Timbulkan Korban dan Ancam HAM, Proyek Strategis Nasional Nagari Air Bangis Harus Dievaluasi
Mereka beralasan, proyek itu mengancam mata pencaharian dan hak-hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amnesty International Indonesia menyebut rencana proyek strategis nasional di Nagari Air Bangis, Sumatera Barat, harus dievaluasi.
Hal ini lantaran menimbulkan korban dan mengancam hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak sipil, politik, bahkan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal.
Sebagaimana diketahui sekitar 1.000 warga Nagari Air Bangis melakukan aksi damai menolak rencana pembangunan proyek strategis nasional di wilayah mereka di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat, Padang.
Baca juga: 8 Tahun Ini Pemerintah Selesaikan 158 Proyek Strategis Nasional Senilai Rp 1,102 Triliun
Mereka beralasan, proyek itu mengancam mata pencaharian dan hak-hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Akibat protes enam hari itu, aparat keamanan memulangkan secara paksa para warga Air Bangis dan menangkap 18 orang, yang terdiri dari tokoh masyarakat, mahasiswa, dan advokat ataupun pendamping masyarakat.
“Mereka datang dan tinggal berhari-hari untuk melaksanakan hak-hak konstitusional mereka dan mempertahankan ruang hidup mereka," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangannya, Senin (7/8/2023).
"Respons negara, baik polisi dan Gubernur, justru berlebihan dan terkesan memaksakan proyek strategi nasional," sambungnya.
Lebih lanjut, Usman mengatakan ada pengabaian terang-terangan terhadap hak dan kebebasan sipil yang dilakukan oleh pemerintah dan kepolisian.
Padahal, kekhawatiran warga Nagari Air Bangis tentang dampak proyek itu terhadap keberlangsungan hidup mereka sah dan harus didengar oleh negara, bukan malah direpresi.
Tak hanya warga, sejumlah jurnalis yang meliput di Masjid Raya Sumbar pada Sabtu 5 Agustus 2023 juga mengalami kekerasan, intimidasi dan penghalangan kerja oleh personel kepolisian.
“Ini adalah serangan terhadap kebebasan pers dan menghalang-halangi hak masyarakat luas untuk mengakses informasi yang akurat. Maka tindakan represif atas warga dan jurnalis ini harus diusut melalui penyelidikan yang menyeluruh dan independen,” ujarnya.
Negara, lanjut Usman, harus mengevaluasi rencana proyek strategis nasional ini, karena studi sebelumnya dari organisasi-organisasi sipil seperti dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, menunjukkan proyek tersebut jelas berdampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Juga berpotensi menimbulkan konflik baru di Sumatera Barat, seperti mengancam hak atas tanah, ruang kelola rakyat dan kebudayaan masyarakat serta penghidupan yang layak.
“Jangan sampai negara mengulangi kesalahan proyek-proyek strategis nasional sebelumnya, yang mematikan lahan penghidupan masyarakat dan merusak lingkungan. Salah satu kesalahan itu pernah menimpa warga Desa Wadas terkait proyek Bendungan Bener dan pertambangan di Desa Wadas, Jawa Tengah.” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pada 31 Juli 2023 sekitar 1.000 warga Nagari Air Bangis dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumbar menolak usulan proyek strategis nasional (PSN) kilang minyak dan petrokimia oleh Pemprov Sumbar ke pemerintah pusat dengan luas konsesi 30.000 hektar, karena menyerobot lahan yang dikelola warga.
Massa juga menuntut agar lahan yang mereka kelola secara turun-temurun dikeluarkan dari status hutan produksi.
Mereka menuntut pula agar anggota Brimob yang menjaga lahan program hutan tanaman rakyat (HTR) yang dikelola koperasi serba usaha di kawasan itu ditarik.
Lokasi HTR juga dipandang tumpang tindih dengan lahan masyarakat.
Gubernur Sumbar hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke Masjid Raya Sumbar untuk salat subuh pada Kamis 3 Agustus 2023.
Sikap Gubernur Sumbar itu tidak cukup memuaskan warga Air Bangis yang merasa aspirasi mereka belum tersampaikan dengan melanjutkan aksi damai dan menginap di Masjid Raya Sumbar. Sedangkan pejabat Pemprov Sumbar mengklaim mediasi sudah dilakukan.
Pada Sabtu 5 Agustus warga yang bertahan di Masjid Raya Sumbar dipulangkan secara paksa oleh aparat sehingga berlangsung kericuhan.
Sebanyak 18 orang ditangkap, yang terdiri dari enam orang masyarakat, empat mahasiswa, dan delapan aktivis atau pendamping hukum dari LBH Padang dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Berdasarkan data yang dipantau Amnesty International Indonesia, selama Januari hingga Juli 2023 sedikitnya sudah terdapat 62 kasus serangan terhadap pembela HAM dan jurnalis, baik berupa laporan ke polisi (8 kasus), penangkapan (7 kasus), kriminalisasi (4 kasus), percobaan pembunuhan (2 kasus), serta intimidasi dan serangan fisik (41 kasus).