Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Semprot Ketua Pokja Tower BTS 'Klemar-klemer': Saudara Tutup-tutupi, Saya Ketok Sumpah Palsu

Hakim heran Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Tower BTS Gumala Warman 'klamar-klemer' bisa pegang tender triliuanan rupiah.

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Hakim Semprot Ketua Pokja Tower BTS 'Klemar-klemer': Saudara Tutup-tutupi, Saya Ketok Sumpah Palsu
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
Sidang lanjutan kasus korupsi proyek BTS Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). Hakim heran dengan Gumala Warman selaku Kadiv Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumberdaya Administrasi BAKTI atau Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Tower BTS klemar-klemer saat jawab pertanyaan dalam sidang. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat heran dengan Gumala Warman selaku Kadiv Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumberdaya Administrasi BAKTI atau Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Tower BTS.

Hakim menyebutkan bahwa Gumala klemar-klemer dalam menjawab pernyataan dengan suara tidak lantang tapi memegang tender triliunan rupiah.

"Lembek-lembek begini saudara (Gumala) tender triliunan. Lembek-lembek, lemah gemulai begini," kata hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023).

Kemudian tak lama berselang setelah mencecar soal pra kualifikasi tender pengadaan tower BTS.

Hakim mengingatkan kepada tujuh saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.

Baca juga: Sidang Johnny Plate, Saksi Benarkan Usulan Anggaran BTS Kominfo Naik Dari Rp 1 Triliun Jadi Rp 12 T

"Bukan mau keras sidang ini, tidak, kita mencari fakta. Saudara tutup-tutupi, saya ketok sumpah palsu semua. Saya buat, sekali ketok masuk (Penjara) saya bilang," hakim mengingatkan.

Berita Rekomendasi

Kemudian jaksa melanjutkan pertanyaannya kepada Gumala Warman selaku Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Tower BTS.

"Kami mencari fakta bahwa itu manual di pra kualifikasi. Kemudian apakah saudara tahu bahwa dalam rancangan Perdirut itu membolehkan," tanya jaksa.

"Anda tahu pembahasan pada saat mencantumkan bahwa boleh itu anda mengetahui atau tidak. Waktu Perdirut Nomer 7," lanjutnya.

"Mengetahui," jawab Gumala.

Baca juga: Curhat Hakim di Sidang Johnny G Plate: Di Desa Saya Kalau Cari Sinyal Naik Pohon Kelapa atau Bukit

"Bagaimana proses kenapa itu kemudian dibolehkan sedangkan Perdirut yang lama melarang, (Pra kualifikasi tender manual)," tanya jaksa.

"Yang saya sampaikan tadi pak jaksa perkembangan kestabilan sistem dengan dokumen banyaknya dokumen submit ke kita," jawab Gumala.

"Apakah saudara mengetahui Pasal 3 Peraturan LKPP Nomer 9 2008. Yang menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan barang atau jasa melalui penyedia dilakukan dengan sistem elektronik dan sistem pendukung. Tahu itu?" tanya jaksa.

"Tahu," jawab Gumila.

"Lalu kenapa waktu itu jadi manual," tanya jaksa.

"Kita waktu itu fokus ke Perdirut khusus untuk pengadaan BTS. Karena yang saya tahu dan sampaikan juga peraturan terkait pengadaan dikecualikan di Perpres. Selama ada dipimpinan BLU masing-masing," jawab Gumala.

"Diperdirut lama melarang," tanya jaksa.

"Bukan melarang, hanya disampaikan ada penerapan sistem elektronik," jawab Gumala.

Diketahui dalam perkara dugaan kasus korupsi Tower BTS, Johnny, Anang, dan Yohan telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS bersama tiga terdakwa lainnya, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Keenam terdakwa telah dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Teruntuk Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas