Kasus Dugaan Suap Kabasarnas, Puspom TNI Diminta Transparan, Posisi TNI di Instansi Sipil Dievaluasi
Buntut kasus dugaan korupsi berupa suap yang menjerat Kepala Basarnas, Puspom TNI diminta transparan hingga evaluasi penempatan di instansi sipil.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Daryono

TRIBUNNEWS.COM - TNI diminta transparan dalam menangani kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan alat deteksi reruntuhan yang menjerat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sebelumnya mengatakan Henri yang berstatus TNI aktif lebih pas diperiksa dan diproses hukum oleh mereka, bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai Puspom TNI harus membuktikan.
Fahmi mengatakan, di luar perdebatan yurisdiksi hukum, ia memahami adanya anggapan buruk masyarakat luas terhadap penegakan hukum di internal TNI.
"Ini adalah residu karena belum tuntasnya agenda reformasi hukum maupun sektor keamanan."
"Selama ini ada persepsi dan stigma yang terbentuk, yang saya kira berdasarkan pengalaman masa lalu, mekanisme peradilan militer punya kecenderungan protektif, melindungi kalau yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah prajurit TNI atau internal mereka," ungkap Fahmi, dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (31/7/2023).
Baca juga: Kata Eks Pimpinan KPK soal Kasus Suap Kabasarnas: Mau Ditangani TNI atau KPK Monggo, Penting Diadili
Ajang TNI Hapus Stigma Buruk
Menurut Fahmi, penanganan kasus Kepala Basarnas bisa menjadi ajang TNI menghapus stigma buruk penanganan internal.
Proses penyidikan yang telah ditempuh KPK, kata Fahmi, seharusnya Puspom TNI juga menetapkan Henri sebagai tersangka.
Puspom TNI juga lebih diringankan karena bisa mengacu pada alat bukti yang sudah dikumpulkan KPK.
"Saya yakin tidak akan terlalu lama akan ada penetapan tersangka juga," ucapnya.

Posisi TNI Aktif di Instansi Sipil Perlu Evaluasi
Sementara itu pemerintah dinilai harus mengevaluasi penempatan anggota TNI aktif di lembaga sipil atau non-militer.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai pemerintah membuat kebijakan menonaktifkan sementara status kedinasan militer bagi personel TNI yang ditugaskan di luar militer.
Dikutip dari Kompas.com, Fickar mengatakan kebijakan itu patut diterapkan untuk menghindari polemik hukum seperti kasus Kabasarnas dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Henri dan Afri diduga terlibat dalam dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
"Mestinya militer yang bertugas di instansi sipil diberhentikan sementara sebagai militer, sehingga sepenuhnya tunduk pada hukum sipil, termasuk terhadap Undang-Undang Korupsi," kata Fickar saat dihubungi pada Senin (31/7/2023).

Baca juga: Kasus Korupsi di Basarnas, Koalisi Masyarakat Sipil: KPK Berhak Lakukan Pemeriksaan
Polemik Henri dan Afri ini dikatakan Fickar sebagai sisi negatif penugasan perwira militer pada instansi sipil.
Karena ketika terungkap terdapat dugaan tindak pidana seperti korupsi, akan terjadi benturan terkait kewenangan proses hukum.
Seperti terjadi saat ini antara KPK dan TNI.
Presiden akan Evaluasi
Sementara itu diberitakan Tribunnews sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan akan melakukan evaluasi menyusul terjadinya korupsi di tubuh Basarnas yang melibatkan dua prajurit TNI aktif.
Termasuk evaluasi mengenai perwira aktif yang menduduki jabatan sipil seperti yang terjadi di Basarnas.
"Semuanya akan dievaluasi. Tidak hanya masalah itu (Perwira TNI duduk jabatan sipil), semuanya," kata Presiden Jokowi di Sodetan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
Evaluasi dilakukan agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Presiden Jokowi tidak ingin terjadi penyelewengan di instansi strategis seperti Basarnas.
"Karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewengan, terjadi korupsi," katanya.
Baca juga: 2 Eks Penyidik KPK Semprot Firli Bahuri Main Badminton saat Polemik Status Tersangka Kabasarnas
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memastikan jika pihaknya melibatkan Puspom TNI dalam gelar perkara pasca operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang diduga turut melibatkan dua prajurit TNI aktif.
Dalam gelar perkara perwakilan Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan dua prajurit TNI aktif itu ditetapkan sebagai tersangka.
Dua anggota TNI yang dimaksud itu yakni, Kabasarnas RI periode 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Dalam ekspose dipaparkan sejumlah bukti atau temuan awal telah terjadinya tindak pidana suap sehingga disepakati adanya penetapan tersangka tehadap lima orang.
Selain Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto, tiga dari lima orang tersebut merupakan pihak swasta.
Yakni, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
"Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya," kata Alex dalam keterangan resminya, Sabtu (29/7/2023).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Taufik Ismail) (Kompas.com/Aryo Putranto Saptohutomo)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.