UU TPKS Dorong Korban Kekerasan Seksual Berani Melapor dan Berbicara
Setelah terbitnya UU tentang TPKS semakin banyak korban kekerasan seksual yang mulai berani bicara dan melapor kasus kekerasan seksual.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setahun setelah terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) semakin banyak korban kekerasan seksual yang mulai berani bicara dan melapor kasus kekerasan seksual.
Keberanian ini hadir karena UU TPKS tidak hanya fokus terhadap sanksi yang diberikan kepada pelaku, tetapi juga memberikan perhatian dan perlindungan serius kepada korban.
Baca juga: Santri Jadi Korban Kekerasan Seksual, Baleg DPR Minta Aturan Turunan UU TPKS Segera Diterbitkan
Aturan dalam UU TPKS bukan hanya melindungi korban kekerasan seksual tetapi juga memastikan hak-hak korban kekerasan seksual dipenuhi.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati mengungkapkan, UU TPKS sangat komprehensif.
Pasalnya, kata Ratna, regulasi ini mengatur dari hulu sampai hilir mulai dari pencegahan, penanganan ketika ada kasus, pemulihan dan perlindungan bagi korban, dan penegakan hukum.
Bahkan UU TPKS juga memberikan ruang-ruang pemberdayaan bagi korban kekerasan seksual yang juga menjadi bagian yang sangat penting.
"Semangat dari UU TPKS ini adalah memberikan kepentingan terbaik bagi korban yang harus dipastikan mendapatkan pelayanan komprehensif, integratif, akurat dan sesuai dengan kebutuhan korban," ucap Ratna saat menjadi pembicara Webinar “Dare to Speak Up: Yuuk Pahami UU TPKS” di Jakarta, kemarin.
"Oleh karena itu, kampanye semangat ‘dare to speak’ ini terus kita lakukan. Ketersediaan hotline SAPA 129 merupakan bukti kehadiran negara bagi para Korban Kekerasan Seksual untuk melaporkan kasusnya dengan jaminan atas keamanan, kenyamanan, dan perlindungan atas identitas sebagai pelapor berdasarkan SOP layanan yang sudah ada. Jadi Jangan ragu untuk melapor," katanya.
Baca juga: Komnas HAM: Polisi Masih Gunakan KUHP untuk Tangani Kekerasan Seksual Dibanding UU TPKS
Sementara itu, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah yang juga menjadi pembicara webinar ini meminta semua pihak meningkatkan level kewaspadaan terhadap masih maraknya kekerasan seksual.
Dia meminta, Pemerintah mengintensifkan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual sebagai kejahatan yang nyata serta sudah berada kondisi yang mengkhawatirkan.
Manfaatkan fasilitas dan ruang-ruang publik yang mudah diakses oleh masyarakat untuk menyosialisasikan kampanye melawan kekerasan seksual dan UU TPKS, termasuk di dunia pendidikan (sekolah dan kampus), ruang-ruang keagamaan dan ruang publik lainnya.
"Ayo kita mulai melek. Literasi tentang kekerasan seksual harus kita galakkan. Termasuk sosialisasi melalui platform digital misalnya lewat pesan di handphone agar edukasi dan sosialisasi bahaya kekerasan seksual bisa lebih masif lagi," kata Luluk.
Hal senada disampaikan publik figur yang juga aktivis perempuan Happy Salma.
Happy mengapresiasi Kementerian PPPA yang menggelar forum diskusi terkait kekerasan seksual dan UU TPKS.
Menurutnya, kehadiran UU TPKS ini menandakan negara hadir mencegah kekerasan seksual dan melindungi para korban.
"Sosialisasi pencegahan kekerasan seksual dan UU TPKS ini harus lebih agresif lagi terutama di ruang-ruang publik. Sehingga ke manapun orang menoleh, mendapat informasi soal bahaya kekerasan seksual dan negara hadir melindungi para korban kekerasan," ujarnya.