Terbukti Berkadar Alkohol Tinggi, MUI Pastikan Produk Nabidz Haram
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa produk Nabidz haram
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa produk Nabidz haram.
Hal itu berdasar temuan tiga laboratorium kredibel yang melaporkan kepada Komisi Fatwa MUI bahwa kadar alkohol Nabidz tinggi melampaui standar halal.
“Komisi Fatwa telah mendapatkan informasi dari tiga uji laboratorium berbeda yang kredibel terkait dengan produk Nabidz, dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim, ” ungkap Kiai Niam yang dilansir laman MUI, Selasa (22/08/2023).
Temuan tiga laboratorium ini, kata Niam, menunjukkan bahwa proses pemberian sertifikasi halal kepada Nabidz tersebut bermasalah.
Dirinya menegaskan MUI tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk Nabidz.
Baca juga: Soal Polemik Wine Bersertifikasi Halal, Kepala BPJPH: Sedang Diproses, Pemiliknya Sudah Minta Maaf
“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI. MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” kata Niam.
MUI, menurut Niam, tidak bertanggung jawab soal terbitnya sertifikasi halal Nabidz ini.
Niam menjelaskan, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan.
Kriteria pertama, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Lalu yang kedua, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan minuman yang mengarah kepada nama-nama benda binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
Kemudian, tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan minuman yang menimbulkan rasa aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.
Kriteria yang keempat, tidak boleh mengkonsumsi makanan minuman yang menggunakan nama-nama makanan minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.
Selain itu, kata Niam, Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0.5 persen.
Baca juga: Viral Wine Halal, Berikut Fakta dan Bantahan BPJPH Kementerian Agama
“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ungkap Niam.
Niam juga mengimbau kepada umat Muslim agar tidak mengkonsumsi produk-produk yang mengandung alkohol. Karena setiap yang mengandung alkohol disebut haram untuk dikonsumsi.