Airlangga Kumpulkan Ketua DPD Golkar se-Indonesia di Bali, Disebut Lebih Banyak Mendengar Masukan
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengumpulkan Ketua DPD Golkar se-Indonesia di Hotel Mulia Resort, Nusa Dua, Bali pada Minggu 30 Juli 2023.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengumpulkan Ketua DPD Golkar se-Indonesia di Hotel Mulia Resort, Nusa Dua, Bali pada Minggu 30 Juli 2023 malam.
Lantas, apa yang dibahas Airlangga dalam pertemuan tersebut?
Ketua DPD I Golkar Jawa Timur Muhammad Sarmuji menyampaikan Airlangga tidak membahas mengenai pemeriksaannya sebagai saksi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
"Nggak termasuk yang dibahas (Airlangga tak bahas pemeriksaan di Kejagung)," kata Sarmuji saat dikonfirmasi, Senin (31/7/2023).
Sarmuji menuturkan bahwa Airlangga tak banyak memberikan arahan dalam pertemuan tersebut.
Menko Perekonomian RI itu lebih banyak mendengar suara dari Ketua DPD Golkar se-Indonesia.
Baca juga: Jusuf Kalla Tak Setuju Wacana Munaslub Partai Golkar
"Pak Airlangga nggak banyak kasih arahan. Lebih banyak mendengar masukan," pungkasnya.
Sebagai informasi, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, gelar pertemuan dengan Ketua DPD Golkar se-Indonesia pada Minggu 30 Juli 2023 malam.
Pertemuan dengan elit Golkar di masing-masing daerah ini berlangsung di Hotel Mulia Resort, Nusa Dua, Badung, Bali.
Kegiatan ini merupakan keinginan dari seluruh DPD Golkar se-Indonesia.
Baca juga: DPD Golkar Jawa Timur Tunggu Isyarat Presiden Jokowi Soal Dukung Prabowo Jadi Capres 2024
“Kegiatan deklarasi merupakan keinginan dari seluruh DPD Provinsi se-Indonesia,” sebagaimana keterangan tertulis yang diterima dari Komang Suarsana, Wakil Ketua Bappilu Golkar Bali.
Kejagung Periksa Airlangga Hartarto
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Pemeriksaan Airlangga Hartarto pada Senin (24/7/2023) berlangsung selama 12 jam, mulai dari pukul 09.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Selama pemeriksaan, Airlangga dicecar 46 pertanyaan terkait perkara yang merugikan negara hingga lebih dari Rp6 triliun.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengungkapkan alasan mengapa Kejagung memeriksa Airlangga Hartarto selama 12 jam lamanya.
Menurut Ketut, pemeriksaan Airlangga Hartarto berlangsung lama karena Kejagung tidak ingin bolak-balik memeriksa saksi yang sama.
Selain itu, Kejagung juga ingin agar semua informasi yang dibutuhkan dari Airlangga Hartarto ini bisa didapat secara jelas dalam satu pemeriksaan saja.
"Rangkaian pemeriksaan itu memang agak lama karena, tidak mau seseorang diperiksa bolak balik gitu ya. Terus kita pengen semua menjadi clear and clean dalam satu pemeriksaan ke depannya," kata Ketut dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Malam' Kompas TV, Selasa (25/7/2023).
Lebih lanjut, Ketut menuturkan, informasi yang ingin digali dari Airlangga Hartarto adalah informasi terkait kebijakan.
Namun Ketut enggan mengungkapkan detail kebijakan apa yang dimaksud, karena informasinya dianggap masih menjadi konsumsi penyidik saja.
"Yang kita gali terkait dengan kebijakan, tapi kita tidak bisa menceritakan secara gamblang di media karena ini kan bagian dari strategi dari penyidik dan masih menjadi konsumsi penyidik," terang Ketut.
Ketut menambahkan, sebelumnya MA telah memutuskan bahwa pihak yang paling bertanggungjawab dalam kasus korupsi ekspor CPO ini pihak korporasi.
Akibat ulah korporasi tersebut negara pun mengalami kerugian sebanyak Rp 6,47 triliun.
Untuk itu mau tidak mau Kejagung harus memeriksa Airlangga dengan kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian.
"Tentu setelah kita melakukan penetapan tersangka korporasi, tentu ada hal-hal yang baru dari putusan MA yang menyatakan bahwa yang paling bertanggungjawab dalam hal kerugian negara sebanyak Rp 6,47 triliun adalah korporasi tadi."
"Sehingga dari hasil pendalaman teman-teman penyidik, suka tidak suka, mau tidak mau kita harus memeriksa Bapak Airlangga Hartarto dengan kapasitas beliau sebagai Menko Perekonomian," ungkap Ketut.