Pasal 89 KUHAP.
"Sehingga seluruh proses hukum yang dilakukan oleh KPK dalam kegiatan tangkap tangan ini telah sesuai dasar hukum dan mekanisme yang berlaku," kata Firli.
Sama seperti Alex, Firli juga tak menyalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat OTT Basarnas.
Menurut Firli, pimpinan KPK yang bertanggungjawab penuh seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi.
"Adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK," kata Firli.
Sebelumnya, KPK menduga Henri menerima fee hingga Rp88,3 miliar melalui atau bersama-sama Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Baca juga: Novel Baswedan Kritik KPK Minta Maaf ke TNI, Sebut Pimpinan KPK Tak Tanggung Jawab soal OTT Basarnas
Uang itu berasal dari sejumlah pihak swasta mengerjakan proyek di Basarnas sejak 2021-2023.
Selain Henri dan Afri, KPK juga menetapkan tiga pihak swasta yang diduga pemberi suap.
Ketiga pihak swasta yang dijerat itu yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.