Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Praktisi Hukum Paparkan Krisis Multidimensi yang Dihadapi Bangsa Indonesia

Praktisi hukum senior Agus Widjajanto mengatakan, reformasi birokrasi dalam rangka good governance merupakan jalan dan upaya mencapai negara dalam

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Praktisi Hukum Paparkan Krisis Multidimensi yang Dihadapi Bangsa Indonesia
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Praktisi hukum senior Agus Widjajanto. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum senior Agus Widjajanto mengatakan, reformasi birokrasi dalam rangka good governance merupakan jalan dan upaya mencapai negara dalam kondisi stabil, tranparan, untuk mencapai cita-cita nasional sesuai amanat konstitusi dalam UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

Di sisi lain, gerakan reformasi yang dilakukan oleh para elite politik dan mahasiswa beberapa puluh tahun lalu yang bertujuan menumbangkan Pemerintahan Orde Baru menurutnya telah gagal mengemban dan melaksanakan amanah Rakyat.

"Setelah Pemerintah Orde Baru tumbang ternyata hingga hari ini arah dan tujuan reformasi itu sendiri masih kabur, bahkan telah kehilangan momentum," kata Agus Widjajanto dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (16/8/2023).

Ia mengungkapkan, kekacauan di berbagai bidang, baik politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya selalu terjadi berulang. 

Momentum atau kesempatan emas untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan, maupun secara administrasi negara guna menghindari terjadinya kekacauan agar tidak terus berulang justru tidak bisa berbuat banyak. 

Agus menyinggung bagaimana krisis kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum karena putusan pengadilan yang dianggap aneh, penyidikan yang sebetulnya masuk ranah keperdataan, bebasnya hakim agung dalam kasus KPK, putusan tingkat kasasi yang merubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup terhadap Kasus FS.

BERITA TERKAIT

Kemudian pengurangan setengah hukuman terhadap istri FS (PC), penangkapan OTT yang dinilai pihak-pihak tertentu hanya pencitraan lembaga Rasuah pemberantasan korupsi hingga puluhan kasus-kasus lainya. 

"Reformasi seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki diri, tapi nyatanya justru terulang dan terus berulang berbagai kejadian yang menunjukan kebrobrokan mental aparat hukum itu sendiri. Belum pernah terjadi krisis multidimensi seperti saat ini saat Orde Baru berkuasa," ucapnya.

Jebolan Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu menyatakan jika krisis multidimensi yang berlarut-larut menyerupai lingkaran setan (vicious crises).

Dengan kata lain, krisis yang berlangsung dalam kurun waktu begitu panjang dan dimensinya saling berkaitan ini tidak mudah ditentukan ujung pangkalnya.

Jika diurai, krisis ini mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan bangsa dan bahkan mencapai tingkat yang paling mengerikan yakni terjadinya krisis kemanusiaan. 

Agus Widjajanto menyebutkan beberapa krisis multidimensi dimaksud.

Pertama, krisis moral dan etika (etichal crisis). Hal ini terjadi adanya krisis moral dan etika dilingkungan para elite politik, pejabat, informal, yang mana para ilmuwan budayawan tidak berani menyuarakan kebenaran justru melakukan pembenaran atas krisis tersebut. 

Kedua, krisis hukum. Ini adalah akibat langsung dari krisis moral elite tersebut yang melahirkan para penegak hukum hanya berorientasi bisnis. 

"Dimana law enforcement tidak jalan yang menimbulkan efek serius bagi bangsa," ujarnya.

Ketiga, krisis moneter. Pada awalnya krisis ini melanda diluar kawasan namun dengan kondisi negeri ini yang sangat lemah fondasi ekonomi yang ditopang dengan hutang luar negeri yang merupakan dampak dari krisis moral etika dan krisis hukum maka berakibat terjadinya krisis moneter.

Keempat, krisis ekonomi. Ini akibat dari krisis multidimensi diatas, tiada moral dan etika, krisis hukum dan moneter, berakibat harga melambung tinggi baik BBM walau pun harga minyak international turun dan berakibat naiknya kebutuhan pokok serta kurs dolar yang semakin naik. 

"Ditambah lagi dengan ancaman krisis global yang mana pondasi ekonomi negara ditopang dari hutang luar negeri berakibat krisis ekonomi," ujarnya.

Kelima Krisis Kepercayaan Antar Elite. Hampir tidak ada rasa percaya antar elite yang paling parah sasaran dalam krisis ini adalah pemerintah , yang mana karena krisis diatas , lalu menimbulkan kirisus berikut nya 

Keenam, krisis politik. Karena krisis kepercayaan dan saling menyalahkan antara elite yang satu dengan yang lain, maka timbul krisis politik, bukan hanya elite dengan elite tapi antar masyarakat sendiri terjadi krisis kepercayaan .

Ketujuh, krisis kemanusiaan. Bentrokan antar fisik akibat beda dalam suara politik dan menebar politik identitas pada agama tertentu berakibat adanya saling terjadi gab antar masyarakat pada pemilu lalu. 

"Politik identitas juga menyebabkan kejahatan kemanusiaan karena adanya penggiringan opini publik untuk mencari pembenaran sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan bangsa dan negara," ujarnya.

Dalam penilaian Agus Widjajanto, krisis-krisis tersebut terjadi akibat terlampau terburu-buru dalam menyikapi masalah dan korban dari permainan antar elite bangsa.

Pada gilirannya, tingginya ekspektasi dilalui dengan mengubah dan melakukan amandemen UUD 1945 hingga beberapa kali yang berakibat berubahnya sistem ketatanegaraan yang justru menimbulkan krisis baru berupa krisis multi dimensi.

Baca Selanjutnya: Mafia tanah dinilai sebagai kejahatan luar biasa

"Ibarat tertidur panjang, maka mari bangunlah dari mimpi, kita kembalikan pada Sistem Demokrasi dan Moral sesuai bangsa kita sendiri agar tidak lagi kehilangan jati diri Indonesia," pungkas Agus.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas