Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi Ungkap 5 Komorbid Bangsa yang Menghambat Kemajuan Indonesia

Laksamana Sukardi, mengungkapkan pandangannya mengenai lima komorbid bangsa yang dianggapnya menjadi hambatan dalam kemajuan Indonesia.

Penulis: Toni Bramantoro
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi Ungkap 5 Komorbid Bangsa yang Menghambat Kemajuan Indonesia
Istimewa
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi saat Talkshow OSKM ITB 2023 di Gedung Serba Guna Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, pada Kamis (17/8/2023). Laksamana Sukardi mengungkapkan pandangannya mengenai lima komorbid bangsa yang dianggapnya menjadi hambatan dalam kemajuan Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi, mengungkapkan pandangannya mengenai lima komorbid bangsa yang dianggapnya menjadi hambatan dalam kemajuan Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Laksamana Sukardi dalam Talkshow OSKM ITB 2023 di Gedung Serba Guna Kampus ITB Jatinangor, Sumedang, Kamis (17/8/2023).

Laksamana Sukardi memaparkan bahwa kelima komorbid bangsa yang sulit dihapuskan dan berdampak pada ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain adalah kesalahan kaprah, pola asuh yang salah, persepsi yang keliru, penafsiran yang salah, dan tata kelola yang kurang baik.

Pandangan ini juga tertuang dalam bukunya yang berjudul "Pancasalah", yang dibagikan kepada lebih dari 5 ribu mahasiswa baru ITB.

Baca juga: Laksamana Sukardi Gabung PKN untuk Berjuang Dari Nol: Kalau Mau Enak Ikut Partai Besar Saja

Menurut Laksamana, dalam konteks global, kesejahteraan suatu negara tidak hanya tergantung pada sumber daya alamnya, melainkan juga pada potensi sumber daya manusianya.

"Sumber utama adalah manusia. Ada manusia yang produktif, dan ada yang tidak," ujarnya.

Pada tahun 2030, Indonesia diharapkan akan memasuki periode bonus demografi di mana jumlah individu usia produktif (16 - 64 tahun) akan lebih dominan daripada populasi yang berusia di atas 65 tahun.

Berita Rekomendasi

Namun, Laksamana menegaskan bahwa jika produktivitas manusia tidak optimal, hal ini justru akan menjadi beban bagi negara, bukanlah aset.

Sayangnya, produktivitas bangsa Indonesia saat ini masih rendah, mencapai hanya 0,5 dari skala 0 hingga 1, sementara negara-negara seperti Korea, Taiwan, dan Singapura mencapai angka di atas 0,8.

Laksamana mempertanyakan apakah hal ini menandakan ketidakcerdasan bangsa Indonesia, namun ia menegaskan bahwa sebenarnya ada lima komorbid bangsa yang menjadi akar permasalahan.

Pertama, ia menyoroti kesalahan kaprah yang dipicu oleh kepemimpinan feodal, otoriter, serta praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), yang berpotensi memecah belah masyarakat dan mengakibatkan konflik ideologis.

Laksamana mencontohkan negara-negara yang hancur akibat perpecahan ideologi seperti Yaman dan Suriah.

Baca juga: Laksamana Sukardi, Mantan Menteri BUMN Era Megawati Resmi Gabung PKN

Kedua, pola asuh yang salah di kalangan pemimpin dan pejabat yang memanfaatkan jabatan mereka untuk keuntungan pribadi.

Hal ini juga terjadi dalam dunia politik, di mana mereka yang "menjilat" bisa lebih cepat naik pangkat.

Pola asuh semacam ini menghambat pertumbuhan pemimpin yang cerdas dan berpikir kritis.

Komorbid ketiga adalah persepsi yang keliru, yang disebabkan oleh penanganan hukum yang tidak transparan serta citra pemimpin yang dibentuk oleh buzzer dan media sosial.

Hal ini mengakibatkan masyarakat salah melihat dan memilih pemimpin, dan pada akhirnya, negara terperosok ke dalam kondisi yang semakin buruk.

"Akhirnya bukan negara ini semakin baik, tapi malah tercebur ke jurang," tandasnya.

Salah tafsir juga menjadi salah satu komorbid bangsa ini. "Kita masih ada istilah UUD (Ujung-ujungnya duit), "Markus" atau makelar kasus. Itu bararti hukum untuk orang-orang tertentu ditafsirkan berbeda. Nah selama ada salah tafsir semacam itu, investor juga tidak mau masuk."

Yang terakhir adalah salah tata kelola. Pada bangsa yang barbar, sangat sulit melakukan tata kelola. Padahal tata kelola yang baik akan menghilangkan peluang korupsi, dan kesalahan tata kelola membuat korupsi subur. Itu tidak boleh salah.

Kampus ITB dipilih karena Laksamana merupakan alumnus ITB. "Ini kan anak-anak muda generasi Z ya. Ada 5000 lebih. Jadi saya harus memberikan semangat,  masukan-masukan kepada mereka. Apalagi mereka mahasiwa ITB, universitas yang sangat prestisius. Tapi kan ketika mereka lulus, mereka akan masuk dalam kehidupan sosial yang sangat dinamis," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas