KPK Tetapkan Mantan Dirut Amarta Karya Tersangka Pencucian Uang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo sebagai tersangka
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo sebagai tersangka.
Setelah sebelumnya dijerat menggunakan pasal korupsi, kini Catur Prabowo ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Adapun penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari perkara dugaan korupsi pengadaan proyek fiktif di PT Amarta Karya atau PT Amka.
"Dari rangkaian alat bukti dalam proses penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan fiktif di PT Amka dengan tersangka CP, tim penyidik menemukan adanya tambahan dugaan perbuatan pidana lain berupa pencucian uang," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/8/2023).
Ali menyebut Catur Prabowo disinyalir telah menempatkan, membelanjakan, mengubah bentuk dengan tujuan menyamarkan asal-usul sumber penerimaan korupsinya sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU TPPU.
"Alat bukti saat ini sedang dikumpulkan tim penyidik dengan memanggil berbagai pihak yang dengan pengetahuannya dapat menerangkan perbuatan tersangka dimaksud," sebut Ali.
Dalam perkara korupsinya, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Dirut PT Amarta Karya Catur Prabowo dan mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna.
KPK menduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.
Tiga di antaranya yakni pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur; pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta; dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajaran.
Baca juga: KPK Tahan Dirut Amarta Karya, Tersangka Korupsi Proyek Fiktif yang Rugikan Negara Rp 46 Miliar
Perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar.
Atas perbuatannya Catur dan Trisna disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.