KPK Periksa Dirut AirNav Indonesia Terkait Kasus Korupsi di Amarta Karya
(KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti, Rabu (2/8/2023).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti, Rabu (2/8/2023).
Polana diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pada PT Amarta Karya (Persero) tahun 2018-2020.
Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama Polana Banguningsih Pramesti, Direktur Utama AirNav Indonesia," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu.
Selain itu, tim penyidik juga memeriksa dua saksi lain, yakni Adi Firmansyah, wiraswasta dan Ashadi Cahyadi, Building Manager Kawasan Taman Melati Margonda.
Belum diketahui apa yang akan dikonfirmasi tim penyidik lewat pemeriksaan Polana Banguningsih Pramesti dkk pada hari ini.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Amarta Karya, Trisna Sutisna sebagai tersangka.
Kasus ini diawali pada 2017, ketika Catur Prabowo memerintahkan Trisna dan pejabat akuntansi di PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi Catur Prabowo.
"Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).
Sebagai realisasinya, Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV.
Badan usaha itu digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).
Pada tahun 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek itu.
"Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan Tersangka TS," ujar Alex.
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur selalu memberikan disposisi "lanjutkan".
Dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.
Baca juga: AirNav Indonesia Terus Upayakan Pencarian Pesawat SAM Air yang Hilang Kontak di Papua
"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," kata Alex.
Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Di antaranya pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur; pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta; dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran.
"Uang yang diterima tersangka CP dan tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," jelas Alex.
"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar," ungkap Alex.
Atas perbuatannya keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.