Pelajar Asal Indonesia Kembangkan Software untuk Nelayan Berlayar Tanpa Solar
Siswa Jakarta Intercultural School (JIS) Jefferson Sunjoto mengembangkan perangkat lunak atau software yang memadukan tenaga angin dan tenaga surya.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siswa Jakarta Intercultural School (JIS) Jefferson Sunjoto mengembangkan perangkat lunak atau software yang memadukan tenaga angin dan tenaga surya untuk menggerakkan perahu berlayar tanpa menggunakan solar.
Melalui inovasi ini, nelayan bisa melaut tanpa tergantung pada ketersediaan bahan bakar solar yang harganya terus naik.
"Teknologinya memang mahal di awal, tetapi banyak penghematan di akhir karena perahu bisa bergerak tanpa bahan bakar solar. Keuntungan lain, tak ada polusi," kata Jeff.
Hal tersebut diungkapkan oleh Jeff usai presentasi hasil penelitiannya dalam acara Jakarta Scholar Symposium (JSS) yang digelar di Soehana Hall, Energy Building Jakarta.
Jefferson merupakan salah satu siswa dari 10 siswa yang berpartisipasi dalam JSS Volume II tahun ini yang bertema 'Computing for the Future'.
Kesepuluh siswa tersebut berasal dari sekolah Internasional Jakarta Intercultural School (JIS) dan British School Jakarta (BSJ).
Dirinya menuturkan ide penelitian berawal dari sebuah artikel tentang kapal cargo yang bergerak dengan tenaga angin. Disebutkan kalau teknologi itu akan menjadi trend di masa depan.
"Lalu saya terpikir untuk membuat teknologi yang tidak saja menggunakan tenaga angin, tetapi juga memanfaatkan sinar matahari melalui solar system sebagai 'back up' jika laut tiba-tiba hujan sehingga tidak ada angin," ujarnya.
Seluruh perangkat yang dibuat Jeff tidak digunakan secara manual untuk menggerakkannya, tetapi memanfaatkan teknologi komputer.
Setiap data dimasukkan ke komputer, sehingga perahu bisa bergerak secara otomatis.
Ia membandingkan keuntungan jika menggunakan energi angin dibanding energi solar.
Pertama, nol polusi karena tidak pakai bahan bakar solar. Kedua, hemat biaya karena tidak perlu beli solar.
"Program perputaran layar dibuat untuk selalu memaksimalkan energi dan kekuatan. Kecepatan kapal bervariasi, bisa mencapai 20-25 knots atau 23-29 mph tergantung arah angin," kata anak lelaki yang akrab dipanggil Jeff tersebut.
Sedangkan kapal dengan penggunaan solar, lanjut Jeff, menghasilkan 130 ton karbondioksida (Co2). Jumlah itu 26 kali lebih tinggi dari karbondioksida yang dihasilkan sebuah mobil.
Baca juga: Rabu Depan, Pemerintah Akan Tentukan Renovasi Stadion JIS
"Uang yang dikeluarkan untuk membeli solar diperkirakan lebih dari 4 ribu dolar setahun. Sementara kecepatan kapal hanya 9-30 knot atau 10-35 Mph," tutur anak dari pasangan Soeharto Sunjoto dan Deswita ini.
Melihat keunggulan dari kapal bertenaga angin dan surya itu, Jeff bersemangat untuk mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dalam bentuk nyata. Ia akan mencoba pada perahu nelayan dengan ukuran 5 kali 6 meter.
Termasuk pemasangan solar panel dari bahan tahan air laut yang mampu menyimpan energi dalam 2 baterai dengan daya 2,2 kwh yang bertahan hingga 5 jam. Daya baterai bisa ditingkatkan sesuai kebutuhan.
"Baterai hanya dipakai untuk keadaan darurat saja. Karena energi sepenuhnya memanfaatkan tenaga angin," tutur anak sulung dari tiga bersaudara itu.
Dalam penelitiannya, Jeff dibantu guru-guru saat mengukur kekuatan angin dan pembuatan panel solar.